Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Fahri Hamzah Bicara Soal Papua, Jangan Ada 'Jarak' antara Kita dengan Papua

        Fahri Hamzah Bicara Soal Papua, Jangan Ada 'Jarak' antara Kita dengan Papua Kredit Foto: Instagram/Fahri Hamzah
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengungkapkan ada 'jarak' antara kita dengan Papua. 'Jarak' itu, sambung Fahri, bukan berarti harfiah atau secara fisik saja, walau memang jarak antara Jakarta dengan Papua, jauhnya sama dengan jarak dari Jakarta ke Arab Saudi.

        Maka, ujar Fahri, ketika Presiden Jokowi memutuskan untuk 'memotong' jarak itu dengan membangun infrastruktur, ia teringat entang adanya jarak-jarak lainnya yang juga harus dipotong yaitu jarak secara kejiwaan.

        Hal itu dikatakan Fahri dalam webinar Moya Institute yang bertajuk "Teror Menyergap Papua", yang digelar secara hibrid di Jakarta, Jumat (22/4/2022).

        "Saya mengusulkan agar kita 'memotong jarak' antara kita dengan Papua secara komprehensif, fisik dan non-fisik" ujar Fahri.

        Orang Papua itu, ujar Fahri, harus diyakinkan hatinya bahwa antara Orang Asli Papua dengan orang Indonesia lainnya adalah sama dan bersaudara secara fundamental. Sehingga, hal-hal elementer lain yang terkait dengan itu harus dijelaskan secara masif melalui dunia pendidikan. 

        "Memang realitas nya, Papua bergabung dengan Indonesia dengan dasar Pepera 1969, yang sudah diakui PBB. Tapi kita juga harus menceritakan pada orang Papua, bahwa daerah-daerah di Indonesia bergabung  seluruhnya dengan Indonesia segera setelah Indonesia merdeka, tanpa kecuali", ujar Fahri.

        "Kampung saya, Sumbawa, bergabung dengan NKRI tahun 1953. Raja Sumbawa kala itu, menyerahkan seluruh aset daerah ke Pemerintah Pusat, dan menyatakan bergabung dengan NKRI. Sehingga kami pun dikelola dalam konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia," tambahnya.

        Sementara itu, pemerhati isu-isu strategis Prof Imron Cotan mengatakan, sekitar dua tahun terakhir, Pemerintah Pusat sebenarnya sudah meluncurkan program Papua Muda Inspiratif, untuk memberdayakan generasi milenial Papua.

        Dalam program itu, pemerintah telah membangun Hub-Hub yang memberi ruang bagi kaum muda Papua untuk saling berinteraksi dan berjejaring, guna mengembangkan potensi daerah di bidang perkebunan, pertanian dan perikanan. 

        "Terutama yang sekarang sedang menuai hasilnya itu adalah tanaman jagung. Jadi, diam-diam, generasi milenial Papua itu bergerak," ungkap Imron. 

        Dan kita, sambung Imron, patut bersyukur bahwa program ini didukung oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki kepedulian besar pada Papua, dengan menyisihkan dana Corporate Social Responsibility mereka, guna menopang program tersebut. 

        "Dan sudah ada beberapa produk dari kaum milenial Papua ini yang dipasarkan di luar negeri oleh perwakilan-perwakilan Republik Indonesia. Program ini memang tidak viral, tapi sudah melibatkan ratusan kaum milenial di Papua maupun Papua Barat," ungkap Imron. 

        Sementara itu, Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto mengatakan sangat miris ketika korban terus berjatuhan sebagai akibat dari konflik yang belum reda di Papua. Korban-korban itu juga termasuk dari kalangan TNI/Polri dan rakyat biasa.  

        Padahal, lanjut Hery, pembangunan yang masif telah dilakukan di Papua sejak masa Pemerintahan Presiden Jokowi, baik periode pertama dan kedua.  Otonomi khusus juga terus bergulir dengan dana yang tak sedikit. Tapi, ujar Hery, tetap saja kekerasan di Papua belum berhenti.

        "Ini menjadi 'PR' kita bersama," ujar Hery.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: