Kebebasan berpendapat di Indonesia tengah dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Hasil survey Indikator Politik Indonesia menyebutkan sebanyak 62,9% dari total responden semakin takut menyampaikan pendapat di muka umum. Mereka cemas akan terkena UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Fenomena tersebut menjadi sorotan pakar hukum tata negara, Refly Harun. Dalam video yang dia unggah kanal YouTube-nya, Senin (4/4/2022), Refly menilai adanya ketakutan menyampaikan pendapat menjadi salah satu bukti bahwa rezim mulai mendekati otoriter. Kebebasan berpendapat, imbuhnya, seolah dibatasi dengan undang-undang tertentu.
Baca Juga: Sebut Fenomena Islamophobia Semakin Banyak, Siapa Sangka Ustaz Felix Siauw Bilang Begini
“Ini bukti bahwa pemerintahan ini makin atau kian otoriter. Ini adalah warning untuk kita semua. Bukan masalah benci tidak benci, tapi ini adalah cara kita menjaga agar negara kita tidak jatuh kepada jurang otoritarianisme, itu bahaya sekali,” ujar Refly.
Dia menyebut salah satu ciri negara otoriter adalah masyarakat semakin takut dan tidak nyaman ketika ingin menyampaikan kritik pada kebijakan pemerintah. Menurut Refly, ketakutan terjadi karena adanya intimidasi dari pihak tertetuntu terhadap para pengkritik pemerintah.
“Saya pun enggak nyaman ketika mengkritik, kenapa? Karena sepertinya diintip kelemahannya,” tutur Refly Harun.
Lebih jauh, dia melihat peran aparat hukum untuk membungkam para pengkritik penguasa juga semakin kuat. Selain itu Refly menyebut otoritarianisme juga terlihat manakala TNI ingin merambah dunia politik dengan menjalankan peran yang lebih signifikan.
Refly mengatakan rezim otoriter ala Orde Baru akan kembali berkuasa jika masyarakat lengah dengan kondisi sekarang. Saat zaman Orde Baru, pemerintahan ditopang tiga kekuatan besar yaknni Abri, birokrasi dan Golkar (ABG).
“Golkar sekarang sudah menjadi partai politik dengan paradigma yang baru. Tapi jangan lupa birokrasi dan Abri atau TNI Polri sekarang kita harus peringatkan untuk tidak main politik dan tidak menjadi bagian dari rezim yang otoriter,” tutur Refly Harun.
Baca Juga: Duet Maut Ganjar-Erick Vs Prabowo-Puan, Ternyata Juaranya Adalah...
Lebih jauh, Refly menyebut perlu adanya yudicial review terhadap UU ITE dan mengembalikannya ke tujuan semula, yakni melindungi konsumen dari informasi dan transaki elektronik. Menurutnya, UU ITE sekarang sudah tidak digunakan sebagaimana tujuan awalnya. UU ITE saat in dipandangnya lebih banyak digunakan untuk membungkam masyarakat.
“Harus kita ajukan yudicial review terhadap UU ITE, kembalikan dia ke tujuan semula untuk melindungi konsumen dari informasi dan transaksi elektronik,” tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Adrial Akbar