Tren digitalisasi yang semakin masif tidak hanya memberikan manfaat bagi masyarakat. Ibarat pedang bermata dua, digitalisasi juga bisa memberikan kerugian. Pasalnya banyak juga beragam penipuan yang semakin canggih di era digital saat ini. Salah satunya adalah Social Engineering.
Social Engineering atau Soceng adalah cara untuk mengelabui atau memanipulasi korban agar bisa mendapatkan informasi data pribadi atau akses yang diinginkan.
Soceng menggunakan manipulasi psikologis, dengan mempengaruhi pikiran korban melalui berbagai cara dan media yang persuasif dengan cara membuat korban senang atau panik sehingga korban tanpa sadar akan menjawab atau mengikuti instruksi pelaku. Baca Juga: Dorong Pemulihan Ekonomi, OJK Dukung Perluasan Akses Keuangan di Masyarakat
Pelaku kejahatan Soceng akan mengambil data dan informasi pribadimu untuk keuntungannya, seperti mencuri semua uang di rekeningmu, mengambil alih akunmu, atau menyalahgunakan data pribadimu untuk kejahatan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, untuk mendapatkan data pribadi, pelaku soceng biasanya menghubungi korbannya melalui email, telepon, dan media sosial. Adapun data pribadi yang dicuri meliputi username aplikasi, password, PIN, MPIN, kode OTP, nomor kartu ATM, kartu debit, kartu kredit, nama ibu kandung dan lain sebagainya.
"Bentuk serangan Soceng ada berbagai macam, antara lain phising, scam phone, dan impersonation call," terang OJK dalam keterangannya di Jakarta, Senin (20/6/2022).
Adapun modus penipuan yang tengah tren digunakan diantaranya, info perubahan tarif transfer di mana penipu berpura-pura sebagai pegawai bank dan menyampaikan informasi perubahan tarif transfer bank kepada korban. Penipu meminta korban mengisi link formulir yang meminta data pribadi seperti PIN, OTP, dan password.
"Kemudian tawaran menjadi nasabah prioritas. Dalam hal ini penipu menawarkan iklan upgrade menjadi nasabah prioritas dengan segudang rayuan promosi. Penipu akan meminta korban memberikan data pribadi seperti Nomor Kartu ATM, PIN, OTP, Nomor CVV/CVC, dan password," ungkap OJK.
Selanjutnya, akun layanan konsumen palsu. Akun media sosial palsu yang mengatasnamakan bank. Akun biasanya muncul ketika ada nasabah yang menyampaikan keluhan terkait layanan perbankan. Pelaku akan menawarkan bantuan untuk menyelesaikan keluhannya dengan mengarahkan ke website palsu pelaku atau meminta nasabah memberikan data pribadinya.
Dan terakhir adalah penawaran menjadi agen Laku Pandai. Di sini penipu menawarkan jasa menjadi agen laku pandai bank tanpa persyaratan rumit. Penipu akan meminta korban mentransfer sejumlah uang untuk mendapatkan mesin EDC.
"Jika ada oknum yang mengaku pegawai bank menghubungi meminta data pribadimu, jangan diberikan. Pastikan hanya menggunakan aplikasi dan menghubungi layanan resmi bank atau lembaga jasa keuangan," tutup OJK.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: