Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, meminta para elit politik contohkan hal-hal yang baik dalam berpolitik. Itu perlu dilakukan demi mengatasi polarisasi yang tengah terjadi dimasyarakat belakangan ini.
Baginya, elit politik harus menunjukan contoh menghargai perbedaan dan sikap melihat pihak lain yang berbeda pandangan politik sebagai teman diskusi semata.
Baca Juga: Ada Wacana Duet Pemersatu Bangsa Ganjar-Anies, Djarot PDIP: Yang Mempersatukan Bangsa Bukan Orang
"Mesti terbuka dan jaga komunikasi dengan semua pihak. Menghargai perbedaan. Melihat pihak yang berbeda pendapat atau berbeda kubu, bukan sebagai musuh, melainkan sebagai lawan berdialektika, dan mitra dalam membangun negeri," kata Herzaky dalam keterangan yang diterima, Selasa (28/6/2022).
Selanjutnya, kata Herzaky, elit politik jangan takut untuk berkompetisi. Jangan malah menghalang-halangi calon lain untuk muncul dalam Pilpres mendatang.
"Pilpres 2014 dan 2019 yang hanya diikuti dua kubu dan sosok yang bertarung sama persislah yang membuat keterbelahan di masyarakat semakin mendalam. Buka ruang untuk koalisi dan pasangan calon minimal tiga di Pilpres 2024 untuk cegah keterbelahan," lanjut dia.
Koordinator juru bicara Partai Demokrat itu juga meminta hentikan politik kebencian, dan framing yang merusak. Jangan hanya demi kemenangan semata, kata dia, rela menghancurkan pribadi lawan kontestasi.
Baca Juga: Izin Usaha Dicabut Anies, Ternyata Oh Ternyata Holywings Tak Punya Ini
"Tidak lagi kedepankan adu gagasan dan adu program, tetapi menyerang pribadi, bahkan menguliti habis kekurangan pribadi lawan. Bukan beradu kelebihan, melainkan mengeksploitasi habis kekurangan lawan. Bahkan memframing lawan sebagai ancaman yang bisa menghancurkan negeri kalau terpilih. Melabel lawan dengan citra kelompok yang dibenci," ujar Herzaky.
Hal-hal tersebutlah yang dianggap dapat hentikan polarisasi. Bukan malah memasang satu calon dengan calon lainnya. Sebab, jika itu dilakukan, sama saja menuduh sosok yang dipasangkan sebagai sumber polarisasi.
"Padahal, jelas-jelas polarisasi ini, keterbelahan di masyarakat, terjadi sejak Pilpres 2014, ketika hanya ada dua kubu capres, Jokowi dan Prabowo, yang kemudian berlanjut di 2019," klaim Herzaky. "Pertanyaannya, mengapa seakan perang di antara Jokowi dan Prabowo seakan mau diturunkan ke Ganjar dan Anies? Siapa sebenarnya yang mendapat untung dari polarisasi selama 2014 dan 2019? Pihak mana? Tokoh mana? Parpol mana?"
Ia pun menegaskan masyarakat agar lebih berhati-hati kedepannya. Sebab, masih ada kemungkinan pembelahan di masyarakat terus dipertahankan, sebab ada pihak-pihak yang diuntungkan akan hal itu.
"Demokrat, seperti yang ditegaskan Ketum AHY di berbagai kesempatan, bakal berjuang melawan pihak-pihak yang berupaya melanggengkan keterbelahan masyarakat. Agar polarisasi tak lagi mendapat tempat di Pilpres 2024," pungkas Herzaky.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Adrial Akbar
Editor: Adrial Akbar
Tag Terkait: