Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Aturan Fintech Lending Terbaru OJK, Dinilai akan Semakin Perkuat Industri

        Aturan Fintech Lending Terbaru OJK, Dinilai akan Semakin Perkuat Industri Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Setelah lama dinanti oleh industri fintech lending atau juga dikenal dengan peer-to-peer lending, pada tanggal 04 Juli 2022 peraturan fintech lending terbaru resmi berlaku dengan diundangkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi atau POJK 10/2022. 

        Peraturan ini sekaligus mencabut peraturan fintech lending sebelumnya yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

        Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan, POJK 10/2022 ini diperuntukan untuk mengembangkan industri keuangan yang dapat mendorong tumbuhnya alternatif pembiayaan, mempermudah dan meningkatkan akses pendanaan bagi masyarakat dan pelaku usaha melalui suatu layanan pendanaan berbasis teknologi informasi. 

        Baca Juga: OJK Terbitkan Aturan Baru Operasional Fintech, Ada 17 Poin yang Disempurnakan

        “Dalam rangka mengakomodasi perkembangan industri yang cepat dan lebih kontributif serta memberikan pengaturan yang optimal pada perlindungan konsumen,” ujar Anto dalam keterangan resminya, Jumat (15/7)

        Pakar Hukum Fintech dan Keuangan Digital, Chandra Kusuma, menyambut baik diundangkannya peraturan fintech lending terbaru ini yang diharapkan semakin memperkuat tata kelola, manajemen resiko dan operasional serta komitmen perlindungan konsumen dan kepatuhan hukum dari pelaku usaha fintech lending.

        “POJK 10/2022 ini sangat total meminta komitmen nyata para pelaku usaha yang telah berizin maupun calon penyelenggara fintech lending yang akan mengajukan permohonan perizinan baru untuk memprioritaskan perlindungan konsumen, manajemen resiko, governansi, kesehatan keuangan dan operasional serta sustainability perusahaan. Memang ketat dan tegas namun tujuannya baik. Tidak bisa main-main atau asal-asalan jika mau berbisnis di bidang usaha ini, atau nanti malah konsumen dan kredibilitas industri yang jadi korbannya.” kata Chandra.

        Menurut Chandra, POJK ini sangat memperketat seleksi dan market entry requirement terhadap calon investor atau pelaku usaha baru yang hendak mengajukan perizinan di bisnis fintech lending dengan meningkatkan syarat minimum modal disetor sebesar RP25 miliar. Jumlah ini meningkat drastis dari syarat modal disetor untuk pendaftaran sebesar Rp1 miliar dan perizinan sebesar Rp2,5 miliar dalam peraturan fintech lending yang lama. 

        “Investor atau calon penyelenggara fintech lending yang sumber keuangannya tidak jelas atau fondasi finansialnya tidak kuat dan sehat akan sulit memperoleh izin. Kualitas penyelenggara lebih penting daripada kuantitas. Dengan syarat modal yang tinggi, secara tidak langsung calon penyelenggara diharapkan bisa memiliki perencanaan dan kesiapan finansial, operasional dan teknis yang jelas dan sistematis serta komitmen yang tinggi untuk sustain the business in the long run,” ucap Chandra.

        Baca Juga: Dalam 5 Tahun Terakhir, OJK Dinilai Berhasil Dorong Perkembangan Pasar Modal

        “Jadi jangan sampai nanti ada calon investor atau penyelenggara yang setelah dapat izin tidak lama kemudian dijual izinnya untuk peroleh capital gain, sifatnya hit and run dan ingin untung cepat. Bisa juga ada investor yang ajukan izin tapi sumber atau kondisi keuangannya tidak jelas, tidak siap komitmen bisnis jangka panjang, cenderung mudah kolaps tanpa fundamental bisnis, operasional dan manajemen resiko serta komitmen perlindungan konsumen yang kuat,” ungkapnya.

        Chandra mengatakan, di peraturan sebelumnya dengan syarat modal hanya Rp2,5 miliar untuk perizinan bahkan Rp1 miliar untuk pendaftaran, cukup mudah bagi investor yang tidak kredibel atau kompeten untuk memenuhi persyaratan permodalan. 

        “Kalau diperaturan yang lama, bisa saja ada individu atau institusi lokal atau asing yang cukup patungan dan jual asetnya hingga terkumpul Rp1 atau Rp2,5 miliar lalu berharap bisa memulai bisnis fintech lending tanpa pengalaman dan kompetensi yang relevan untuk berbisnis secara going concern dalam jangka panjang, tanpa kematangan dan kesiapan serta ketahanan finansial untuk berkompetisi dan bertumbuh secara sustainable dengan komitmen regulatory compliance dan consumer protection maksimal. Syarat modal dan ekuitas dalam POJK baru ini sudah tepat,” pungkas Chandra.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: