Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Innalilahi, Rusia Gempur Kyiv dengan Rudal Kala Jokowi Mulai Perjalanan ke Eropa

        Innalilahi, Rusia Gempur Kyiv dengan Rudal Kala Jokowi Mulai Perjalanan ke Eropa Kredit Foto: Reuters/Stringer
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Rudal-rudal Rusia kembali menghantam ibu kota Ukraina Kyiv. Serangan itu terjadi pada hari Minggu (26/5), hanya sehari usai kota penting Sievierodonetsk di timur jatuh ke tangah pasukan pro-Rusia. Kejatuhan Sievierodonetsk merupakan kekalahan besar bagi Kyiv yang telah berjuang untuk tetap memegang wilayah Donbas timur, tujuan militer utama untuk Kremlin. 

        Lebih lanjut, serangan terbaru ke Kyiv dan kejatuhan Sievierodonetsk terjadi ketika para pemimpin dunia sedang berkumpul membahas perang Ukraina. Dalam pertemuan di Eropa itu, mereka pun mencoba membahas upaya penghentian perang, terutama pemberian sanksi lebih lanjut untuk Moskow.

        Pada Minggu dini hari, empat ledakan terdengar di pusat Kyiv, menjadikannya sebagai serangan pertama di kota itu dalam beberapa minggu. Beberapa setelahnya, dua ledakan terdengar di pinggiran selatan Kyiv, ungkap seorang wartawan Reuters.

        Baca Juga: Jokowi Terbang ke Rusia dan Ukraina, Menandakan Indonesia Makin Super Power di Mata Dunia

        "Rusia menyerang Kyiv lagi. Rudal-rudal itu merusak gedung apartemen dan taman kanak-kanak," kata Andriy Yermak, kepala administrasi kepresidenan.

        Di televisi nasional, kepala polisi Ukraina, Ihor Klymenko, menambahkan keterangan, menyebut lima orang telah terluka.

        Kehidupan telah kembali normal di Kyiv setelah perlawanan sengit menahan kemajuan Rusia pada fase awal perang. Meski dalam hal ini, sirene serangan udara secara teratur terdengar di seluruh kota.

        Tidak ada serangan besar di Kyiv sejak Juni.

        Baca Juga: Setelah Ditinggal Jokowi, Sosok Ini yang Sekarang Pegang Kendali Penuh

        Wali Kota Kyiv, Vitali Klitschko, mengatakan di aplikasi pesan Telegram bahwa pengeboman hari Minggu telah menghancurkan sebagian gedung apartemen sembilan lantai dan menyebabkan kebakaran.

        "Ada orang di bawah reruntuhan. Mereka telah mengeluarkan seorang gadis berusia tujuh tahun. Dia masih hidup. Sekarang mereka mencoba menyelamatkan ibunya," ungkap Klitschko. 

        Ledakan juga terdengar pada hari Minggu di pusat kota Cherkasy, yang sejauh ini sebagian besar belum tersentuh oleh pemboman, kata gubernur daerah Oleksandr Skichko di Telegram.

        Rusia membantah menargetkan warga sipil. Namun, Ukraina dan Barat menuduh pasukan Kremlin melakukan kejahatan perang dalam konflik tersebut, di mana ribuan orang telah tewas, jutaan lainnya melarikan diri, dan banyak kota hancur lebur oleh rudal.

        Indonesia ikut berbicara

        Kremlin telah menyebut serangannya ke Ukraina sebagai 'operasi militer khusus' yang katanya demi keamanan Rusia. Namun, Kyiv dan Barat mengatakan invasi itu tidak lebih dari perampasan tanah.

        Serangan Moskow terhadap tetangganya dimulai pada 24 Februari, dan menjadi konflik tanah terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Kedua. Kini, perang telah memasuki bulan kelima, dan aliansi Barat yang mendukung Kyiv mulai menunjukkan tanda-tanda ketegangan. Para pemimpin dunia khawatir tentang dampak perang terhadap biaya ekonomi yang meningkat. Dampak yang sangat terasa termasuk bagaimana harga pangan dan energi yang terus melonjak.

        Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, ikut berbicara ketika para pemimpin G7 Tujuh berkumpul untuk pertemuan puncak di Jerman. Ia menegaskan bahwa Barat perlu mempertahankan front persatuan melawan Presiden Rusia Vladimir Putin.

        Baca Juga: Dibocorkan Pejabat Tinggi atas Kekuatan Rusia: Pasukan Ukraina Diperintahkan Mundur

        "Untuk melindungi persatuan tersebut, dan untuk membuatnya berhasil, Anda harus melakukan diskusi yang benar-benar jujur tentang implikasi dari apa yang sedang terjadi, tekanan yang dirasakan oleh teman, rekan, dan pasangan."

        "Harga untuk mundur, harga membiarkan Putin berhasil, harga membiarkan sebagian besar Ukraina diretasnya, dan membiarkannya melanjutkan program penaklukan atas negara itu, harga itu akan jauh, jauh lebih tinggi," kata Johnson kepada wartawan.

        Perang memang telah berdampak besar pada ekonomi global dan keamanan Eropa, menaikkan harga gas, minyak, dan makanan. Konflik ini telah mendorong Uni Eropa untuk mengurangi ketergantungan pada energi Rusia hingga membuat Finlandia dan Swedia untuk mencari keanggotaan NATO.

        Indonesia, yang telah menjalin hubungan dengan Rusia maupun Ukraina, juga sampai menyatakan sikapnya. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan dia akan mendesak Moskow dan Kyiv untuk memulai dialog selama misi perdamaian untuk kedua negara yang bertikai itu. Presiden Indonesia ini juga telah berupaya mendesak Putin untuk memerintahkan gencatan senjata segera.

        Baca Juga: Terlihat Lebih Pro-Rusia Dibanding Ukraina, Jokowi Dikecam Aktivis Kemanusiaan, Disebut Tidak Adil!

        "Perang harus dihentikan dan rantai pasokan pangan global perlu diaktifkan kembali,” kata Jokowi sebelum berangkat menghadiri KTT G7 di Jerman.

        Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga telah memperingatkan bahwa perang yang berkepanjangan di Ukraina, akan menyebabkan krisis kelaparan global. Mengingat, Ukraina menjadi salah satu pengekspor biji-bijian utama dunia.

        Sementara itu, para pemimpin NATO dijadwalkan akan mengadakan pertemuan puncak di Madrid, mulai 29 hingga 30 Juni.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: