Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dituding Jadi Mahkamah Pesanan, MK Nggak Tinggal Diam

        Dituding Jadi Mahkamah Pesanan, MK Nggak Tinggal Diam Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menanggapi kritik pakar kebijakan publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat yang menyebut MK sebagai Mahkamah Pesanan atas putusannya terkait Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN).

        Fajar menegaskan MK telah mengkaji kasus sesuai dengan data-data selama persidangan.

        "Semua dalil permohonan pemohon sudah dijawab oleh MK berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, alat bukti, dan keyakinan hakim. Itu semua sudah tertuang rinci di bagian Pendapat Mahkamah," kata Fajar saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Jumat (22/7/2022).

        Baca Juga: MK Tolak Gugatan Ganja Medis, Tenang Saja, Ada Jalan Lain Menuju Roma

        Fajar mengatakan MK telah terbiasa menerima kritik atas putusan-putusannya. Artinya, kritik dan ketidaksetujuan terhadap putusan MK merupakan suatu hal yang biasa.

        Akan tetapi, dia meminta pihak-pihak yang mengkritik putusan MK untuk lebih cermat membaca hasil putusan, termasuk Achmad Nur Hidayat.

        "Hampir tak ada putusan MK yang tak dikritik. Tetapi, MK memastikan semua proses sudah dilakukan dalam koridor dan kaidah peradilan yang independen, transparan, dan akuntabel," tandasnya.

        Dia kemudian menambahkan, "Kalau ada yang mengatakan MK sebagai Mahkamah Pesanan, minta saja keterangan dan apa buktinya kepada yang bersangkutan."

        Sebelumnya, Achmad Nur Hidayat merilis pernyataan yang mengkritik hasil putusan MK atas UU IKN. Majelis MK menyatakan bahwa UU IKN tidak melanggar konstitusi, baik dalam proses pembentukannya maupun pokok-pokok pembahasannya.

        Akan tetapi, Achmad Nur Hidayat melihat sejumlah kondisi yang janggal. Dalam pernyataannya, ia menyoroti poin-poin kejanggalan yang mencakup lampiran yang sebelumnya tak mendapat persetujuan di tingkat komisi dan paripurna, naskah akademik yang dikritik lantaran selevel skripsi mahasiswa, ketidakjelasan sumber dana, hingga klaim keterlibatan partisipasi publik yang Achmad yakini belum mewakili aspirasi rakyat.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Imamatul Silfia
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: