Bolehkan Keturunan PKI Daftar TNI, Komnas HAM Respons Jenderal Andika Perkasa
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik angkat bicara terkait langkah Panglima TNI Jenderal Andika mengizinkan anak keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) mendaftar menjadi prajurit TNI.
Taufan menyatakan, Komnas HAM mendukung langkah Jenderal Andika tersebut. "Komnas HAM sangat mengapresiasi yang tidak lagi membatasi anak keturunan eks PKI dalam rekrutmen TNI," kata Taufan saat dihubungi di Jakarta, Minggu (3/4).
Baca Juga: Sejarah TNI Dicoret-coret Panglimanya Sendiri, Ada yang Geram: "Andika Mulai bikin Gara-Gara!"
Dia menilai langkah Jenderal Andika mengacu pada Ketetapan (TAP) MPRS XXV/1966, yakni melarang PKI dan ajaran Leninisme serta Marxisme. Artinya, bukan anak keturunan PKI yang mungkin sama sekali tidak ada hubungannya dengan ideologi atau partai yang diikuti oleh orang tua, kakek atau keluarga mereka.
"Kita, kan, tidak bisa mengenakan dalam tanda petik dosa warisan kepada anak cucunya," ujar Taufan.
Menurut Taufan, membatasi keturunan PKI untuk menjadi prajurit TNI tidak sesuai dengan aturan hukum dan konstitusi. Konstitusi secara jelas mengatakan setiap orang memiliki hak yang sama dan tidak boleh diperlakukan diskriminatif dengan alasan yang tidak berdasarkan hukum.
Jika hal tersebut tetap diterapkan, sambung dia, sama artinya melawan atau bertentangan dengan konstitusi terutama Pasal 28 yang mengakomodasi prinsip-prinsip kesetaraan, kesamaan hukum, keikutsertaan dalam pemerintahan, pekerjaan dan sebagainya.
Lebih lanjut Taufan mengatakan, langkah yang diambil oleh Jenderal Andika mengarah kepada penegakan atau kesetaraan HAM di Tanah Air. Dia bahkan menilai hal itu sebagai jalan membuka cakrawala atau pandangan baru dari semua pihak.
Harapannya, tidak ada lagi perspektif yang mengarah pada diskriminasi atau perbedaan. Pada masa Orde Baru, banyak anak keturunan eks PKI atau yang belum tentu PKI, tetapi dituduh PKI. Mereka tidak bisa jadi pegawai negeri sipil atau tidak bisa melanjutkan sekolah.
"Mereka terhalang mendapatkan hak-hak dasar, misalnya, pendidikan, pekerjaan. Itu puluhan tahun terjadi, masa kita ulang lagi," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum