Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ini Nih 5 Efek yang Jadi Biang Keroknya Harga Sawit Melambung Tinggi, Simak!

        Ini Nih 5 Efek yang Jadi Biang Keroknya Harga Sawit Melambung Tinggi, Simak! Kredit Foto: PGN
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ada 5 "effect" yang bekerja secara konvergen yang membuat harga minyak nabati (termasuk minyak sawit) dunia membubung tinggi. Adapun 5 "effect" itu antara lain; 

        1. El Nino Effect 2017/2019 yang melanda negara sentra utama minyak sawit dunia (Indonesia, Malaysia) dan sentra produksi minyak kedelai dunia (Amerika Selatan, USA) dan Rapeseed (EU). 

        Baca Juga: ITDRI dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Sepakat Kerja Sama Tiga Bidang Digital

        2. Pandemic Covid 19 yang melanda dunia khususnya sejak tahun 2020. Ini mempengaruhi rantai pasok minyak nabati global termasuk penurunan panen sawit akibat kekurangan tenaga kerja (Malaysia), penundaan penanaman Soybean, Rapeseed, Sunflower, perubahan dan gangguan distribusi  minyak nabati dunia akibat banyaknya lockdown di berbagai negara. 

        3. Rusia-Ukrine War Effect (Sejak Januari 2022). Rusia dan Ukrania merupakan 80 produsen 80 persen minyak Sunflower dunia, sehingga pasokan minyak Sunflower dunia drop terutama ke Eropa. 

        Rusia juga Top 4 produsen minyak bumi dan gas. Dengan embargo ekonomi dan perdagangan yang dijatuhkan NATO ke Rusia membuat harga minyak bumi membubung tinggi, memicu inflasi global termasuk kenaikan biaya produksi dan distribusi minyak nabati global. 

        4. Indonesia Effect dengan "Trisakti" kebijakannya yakni pungutan ekspor, hilirisasi domestik dan B-30 yang makin intensif sejak tahun 2019. Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia dan sekaligus produsen terbesar minyak nabati dunia. 

        Baca Juga: BK CPO April 2022 Meningkat, Apa Penyebabnya?

        Sebagai negara produsen terbesar dunia, perubahan volume pasokan minyak sawit Indonesia ke pasar dunia (ekspor) akan mempengaruhi dinamika pasar minyak nabati dunia. Dengan B-30 dimulai tahun 2019/2020 mengurangi pasokan minyak sawit ke dunia.

        Tahun 2021 misalnya minyak sawit yang terserap untuk B30 mencapai sekitar 8 juta ton. Selain itu pungutan ekspor dan hilirisasi domestik juga mempengaruhi komposisi dan manajamen stok minyak sawit dunia di negara negara importir.

        5. Ramadhan Effect. Ini sebetulnya perhelatan dunia yang terjadi setiap tahun. Biasanya pengaruh Ramadhan terjadi kenaikan konsumsi minyak nabati dunia sekitar 5-10 persen pada menjelang dan saat Ramadhan. Namun pada kondisi pasar minyak nabati dunia saat ini yang sedang “mendidih” efek Ramadhan diperkirakan makin besar. 

        Baca Juga: Waduh! Petani Sawit Ramai-ramai Putuskan Hubungan dengan 'Anak' Sinar Mas

        Akibat Efek 1, 2, 3 dan 4 tersebut, stok minyak sawit dunia di negara-negara importir dunia (India, China, EU, dll) turun sekitar 30-40 persen dari posisi tahun 2018. 

        Artinya pasar minyak nabati dunia mengalami excess demand yang hebat, yang membuat harga minyak nabati dunia termasuk minyak sawit membubung tinggi.

        Untungnya, Indonesia sejak  tahun 2011 telah membangun benteng hilirisasi domestik berupa Pungutan Ekspor (PE) dan Bea Keluar (BK) sehingga gejolak pasar dunia yang berlebihan dapat diminimalisir ke dalam negeri. 

        Buktinya sampai saat ini meski menaik, harga minyak goreng di pasar domestik Indonesia masih termurah dibandingkan dengan harga minyak goreng di negara-negara dunia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: