Nahdlatul Ulama (NU) ingin menjaga jarak dengan partai politik (parpol). Pengurus NU kembali diingatkan agar tidak berpolitik praktis.
Penegasan NU tak ikut politik praktis sudah diintruksikan Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya ke pengurus di daerah-daerah.
Baca Juga: Deddy Corbuzier Minta Maaf dan Hapus Video Pasangan Gay, KH Cholil Nafis: Itulah Taubatnya
Instruksi tersebut dinilai menjadi ancaman bagi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Apalagi ada pernyataan Gus Yahya bahwa NU tidak boleh diafiliasikan dengan partai.
Ketua Pengurus Cabang (PC) NU Makassar Kaswad Sartono mengatakan, menjaga jarak dengan partai politik sudah sesuai dengan keputusan Muktamar NU 1984 di Situbondo. Ini untuk menjaga keseimbangan di dalam komunikasi kebangsaan NU.
“Atas nama NU memang tidak dalam kapasitas untuk mendukung partai politik. Namun warga NU tetap memiliki kebebasan untuk memilih,” kata Kaswad, Selasa, 10 Mei.
Lebih lanjut Kaswad menuturkan, secara kelembagaan NU itu kembali ke khitah. Yaitu sebagai organisasi keagamaan dan organisasi sosial kemasyarakatan. Tidak masuk ke wilayah politik praktis.
“NU juga tidak menjadi corong partai politik,” tegasnya.
Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Alauddin Makasssar (UINAM), Firdaus Muhammad, menuturkan bahwa penegasan agar tidak dikaitkan dengan partai politik tersebut untuk menjaga marwah jam’iyah. Warga bebas menentukan pilihan politiknya.
“Ini sesuai khittah NU. Warga NU tidak membawa organisasi dalam partai politik,” kata Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINAM ini, Selasa, 10 Mei.
Sebelumnya, Ketua DPW PKB Sulsel, Azhar Arsyad berharap, kisruh ini tidak berpengaruh ke perolehan suara PKB. Dalam konteks itu, Azhar membela Cak Imin bahwa Ketum PKB tersebut tidak punya niat menjatuhkan Gus Yahya.
“Apalagi dua orang ini (Cak Imin dan Gus Yahya) berkawan. Jadi dinamika. Namanya teman. Buktinya tidak ada respons. Jadi bagi saya tidak ada masalah,” terang Azhar.
Apalagi di Sulsel, hal ini dinilai tidak sama sekali berpengaruh. Sampai saat ini, hubungan PKB dengan NU di Sulsel diakui baik-baik saja.
Ditambah lagi, menurut Azhar, konteks Sulsel itu lebih kepada pemilih egaliter. Kebutuhannya lebih kepada struktur dan calon legislatif (caleg).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Adrial Akbar