Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kemendikbudristek: Kekerasan Seksual Menjadi Tantangan Besar dalam Dunia Pendidikan Indonesia

        Kemendikbudristek: Kekerasan Seksual Menjadi Tantangan Besar dalam Dunia Pendidikan Indonesia Kredit Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan Budaya Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Chatarina Muliana Girsang mengatakan, kekerasan seksual dalam tiga dosa besar pendidikan masih menjadi tantangan besar dalam dunia pendidikan tinggi Indonesia. 

        Untuk itu, perwujudan dari peranan Satuan Pengawas Intern (SPI) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) masih harus terus diperkuat.

        Baca Juga: Kemendikbudristek Lanjutkan Program PKK dan PKW 2022 untuk Anak-anak Indonesia yang Putus Sekolah

        "Kekerasan seksual sebagai salah satu 'tiga dosa besar pendidikan' selain perundungan dan intoleransi. Hal ini masih menjadi tantangan besar bagi kita karena sebagaimana kejahatan khusus lainnya kekerasan seksual sebagai kejahatan fenomena gunung es, di mana yang dilaporkan jauh lebih sedikit. Segala bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual akan menghambat terwujudnya pelaksanaan program strategis program Kampus Merdeka dan pencapaian tujuan program tersebut," ujar Chatarina saat membuka Rakorwas SPI PTN se-Indonesia 2022 di Jakarta, Senin (28/3/2022). 

        Chatarina menyebutkan, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi sejak September 2021 menjadi pemicu keberanian para korban dan warga kampus yang selama ini diam untuk melaporkan kejadian yang pernah mereka alami atau yang mereka ketahui terjadi di lingkungan perguruan tinggi. 

        "Kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan kekerasan seksual di satuan pendidikan mulai PAUD, SD, SMP dan SMA/SMK sehingga perlu pemahaman yang holistik dalam pencegahan dan penanganan. Penanganan yang dilakukan oleh kampus dan proses APH harus mampu mencegah kejadian berikutnya dan memberikan keberpihakan kepada korban," ujar Chatarina. 

        Baca Juga: Kemendikbudristek: Tak Pernah Ada Rencana Menghapus Sekolah dari Sistem Pendidikan Nasional

        Dalam kesempatan yang sama, Ketua forum SPI PTN, Andi Idkhan menyampaikan bahwa Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi menjadi awal terbentuknya satuan tugas (satgas) yang bertugas menindaklanjuti kasus kekerasan seksual yang terjadi pada lingkungan PTN. 

        "SPI PTN harus sangat berperan dalam mengawal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di setiap kampus yang akan dilakukan oleh Satgas," lanjut Andi. 

        Diskusi mengenai PPKS menjadi topik pertama dalam diskusi panel Rakorwas dengan menghadirkan Staf Khusus Mendikbudristek Bidang Kompetensi dan Manajemen Pramoda Dei Sudarmo; Plt. Pusat Penguatan Karakter Kemdikbudristek, Hendarman; dan Inspektur Investigasi Kemdikbudristek Lindung, Saut Maruli; dengan moderator Auditor Utama Itjen Kemdikbudristek, Maralus Panggabean.

        Tiga bahasan utama diskusi tersebut adalah perangkat implementasi kekerasan seksual, perkembangan pembentukan pansel (panitia seleksi) dan satgas PPKS oleh PTN, dan rencana tindak lanjut yang semua ini nantinya akan dikawal bersama oleh Kelompok Kerja (Pokja) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Kemendikburistek dengan SPI setiap PTN.

        Selain menitikberatkan pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, Irjen Chatarina dalam arahannya menyampaikan bahwa sebagai salah satu kementerian yang memiliki cakupan ruang lingkup yang luas, Kemendikbudristek melalui Inspektorat Jenderal berupaya untuk mengimplementasikan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) sebagaimana beberapa kementerian, BUMN, serta beberapa PTN telah menerapkannya sejak 2020.

        Baca Juga: Soal Vaksinasi Dijadikan Syarat PTM, Kemendikbudristek Bantah Tegas

        "Hal ini sangatlah penting demi menumbuhkan kepercayaan stakeholders serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi layanan, pengelolaan transparansi keuangan, dan terutama akuntabilitas kinerja PTN, satuan kerja (satker), PTN-BLU, dan PTN-BH yang memiliki pengelolaan yang berbeda-beda," kata Chatarina.

        Menurut Chatarina, seluruh hal tersebut tidak dapat terwujud apabila perguruan tinggi tidak senantiasa, terus-menerus, dan secara berkesinambungan meningkatkan tata kelola di lingkungannya. 

        "Demi mencapai tata kelola yang berkualitas dan akuntabel, maka vital untuk kita menguatkan peran pengawasan internal melalui SPI," ujarnya.

        Baca Juga: RUU TPKS Terus Digodok Pemerintah dan DPR Demi Berkeadilan pada Korban Kekerasan Seksual

        SMAP adalah sistem manajemen yang dirancang untuk membantu organisasi mencegah, mendeteksi, dan menanggapi penyuapan serta mematuhi undang-undang anti-penyuapan. 

        SMAP telah mendapatkan sertifikat SNI ISO 37001:2016 merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 10 tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2016 dan 2017, dan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

        Rapat Koordinasi Pengawasan (Rakorwas) SPI PTN diselenggarakan secara hibrida oleh Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek pada 28 sampai dengan 29 Maret 2022. Rakorwas mengangkat tema 'Sinergi Pengawasan Intern dan Penguatan Tata Kelola Perguruan Tinggi dalam rangka mendukung kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka'. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Martyasari Rizky
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: