Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan, dari data Badan Pusat Statistik (BPS, 2021), saat ini jumlah lansia di Indonesia mencapai 29,3 juta jiwa, setara dengan 10,82 persen. Kondisi ini mengidentifikasikan bahwa Indonesia saat ini sudah memasuki ageing population, di mana penduduk lanjut usia (lansia) berjumlah lebih dari 10 persen dari total penduduk.
Hal ini terjadi akibat bertambahnya tingkat harapan hidup dan menurunnya tingkat fertilitas serta mortalitas suatu penduduk. Lansia yang telah memasuki usia lanjut akan mengalami berbagai penurunan secara fisik maupun nonfisik sehingga berbagai perubahan yang terjadi akan memengaruhi lansia dalam menilai dirinya sendiri.
Baca Juga: Jumlah Praktik Bidan Mandiri Berkurang Drastis, BKKBN Tetap Kejar Penurunan Stunting
Pada kondisi terjadi penurunan fungsi fisik maupun nonfisik pada lansia, diperlukan peran yang besar dari keluarga sebagai orang-orang yang sangat dekat dengan lansia untuk bagaimana bisa merawat dengan baik dan bahkan membuat lansia tersebut menjadi mandiri serta sejahtera di masa tuanya. Peran keluarga secara informal adalah sebagai motivator, edukator, dan fasilitator bagi lansia. Sebuah keluarga harus menjadi penyemangat kepada lansia untuk menjalani sisa hidupnya dengan baik.
Keluarga harus bisa memberikan informasi kesehatan sehingga lansia bisa mengetahui mana hal yang harus atau tidak dilakukan, keluarga juga harus bisa membimbing, membantu serta memenuhi semua kebutuhannya. Tidak kalah pentingnya, fungsi perlindungan keluarga yang pada dasarnya berkewajiban untuk melindungi anggota keluarganya yang sedang sakit di masa tuanya.
Namun, tidak semua lansia mengalami penurunan kemampuan, bahkan tidak sedikit lansia yang masih tetap bekerja serta beraktivitas normal di usia senja. Pada tahun 2021, sekitar satu dari dua (49,46 persen) lansia masih aktif bekerja, serta 34,71 persen lansia tinggal bersama tiga generasi dalam rumah tangga (BPS, 2021).
Tinggal bersama tiga generasi, artinya seorang lansia tinggal bersama anak dan cucunya dalam satu rumah, atau tinggal bersama anak dan orang tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan tempat yang aman dan nyaman baik itu untuk lansia itu sendiri maupun untuk anggota keluarga lainnya.
Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Nopian Andusti, SE., MT menjelaskan, saat ini cukup banyak jumlah lansia di Indonesia yang tinggal bersama keluarga. Hal ini tentunya menjadi prospek yang sangat positif dalam meningkatkan kualitas pengasuhan balita dan anak sekaligus mendukung dalam penurunan angka stunting.
Pola pengasuhan kakek nenek (Grand Parenting) yang baik dan benar dapat memberikan dukungan, dorongan dan bantuan yang berharga bagi kualitas tumbuh kembang anak serta menentukan kepribadian anak di masa dewasanya.
"Faktor penyebab stunting itu bukan hanya dari kesehatannya saja, dan intervensinya bukan hanya dari pemerintah saja sehingga lingkungan keluarga merupakan salah satu upaya untuk pencegahan stunting. Salah satunya ialah memberdayakan anggota keluarga seperti lansia yang notabenenya adalah orang yang sangat berpengalaman, sangat dihormati, didengar dan orang tersayang yang selalu memberi nasehat pada anggota keluarga," ujar Nopian dalam siaran pers, Minggu (26/6/2022).
"Tentu saja hal ini merupakan sumber daya yang ada dalam keluarga itu sendiri bagaimana pola asuh yang diberikan lansia dapat diselaraskan dengan pola asuh orang tua di mana pengalaman dan pengetahuan hal-hal positif dari lansia dapat diteladani dan dilanjutkan," jelas Nopian.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BKKBN Periode 2013-2015 yang saat ini menjabat sebagai Rektor Universitas YARSI, Fasli Jalal, mengatakan, ada banyak kelebihan pengasuhan yang dilakukan oleh kakek-nenek atau Grand Parenting ini. "Tidak hanya kelebihan yang didapat oleh kakek-nenek, tapi juga kelebihan untuk si anak," kata Fasli.
Menurut Fasli, salah satu contoh peran dari keluarga besar termasuk kakek-nenek (Grand Parenting) dalam upaya pencegahan stunting adalah dengan menggunakan local genius (kearifan lokal), sebagai contoh pada adat budaya Minangkabau (Manjujai) yang diimplementasikan melalui program Bina Keluarga Balita (BKB) BKKBN, serta program pemerintah dalam pelayanan tumbuh kembang anak.
Nantinya, buku ini berisi tentang ujaran kebaikan, doa, nyanyian dan kisah yang dirangkum dalam 40 permainan untuk meningkatkan stimulasi psikososial anak balita, di samping meningkatkan asupan gizi dari anak. Melalui permainan kearifan lokal, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sosial, emosional, kognitif, motorik dan bahasa serta meningkatkan pertumbuhan fisik anak sekaligus upaya melestarikan kembali budaya sebagai pola pengasuhan anak di masyarakat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Puri Mei Setyaningrum