Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        KOL Stories x Koko Keuangan: Meracik Financial Planning Sandwich Generation yang Super Duper Kokoh

        KOL Stories x Koko Keuangan: Meracik Financial Planning Sandwich Generation yang Super Duper Kokoh Kredit Foto: Unsplash/Thought Catalog
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Minimnya pengetahuan mengenai perencanaan keuangan memberikan dampak yang sangat besar terhadap kehidupan. Karena tanpa disadari, dengan kurangnya pemahaman terkait perencanaan keuangan kita bisa menjadi beban bagi orang lain, di mana kebanyakan beban tersebut akan dipikul oleh anak-anak kita.

        Dampak besar yang disebutkan di atas itu diyakini menjadi faktor utama munculnya fenomena sandwich generation yang kini dialami oleh banyak orang.

        Sandwich generation ini adalah orang-orang yang harus menanggung hidup dua generasi, generasi bawah dan generasi atas. Generasi bawah yakni anak-anak, dan generasi atas yaitu orang tua.
        Jadi, mereka termasuk dalam generasi terjepit oleh beban tanggungan dari anak-anak dan orang tua, yang posisinya diibaratkan seperti sandwich. 

        Baca Juga: KOL Stories x Fadhillah Ahmad: Binary Options Bikin Boncos, Yuk Belajar Lebih dalam Soal Trading

        Di Indonesia sendiri, sandwich generation bukanlah hal tabu dan bahkan sudah menjadi tradisi sehingga menjadi hal yang biasa ketika seseorang mebiayai orang tua dan anak-anaknya. Malah, bisa jadi seseorang akan dianggap tidak tahu balas budi ketika tidak membiayai orang tua.

        Menjalani kehidupan sebagai seorang sandwich generation tidaklah mudah, karena tekanan demi tekanan akan datang silih berganti. Apalagi, ketilka kita menanggung beban banyak orang. Mungkin saat ini, banyak yang tengah berhadapan dengan situasi di mana orang tua dan anak-anak menganggap kita bukanlah sekadar tulang punggung. Karena, apabila kita salah melangkah sedikit saja, akan memberikan akibat yang luar biasa, hingga membuat hidup orang tua dan anak-anak berantakan.

        Sehingga, dengan beban yang begitu besar tidak akan ada waktu untuk memikirkan diri sendiri. Segala sesuatu yang dilakukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak.

        Dengan beban finansial yang sedemikian berat, maka sandwich generation harus memiliki perencanaan keuangan yang super duper kokoh.

        Untuk itu, Warta Ekonomi melalui KOL Stories mengangkat tema “Meracik Financial Planning Sandwich Generation yang Super Duper Kokoh”. Kali ini, KOL Stories mengundang Christian Chandra yang merupakan seorang financial content creator dengan akun Koko Keuangan.

        1. Sandwich Generation itu apa sih? Kenapa sampai muncul fenomena Sandwich Generation?

        Sandwich Generation itu ibaratkan sang anak seperti daging yang berada di tengah sandwich. Roti di atas sandwich adalah orang tua, dan roti yang di bawah sandwich adalah anak mereka atau saudara/pasangan yang keduanya harus ditanggung oleh sandwich generation.

        Memberi uang kepada orang tua pada dasarnya bukan sandwich generation. Mereka yang disebut sandwich generation adalah ketika mereka harus membiayai hidup orang tua, padahal mereka juga harus membiayai hidup mereka sendiri yang terkadang juga kurang. Dan orang tua hidupnya bergantung kepada anaknya. Itulah sandwich generation.

        2. Ciri-cirinya Sandwich Generation seperti apa? Bagaimana cara menyadari kalau kita itu termasuk dalam kaum Sandwich Generation?

        Ciri-ciri kita termasuk sandwich generation yakni ketika pada setiap bulan, kita harus membuat anggaran untuk kehidupan orang tua, kehidupan anak kita sendiri dan kehidupan pasangan. Padahal, misalkan kita ingin liburan, tetapi kita harus memberikan uang kepada orang tua. Kalau itu terjadi setiap bulan, itu berarti kita sandwich generation.

        3. Ketika kita menyadari kalau kita  masuk ke dalam kategori kaum Sandwich Generation pertama kali yang harus kita lakukan itu apa?

        Yang paling penting adalah kita harus bisa mengelola keuangan kita. Kita harus disiplin budgeting dari penghasilan untuk apa saja. Bisa dibilang, kita generasi spesial yang diberikan kekuatan lebih untuk itu.

        4. Lalu, bagaimana cara untuk meracik perencanaan keuangan yang super duper kokoh bagi Sandwich Generation di tengah situasi yang serba terhimpit?

        Pertama, kita harus bisa membedakan keinginan atau kebutuhan, seperti ketika ingin membeli gadget baru, kita harus paham itu kebutuhan atau keinginan. Dengan memahami keinginan dan kebutuhan, kita harus membedakan itu.

        Kebutuhan itu sesuatu yang jika kita tidak membeli, maka kehidupan kita akan terganggu, seperti bayar listrik. Sementara keinginan adalah ketika kita ingin makan, kita ingin makan di cafe, sementara makan di warung pinggir jalan atau kaki lima saja sebenarnya kita juga sudah cukup. Tinggal bagaimana kita memahami itu semua.

        Lalu, kita harus disiplin dalam budgeting. Budgeting adalah ketika kita mendapatkan penghasilan, kita sudah membuat pos-pos tersendiri pengeluaran yang dibutuhkan. Budgeting bukan hanya sekadar memilah-milah, tetapi juga memasang budget maksimal. Budget maksimal inilah yang harus 'maksimal' kita gunakan, tidak boleh lebih dari itu. Namun, kalau ternyata terpaksa lebih, berarti kita harus pinjam dari pos lain. Ini berarti, budget pos lain itu harus berkurang. Nah, budgeting ini harus disiplin.

        Untuk pemula, tips budgetingnya adalah untuk kebutuhan terlebih dahulu. Misalnya, 50% dari penghasilan kita untuk kebutuhan hidup dalam satu bulan. Kalau bisa berhemat dengan mengurangi anggaran juga bisa. Lalu yang lainnya, seperti sedekah 10%, investasi 10%, kemudian cicilan sisanya 30%. Presentase ini pun bisa berubah-ubah tergantung kebutuhan.

        Namun, alangkah baiknya bagi seorang sandwich generation, tidak memiliki cicilan. Tetapi jika keadaan memaksa pun tidak masalah, asalkan tidak lebih dari 30% penghasilan dan harus yang produktif, misalnya rumah.

        Kemudian, kita juga harus paham piramida finansial. Seperti bangunan, bagian bawah haruslah kokoh yaitu cash flow atau pemasukan harus lebih besar dari pengeluaran. Ini harus menjadi fokus yang utama. Jika cash flow masih banyak 'nombok'nya maka harus diperbaiki terlebih dahulu, jangan melirik yang lain. Paling tidak cash flow dikatakan baik ketika kita bisa menabung minimal 10% dari penghasilan.

        Lalu, selanjutnya adalah dana darurat. Dana tersebut bisa dipakai ketika ada keadaan darurat. Jumlahnya paling tidak 3-6x pengeluaran bulanan. Jika sudah menikah, paling tidak 6-9x pengeluaran bulanan. Lalu, jika sudah punya anak, paling tidak 9-12x pengeluaran bulanan. Kegunaan dana darurat adalah jika kita kehilangan pekerjaan, paling tidak cukup untuk hidup 12 bulan. Dana darurat bisa dicicil 10% dari penghasilan.

        Kemudian, jika kita ingin naik piramida ke level yang kedua, pastikan cicilan dan dana darurat sudah beres semua. Level kedua adalah Manajemen Risiko, misalnya sakit yang membutuhkan dana besar. Jika itu terjadi dan kita tidak memiliki Manajemen Risiko yang dikhawatirkan adalah tabungan dan dana darurat habis semua. Manajemen risiko diperlukan untuk mencegah kejadian buruk seperti itu. Oleh karena itu, paling tidak kita memiliki BPJS dari pemerintah atau asuransi swasta.

        Jika manajemen risiko sudah selesai, barulah naik ke level tiga yaitu tujuan keuangan, seperti kita ingin membeli rumah atau liburan, dan lain sebagainya. Ini baru bisa terlaksana jika cash flow sudah positif, cicilan sudah selesai dan manajemen risiko pun aman. Dengan demikian, itu akan membuat lebih aman. Kalau fondasi belum kuat tetapi sudah lompat ke investasi, maka akan berbahaya. Ujung-ujungnya, investasi akan dijual demi cash flow.

        Setelah itu, barulah dana pensiun. Ini menjadi titik vital bagi Sandwich Generation karena orang tua mereka tidak memiliki dana pensiun. Pada dasarnya, dana pensiun adalah investasi tingkat tinggi yaitu pasif income. Mengumpulkan dana pensiun idelnya sejak usia muda, namun keadaan setiap orang pastinya berbeda-beda.

        Terakhir adalah warisan atau distribusi kekayaan. Misalnya, asuransi jiwa untuk diwariskan kepada keluarga yang ditinggalkan saat kita meninggal. Ini bisa berupa properti, bisnis, saham dan lain sebagainya.

        Semua itu adalah hal yang harus dilakukan Sandwich Generation untuk masa depan yang mapan dan lebih baik, asal semampu kita dan jangan dibawa stress.

        5. Apakah label Sandwich Generation akan terus melekat? Atau kita bisa mencapai kebebasan finansial ketika sudah melakukan perencanaan keuangan?

        Kalau fondasi kita sudah kuat, dan tujuan kita sudah jelas, maka label sandwich generation ini bisa terlepas dengan kita memiliki cashflow yang baik, aset investasi, dan lain sebagainya. Ini berarti kita bisa secara leluasa membiaya diri kita sendiri, orang tua dan anak tanpa merasa terbebani.

        6. Sebagai penutup, adakah pesan-pesan yang ingin disampaikan?

        Menjadi Sandwich Generation adalah anugerah karena kita diberikan kekuatan lebih. Jadi, jangan kecil hati dan melihat kehidupan orang lain, fokuslah kepada kehidupan kita sendiri. Pelajari betul-betul tujuan keuangan agar bisa memiliki hidup yang lebih baik di masa depan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajria Anindya Utami
        Editor: Fajria Anindya Utami

        Bagikan Artikel: