Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Stagflasi Mengancam Indonesia, BI Wajib Terus Waspada

        Stagflasi Mengancam Indonesia, BI Wajib Terus Waspada Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pengamat Perbankan Paul Sutaryo menyebut terdapat kemungkinan yang cukup besar Indonesia akan mengalami stagflasi atau stagnasi bersamaan dengan inflasi.

        "Kemungkinan besar, stagflasi juga akan melanda Indonesia. Stagflasi (stagnasi + inflasi) yang ditengarai dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat dan kenaikan inflasi," ujar Paul saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Kamis (14/7/2022).

        Paul mengatakan, potensi tersebut mengakibatkan suku bunga kredit perbankan akan terancam naik ketika suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) naik mengikuti kenaikan suku bunga acuan AS atau The Fed Fund Rate (FRR).

        Baca Juga: Inflasi Indonesia Relatif Aman, Tapi Pemerintah Jangan Diam Saja atas Gejolak Dunia!

        Menurutnya, meskipun saat ini suku bunga acuan BI masih bertahan pada level 3,5 persen akibat inflasi yang berada di level 3,55 persen atau masih di bawah target yang berada di kisaran 3 plus minus 1 persen, tetapi ketika FFR naik terus, BI kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga acuan.

        "Inilah yang memacu kenaikan suku bunga kredit perbankan. Akibatnya, pertumbuhan kredit perbankan akan tertekan," ujarnya.

        Lanjutnya, dampak tersebut akan sangat dirasakan oleh bank yang tidak memiliki modal terlalu besar untuk melakukan ekspansi.

        "Untuk itu, BI wajib terus mewaspadai kenaikan suku bunga acuan AS. Pemerintah pun wajib terus mengucurkan stimulus fiskal untuk menjaga momen pertumbuhan ekonomi yang sedang merekah dewasa ini," tutupnya.

        Sementara itu, analis ekonomi dan Head of Group Government Program, Division of Small Business and Programs BNI Chandra Bagus Sulistyo mengatakan, pengaruh inflasi yang tidak terkendali terhadap perbankan cukuplah besar.

        Menurutnya, ketika inflasi itu tinggi, otomatis perekonomian tidak bisa bergerak dan ketika perekonomian tidak bisa bergerak, berarti ruang ekspansi perbankan akan sangat terbatas.

        "Berarti ruang ekspansi kita untuk penyaluran kredit juga akan terganggu, likuiditas kas kita juga akan semakin ketat, sehingga kita berupaya berkolaborasi dengan peran kita masing-masing agar inflasi bisa terjaga dengan baik," ujar Chandra.

        Maka dari itu, untuk menjaga angka inflasi, menurutnya, diperlukan adanya relaksasi suku bunga dan dorongan lebih lanjut untuk mengendalikan inflasi di daerah.

        "Salah satu yang dilakukan adalah relaksasi suku bunga. Kemudian di BI sendiri dan OJK dia punya tim pengendali inflasi yang ada di daerah, mereka mencoba menstabilkan harga pangan pokok, sehingga proses perputaran ekonominya menjadi lebih smooth, kemudian ruang gerak untuk perbankan melakukan ekspansi semakin tinggi karena masyarakat memang butuh dana untuk mengembangkan usaha atau membuat usaha baru dengan semakin banyaknya permintaan yang ada di pasar," ujarnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: