Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kementerian PPPA Minta UPTD PPA Respons Kekerasan Berbasis Gender Online

        Kementerian PPPA Minta UPTD PPA Respons Kekerasan Berbasis Gender Online Kredit Foto: F5 Labs
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mendorong Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang membidangi Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dan Pengada Layanan tanggap terhadap penanganan kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang mengalami peningkatan selama masa pandemi Covid-19.

        Baca Juga: Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Kabupaten Rokan Hulu, KemenPPPA Dorong Polisi Percepat Proses Hukum

        "Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional [SPHPN] Tahun 2021, prevalensi KBGO tertinggi di Indonesia baik selama hidup maupun setahun terakhir berada pada kelompok umur 15-19 tahun sebanyak 0,23  persen.

        Selain itu, Berdasarkan Catatan Tahunan [CATAHU] Komnas Perempuan Tahun 2021, kasus kekerasan berbasis gender online mengalami kenaikan pesat, yakni dari 281 kasus pada 2019 dan naik menjadi 942 kasus pada  2020. Meskipun banyak data yang menujukkan mengenai KBGO, beberapa kasus kekerasan berbasis gender online sulit diproses secara hukum dan terkendala dengan pembuktian," tutur Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga dan Rentan KemenPPPA, Valentina Gintings pada siaran pers, Rabu (22/6/2022).

        Hal ini ia ungkapkan dalam kegiatan Sosialisasi Pengembangan Kapasitas UPTD dan Pengada Layanan di Provinsi D.I Yogyakarta terkait Barang Bukti Dokumen Elektronik/Informasi Elektronik Untuk Penanganan KBGO.

        Baca Juga: Waspada! Radikalisme Menyusup di Sekolah-sekolah, Ini Pesan KemenPPPA

        Valen memaparkan beberapa kendala yang dialami dalam pelaporan dan penanganan kasus KBGO. Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, LBH APIK, dan SAFEnet hal yang menjadi kendala dalam pelaporan kasus adalah berkenaan dengan barang bukti. Dari sisi Aparat Penegak Hukum (APH), penindakan terkendala karena barang bukti dianggap tidak lengkap ataupun tidak dapat memenuhi prosedur yang diharapkan.

        Di sisi lain, UPTD  dan Organisasi Pengada Layanan kerap mengalami kesulitan dalam mendampingi korban dan membantu proses pelaporan ke Kepolisian. Lebih lanjut, kendala pemahaman yang kurang memadai tentang bentuk-bentuk KBGO, pengumpulan barang bukti elektronik dan dimensi teknologi digital yang digunakan juga dianggap masih jadi hambatan dalam penanganan kasus KBGO.

        "Untuk menjawab tantangan yang dihadapi pemangku kepentingan yang bersinggungan dengan kasus dan menangani korban secara langsung, pengembangan kapasitas UPTD dan Pengada Layanan yang dilaksanakan menjadi sangat penting. Saya berharap kemampuan dan kapasitas dari para tenaga layanan, khususnya di Provinsi D.I Yogyakarta terkait barang bukti elektronik akan semakin meningkat sehingga kita dapat semakin mengoptimalkan dan mewujudkan perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan terutama kekerasan berbasis gender online," ungkap Valen.

        Baca Juga: KemenPPPA: Pijat Bayi Jadi Salah Satu Cara Bangun Interaksi Ibu dan Anak

        Valen menambahkan beberapa regulasi juga telah dikeluarkan sebagai rujukan dalam memberikan perlindungan dari kekerasan berbasis gender online, salah satunya melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Hal itu diharapkan dapat menjadi penopang dan landasan hukum bagi para APH dalam menangani kasus kekerasan berbasis gender online.

        Kepala Subdivisi Digital At-Risks SAFEnet Indonesia, Ellen Kusuma menerangkan beberapa poin penting yang harus dilakukan dalam pendampingan kasus KBGO, antara lain mengutamakan kerahasiaan identitas korban dan pengambilan keputusan/tindakan berdasarkan konsen dari korban. Selain itu, keselamatan bagi korban dan pendamping juga menjadi prioritas utama.

        Baca Juga: Keterwakilan Perempuan di Legislatif Telah Capai 21%, Menteri PPPA: Ini Perlu Ditingkatkan Lagi!

        Ellen menjelaskan upaya yang dapat dilakukan masyarakat dalam menghadapi kasus KBGO di antaranya; (1) menyimpan barang bukti; (2) melakukan pemetaan risiko; (3) buat daftar prioritas kebutuhan dan keamanan; (4) susun kronologi; (5) laporkan ke platform digital terkait; (6) pertimbangkan upaya lapor polisi; dan (7) cari bantuan.

        Adapun, beberapa jenis KBGO yang paling banyak tercatatkan menurut CATAHU Komnas Perempuan 2021, antara lain; (1) ancaman penyebaran video porno; (2) revenge porn; (3) diminta mengirimkan foto/video berkonten porno; (4) penyebaran foto/video porno.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rena Laila Wuri
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: