Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Peringatan Sutiyoso soal TKA China Dianggap Rasis, Giliran Ngomong Nasib Habib Rizieq Dibilang...

        Peringatan Sutiyoso soal TKA China Dianggap Rasis, Giliran Ngomong Nasib Habib Rizieq Dibilang... Kredit Foto: IG @h_sutiyoso
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerhati politik Rizal Fadillah mengaku heran kenapa kekhawatiran mantan Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso terkait bahaya laten Tenaga Kerja Asing (TKA) dari China kok dibilang rasis.

        Padahal selama ini, labeling terkait keturunan Arab dan penghinaan terhadap habaib bertubi-tubi dilakukan para buzzer dan pendukung rezim, akan tetapi itu tidak dicap rasisme.

        "Ini adalah salah satu keanehan negeri yang dipimpin Jokowi. Betapa gencar dan maraknya ungkapan-ungkapan sinis hal-hal yang berbau Arab, mulai dari pakaian hingga bahasa doa.

        "Pernyataan Tuhan bukan orang Arab pun muncul. Di sisi lain menyinggung etnis China sedemikian peka. Menyebut pengusaha China dikatakan rasis, bahkan mewaspadai kedatangan TKA asal China saja dapat dilaporkan ke Polisi," tanya Rizal,

        Rizal menyebut bukti bahwa fakta yang diungkap Sutiyoso justru diancam akan dipolisikan karena dituduh telah menebar kebencian dan rasisme.

        "Sayangnya ditanggapi ngawur oleh Jubir Partai Garuda Teddy Gusnaidi yang meminta agar Sutiyoso diproses hukum. Ini fenomena aneh, saat menyinggung China muncul pembela dan membawa-bawa proses hukum segala. Tahukah Partai Garuda bahwa rakyat di negara Garuda ini juga sudah sangat khawatir dengan serbuan TKA China?," tegas Rizal.

        Dia menambahkan itu baru kaitan dengan TKA apalagi jika mengkritisi keberadaan etnis keturunan China yang memiliki status sosial, ekonomi, maupun politik yang rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan pribumi.

        "Ini bukan persoalan diskriminasi tetapi menyangkut kesenjangan sosial, ekonomi, dan politik. Negara harus peduli dengan dampak dari kesenjangan etnik tersebut. Tidak boleh ada konflik," tegasnya.

        Namun, sayangnya ketika ada para pemuka agama keturunan Arab yang dikriminalisasi, kok malah sengaja dibiarkan.

        "Di sisi lain sikap anti Arab sepertinya mendapat proteksi atau sekurang-kurangnya pembiaran. Apakah kasus Habib Rizieq Shihab, Habib Bahar, Farid Oqbah atau keturunan Arab lainnya murni hukum atau berdimensi politik diskriminatif?," pungkasnya.

        Hal lain yang Rizal sorot adalah munculnya istilah kadrun.

        "Sebutan kadal gurun (kadrun) dipopulerkan untuk menyebut orang Arab, keturunan Arab, atau umat Islam yang lebih tampil dalam sikap keagamaan," pungkasnya.

        Tak cukup di situ, Gubernur Anies Baswedan malah hampir difitnah dan dicaci maki.

        "Gubernur DKI Anies Baswedan juga diserang habis-habisan dikaitkan dengan aspek etnis ini. Penyerangnya bebas-bebas saja tanpa sanksi perundang-undangan. Terkesan rezim Jokowi mengkhawatirkan akan peluang Anies Baswedan menjadi penggantinya. Oleh karena itu “kadrunisasi” dibiarkan bahkan diproteksi," tudingnya.

        Buzzer Istana mendapat perlindungan politik maupun hukum saat mereka menyatakan sikapnya yang anti Arab, berteriak berisik soal ras dan etnik, bahkan mengaitkan dengan radikalisme dan terorisme, tuturnya.

        "Benci pada Arab adalah pintu masuk untuk benci pada Islam yang berujung benci pada Rosulullah SAW. Bahaya atau serangan keagamaan seperti ini ternyata tidak disikapi dengan tegas. Adanya tokoh yang menyatakan bahwa budaya Indonesia lebih mulia daripada budaya Arab menunjukkan semangat anti Arab tersebut," jelasnya.

        Sebelumnya, Sutiyoso yang mengingatkan bahaya kedatangan ribuan TKA China yang dipastikan tidak akan kembali ke negaranya. Mereka akan beranak pinak di Indonesia. Sutiyoso mengkhawatirkan jika hal ini dibiarkan Indonesia akan menjadi seperti Singapura dimana etnis China akhirnya menguasai negara. Melayu menjadi minoritas.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: