Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Buntut Lelucon Zulhas soal Shalat, LBH Yusuf Melapor ke Mabes Polri dan Bawaslu

Buntut Lelucon Zulhas soal Shalat, LBH Yusuf Melapor ke Mabes Polri dan Bawaslu Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Jakarta -

Buntut dari pernyataan Menteri Perdagangan yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (Zulhas) tentang lelucon bacaan dan gerakan shalat dinilai oleh LBH Yusuf telah melanggar dua hal, yaitu dugaan tindak pidana penistaan agama dan pelanggaran administrasi pemilu.

Direktur LBH Yusuf, Mirza Zulkarnaen yang didampingi sejumlah advokat lainnya diantaranya Said Kemal, Marta Tri Ramadhona, Miftahurrahmah, dan Yasin, pada Kamis 21 Desember 2023 telah resmi melaporkan Zulhas.

"Kami menilai Zulkifli Hasan melanggar kedua hal tersebut, sebagaimana diatur pada UU Pemilu, UU ITE, dan ketentuan pada KUHP,” ujar Mirza Zulkarnaen, Direktur LBH Yusuf kepada pers.

Dijelaskan Mirza, pada Selasa 19 Desember 2023, Zulhas berbicara di forum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) di Kota Semarang, Jawa Tengah, sebagai bagian dari program kerja Kementerian Perdagangan.

Salah satu acara dalam forum tersebut adalah Deklarasi APPSI mendukung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabumn Raka.

Ketika acara, Zulhas menyinggung soal perubahan sikap masyarakat di tahun politik, sehingga masyarakat enggan mengucapkan kata “amin” setelah imam membaca surat Alfatihah saat salat maghrib.

Zulhas juga mengatakan masyarakat tidak mau menunjukkan jari telunjuk saat duduk tahiyat awal dan akhir, karena dianggap identik dengan simbol paslon capres-cawapres nomor urut 1, Anies Rasyid Baswedan dan A Muhaimin Iskandar.

Hal itu dilakukan sebagai bentuk kecintaan pendukung kepada Prabowo-Gibran.

"Perbuatan dan pernyataan Zulhas selaku Menteri Perdagangan masuk dalam kategori kampanye sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2023 Tentang Pemilihan Umum,” jelas Mirza.

Dalam melakukan kampanye, menurut Mirza, seorang menteri yang berkampanye untuk paslon wajib mengantongi surat cuti, dan tidak boleh menggunakan program kementerian mereka untuk kepentingan paslon.

“Selain itu, pejabat negara dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu, sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye,” tegas Mirza.

Dijelaskan juga oleh Marta Tri Ramadhona (Rama) selaku Tim LBH Yusuf, materi yang disampaikan Zulhas dalam video yang beredar patut diduga mengandung politik SARA dan bermuatan negatif dengan menghina agama berupa mempermainkan Rukun Islam (shalat), rukun shalat (tasyahud), serta sunnah shalat berupa menghasut perseorangan atau masyarakat untuk tidak melakukan sesuatu, in casu tidak menggunakan jari telunjuk pada saat tahiyat awal dan akhir saat melaksanakan shalat dan tidak mengucapkan aamiin saat shalat maghrib.

"Hal demikian dapat berdampak pada mengganggu ketertiban umum dan stabilitas politik di masyarakat," urai Rama.

Perbuatan Zulhas juga patut diduga merupakan pelanggaran pemilu yang termasuk dalam delik pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 521 UU 7/2017.

"Ancaman hukumannya adalah pidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, di mana siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia," tandasnya.

Selain melaporkan ke Bareskrim dan Bawaslu, LBH Yusuf juga mengirimkan surat somasi kepada Zulhas.

Dalam surat itu, selaku Direktur LBH Yusuf Mirza menegaskan, LBH Yusuf menuntut Zulhas untuk meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia secara terbuka dan berjanji tidak akan melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya.

Zulhas juga dituntut untuk meminta  kepada masyarakat untuk memilih pemimpin sesuai kehendaknya masing-masing.

"Kami juga meminta Zulhas membuat pernyataan dan permohonan maaf yang dibuat dan dilampirkan dalam dua surat kabar nasional, selambat-lambatnya tujuh hari sejak surat teguran hukum/somasi ini diterbitkan," ujar Mirza tegas.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: