Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        BI Tetap Pertahankan Suku Bunga, Sambil Pantau Inflasi dan Dampak Konflik Rusia dan Ukraina

        BI Tetap Pertahankan Suku Bunga, Sambil Pantau Inflasi dan Dampak Konflik Rusia dan Ukraina Kredit Foto: DBS
        Warta Ekonomi, Jakarta -
        Bank Indonesia mempertahankan tingkat suku bunga kebijakan di bawah 3,5%, terendah sampai saat ini, didukung oleh perekonomian domestik yang tangguh, kendati ketidakpastian global berlanjut. Proyeksi pertumbuhan global dipangkas hingga 3,8-4,2% dari 4,4%, namun perkiraan untuk Indonesia tidak berubah di angka 4,7-5,5%, didukung oleh harapan permintaan domestik akan membaik dan ekspor lebih kuat.
        Risiko geopolitik dianggap sebagai keuntungan maupun kerugian karena harga minyak lebih tinggi dibarengi dengan dengan kenaikan harga kelompok komoditas lain, termasuk minyak kelapa sawit, batu bara, dan logam, meningkatkan keuntungan dari neraca perdagangan Indonesia.
        Terkait inflasi, BI menyadari bahwa pengendalian harga dan subsidi telah membatasi dampakpergerakan energi global terhadap inflasi domestik. Inflasi pada 2022 diperkirakan berada di kisaran sasaran 2-4%. Namun, pembuat kebijakan akan tetap memantau setiap penyesuaian harga bahan bakar atau tarif listrik dalam beberapa bulan mendatang, mengingat pengalaman masa lalu (misalnya 2008 dan 2013) saat subsidi energi meningkat dan neraca perdagangan melemah membuat bank sentral melakukan tindakan agresif.
        Dalam waktu dekat, BI akan meminta pemerintah untuk melakukan intervensi untuk mengelola pasokan makanan dan kenaikan harga saat kita memasuki periode Ramadhan pada April-Mei. Dengan sebagian besar tekanan berasal dari kekurangan di sisi pasokan, BI cenderung akan fokus pada inflasi inti, yang juga berada di titik bawah kisaran target inflasi.
        Terkait likuiditas, BI memperkirakan kenaikan bertahap tingkat cadangan wajib minimum akan menguras Rp156 triliun dari likuiditas sistem perbankan, lebih rendah dari yang diindikasikan sebelumnya, sebesar Rp200 triliun. Kredit diperkirakan tumbuh 6-8%.

        C)Selanjutnya, neraca negatif minyak dan gas akan diimbangi oleh keuntungan kuat di sektor non-migas, khususnya batu bara, minyak sawit, logam, dan lain-lain melalui keuntungan perdagangan positif. Misalnya, pada Februari 2022, surplus nonmigas naik hampir dua kali lipat menjadi US$5,7 miliar dari US$2,3 miliar berkat penjualan tandan sawit kosong untuk bahan bakar dan diuntungkan oleh pengaruh harga dari komoditas lain yang dapat diperdagangkan.

        Baca Juga: Dukung Presidensi G20, Bank Mandiri Genjot Inklusi Keuangan Lewat Mandiri Agen

        D)Terakhir, penghitungan fiskal menghadapi tekanan dari dua arah, dari harga komoditas lebih tinggi – pendapatan lebih tinggi dari sumber daya alam tetapi diimbangi oleh kebutuhan akan dukungan harga dan subsidi energi. Pendapatan dari sumber daya alam naik 55% secara tahunan pada 2021, menyumbang sepertiga dari penerimaan non-pajak, mendukung konsolidasi fiskal. Di sisi lain, subsidi energi meningkat 44% secara tahunan, yaitu 0,83% dari PDB, naik 0,2% dari tahun sebelumnya. Dengan minyak mentah Indonesia ~30% lebih tinggi dari asumsi anggaran 2022, yang sebesar US$63 miliar, penghitungan pendapatan/pengeluaran yang mendasari perlu ditinjau kembali. Penghitungan kami menunjukkan bahwa jika harga minyak rata-rata $100 per barel, subsidi energi bisa naik menjadi ~Rp200 triliun tahun ini (0,4% dari kenaikan PDB).

        Kenaikan harga komoditas setelah kekacauan geopolitik mendukung neraca perdagangan eksternal Indonesia dan memperkuat ketahanan ekonomi di tengah pergeseran arah kebijakan global. Kami memperkirakan dampak inflasi yang dihasilkan akan diimbangi oleh intervensi domestik dengan BI juga diperkirakan akan menormalkan kebijakan meskipun lebih lambat yang dari diramalkan untuk Bank Sentral AS.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: