Astaga, Pernyataan WHO Kejutkan Dunia: Cacar Monyet Menyebar Tanpa Terdeteksi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa ratusan kasus cacar monyet yang muncul di luar negara-negara Afrika, mungkin sebelumnya telah menyebar untuk 'beberapa waktu'.
Hal tersebut diungkap oleh para pejabat WHO pada Rabu (1/6/2022), menyebut bahwa penyebaran di negara-negara non-endemik, berada di bawah radar alias tidak terdeteksi.
Baca Juga: WHO Sebut Cacar Monyet Tidak Bakal Jadi Pandemi, tapi Pakar Bilang...
"Penyelidikan sedang berlangsung, tetapi kemunculan cacar monyet yang tiba-tiba di banyak negara pada saat yang sama menunjukkan bahwa mungkin ada penularan yang tidak terdeteksi untuk beberapa waktu," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
"Munculnya begitu banyak kasus di sebagian besar Eropa dan negara-negara lain yang belum pernah terlihat sebelumnya jelas menjadi perhatian, dan itu menunjukkan penularan yang tidak terdeteksi untuk sementara waktu”
"Kami tidak tahu apakah itu berminggu-minggu, berbulan-bulan atau mungkin beberapa tahun. Kami benar-benar tidak tahu apakah sudah terlambat untuk menahannya," kata Lewis memberi keterangan senada dengan Tedros.
Diketahui, Inggris menjadi negara-non endemik yang pertama kali kali mengkonfirmasi kasus, dengan laporan diliris pada 7 Mei. Sementara saat ini, sudah ada lebih dari 550 kasus yang dikonfirmasi di 30 negara di luar Afrika barat dan tengah, dimana penyakit itu menjadi endemik.
Cacar monyet terkait dengan cacar, penyakit yang dulunya mampu membunuh jutaan orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Wabah cacar diketahui baru berhenti setelah penyakit itu dinyatakan diberantas pada tahun 1980.
Namun, tidak seperti 'kerabatnya', cacar monyet yang menyebar melalui kontak dekat, jauh lebih ringan. Gejala penyakit ini biasanya termasuk demam tinggi dan ruam seperti cacar air yang hilang setelah beberapa minggu.
Seruan Melawan Stigma
Sejauh ini, sebagian besar kasus telah dilaporkan di antara laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Meski begitu, para ahli telah memberi peringatan, menyebut tidak ada bukti bahwa cacar monyet ditularkan secara seksual.
"Siapa pun dapat terinfeksi cacar monyet jika mereka melakukan kontak fisik yang dekat dengan individu terinfeksi," kata Tedros.
Tedros pun mendesak semua orang untuk membantu 'memerangi stigma' tersebut, yang katanya tidak hanya keliru, tetapi juga bisa mencegah pasien mencari perawatan, sehingga lebih sulit untuk menghentikan penularan.
"WHO juga mendesak negara-negara yang terkena dampak untuk memperluas pengawasan mereka (terhadap cacar monyet)," tambahnya.
Senada dengan Tedros, Lewis bersikeras mendorong agar semua pihak bekerjasama untuk melacak kontak, demi mencegah penyebaran selanjutnya.
"Sangat penting bahwa kita semua secara kolektif bekerja sama untuk mencegah penyebaran selanjutnya melalui pelacakan kontak dan isolasi orang-orang dengan penyakit ini," desak Lewis.
Vaksin yang dikembangkan untuk cacar adalah 85 persen efektif dalam mencegah cacar monyet. Namun, seperti dilaporkan Al Jazeera, persediaan vaksin ini masih terbatas.
Diketahui, WHO memang tidak mengusulkan vaksinasi massal. Badan kesehatan dunia itu sementara hanya menggunakan vaksin itu untuk target melindungi petugas kesehatan dan orang-orang yang paling berisiko terinfeksi.
Pengaruh Iklim
Saat berbicara dengan wartawan, Lewis menyoroti bahwa kasus cacar monyet juga meningkat di negara-negara endemik. Bahkan menurutnya, di negara-negara itu, setiap tahunnya, ribuan orang bisa jatuh sakit karena penyakit tersebut.
Sepanjang tahun ini, setidaknya ada sekitar 70 kematian akibat cacar monyet di lima negara Afrika.
Tingkat kematian untuk cacar monyet biasanya cukup rendah, dan tidak ada kematian yang dilaporkan di antara kasus-kasus yang dikonfirmasi di luar negara-negara endemik.
Namun, pemimpin WHO untuk penyakit baru, Maria Van Kerkhove, tetap memperingatkan bahwa situasi bisa berubah jika virus menyebar di populasi yang lebih rentan.
Direktur kedaruratan WHO, Mike Ryan, pada Rabu, juga memperingatkan bahwa wabah penyakit endemik termasuk cacar monyet dan demam lassa menjadi lebih persisten dan sering.
"Karena perubahan iklim berkontribusi pada kondisi cuaca yang berubah dengan cepat seperti kekeringan, hewan dan manusia mengubah perilaku mereka dalam mencari makanan. Imbasnya, penyakit yang biasanya beredar pada hewan semakin banyak menyerang manusia.
"Kemampuan menyebar itu sayangnya telah memperkuat penyakit dan penularan di dalam komunitas kita menjadi meningkat," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: