Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Harga TBS Masih Murah, Apkasindo Bentuk Tim Monitor Harga TBS

        Harga TBS Masih Murah, Apkasindo Bentuk Tim Monitor Harga TBS Kredit Foto: Antara/Makna Zaezar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemberlakuan pembebasan Pajak Ekspor (PE) untuk produk crude palm oil (CPO) sejak 16 Juli yang membuat flush out (FO) tidak berlaku dimulai pada 1 Agustus tidak membuat harga tandan buas segar (TBS) sawit naik secara signifikan.

        Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung menyebut untuk memastikan kebijakan FO tidak berlaku bagi TBS petani, pihaknya membentuk tim monitor untuk membantu petani sawit nasional.

        Adapun keputusan tersebut tertera melalui Surat Nomor 104/DPP-APKS/VII/2022, Dewan Pimpinan Pusat Apkasindo menugaskan seluruh Ketua Dewan Pimpinan Wilayah di 22 provinsi dan semua Ketua Dewan Pimpinan Daerah di 146 kabupaten/kota, dari Aceh hingga Papua untuk memantau serta melaporkan pergerakan harga TBS dan melaporkan PKS-PKS yang masih membeli TBS petani dengan harga tidak wajar.

        Baca Juga: Pemerintah Ambil Langkah-Langkah Perbaikan untuk Peningkatan Kesejahteraan Petani Sawit

        "Format laporan lengkap terlampir dengan menyertakan nama PKS (Pabrik Kelapa Sawit) dan harga beli di PKS, kecamatan, kabupaten, provinsi, untuk dilaporkan ke WA Pos Pengaduan Apkasindo di 0878-8224-6515. Semua nama pelapor akan kami rahasiakan," ujar Gulat, Senin (1/8/2022).

        Gulat mengatakan, berdasarkan perhitungan tim DPP Apkasindo, mulai hari ini dengan tidak berlakunya lagi FO (US$200 per ton CPO), maka harga CPO domestik akan terdongkrak sebesar Rp3.000 per kg yang jika ditransmisikan ke harga TBS, akan terdongkrak sebesar Rp1.000 per kg.

        "Jadi akan double strike, yang pertama Rp1.000 per kg TBS akibat dinolkannya PE, dan kedua Rp1.000 per kg TBS akibat tidak berlakunya PO. Kenaikan harga TBS akibat dinolkannya PE memang baru mendongkrak harga TBS petani Rp250-650 per kg TBS. Saya berharap dengan tidak berlakunya FO mulai hari ini, 1 Agustus, akan nyata mendongkrak harga TBS," ujarnya.

        Gulat menyebut, harga TBS petani dari 22 provinsi sawit Apkasindo, sebelum PMK 115 diberlakukan adalah kisaran Rp1.100 per kg. Namun, sampai 30 Juli lalu, harga TBS petani swadata hanya berada pada angka Rp1.448 dan petani bermitra Rp1.775 per kg TBS. Semua harga ini 5-21 persen di bawah harga rekomendasi Dinas Perkebunan.

        "Harusnya harga TBS sudah Rp2.100-Rp2.250, sebagai dampak tidak dibebankan lagi PE. Hal ini tidak terlepas dari lambatnya pergerakan Harga CPO hasil tender KPBN," ungkapnya.

        Maka dari itu, DPP Apkasindo bekerja sama dengan semua jajaran 22 provinsi Apkasindo dari Aceh sampai Papua supaya memantau semua PKS-PKS. Dengan kata lain, tidak ada lagi alasan PKS untuk mengatakan tangki penuh karena faktanya ekspor sudah menuju normal. 

        Bahkan di Juni lalu, ekspor CPO dan 26 turunannya sudah meningkat 28% dibandingkan ekspor Juni 2021. Dari awal Juli sampai akhir Juli terpantau ekspor sudah mencapai 2 juta ton lebih. Demikian juga pihak korporasi refinary dan eksportir tidak ada alasan lagi membeli CPO dari PKS dengan harga murah karena ekspor sudah berjalan dan beban CPO sudah berkurang US$400 per ton (Rp6 juta per ton CPO atau Rp6.000 per kg CPO).

        Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) harus segera menghapuskan DMO dan DPO karena stok minyak goreng di pasaran saat ini sudah mencukupi dan sesuai HET, sehingga kebijakan tersebut tidak lagi relevan, malah menjadi beban bagi TBS petani.

        "Pak Mendag jangan terlampau mendengar pendapat-pendapat yang tidak memahami tentang sawit hulu-hilir. Ini saatnya Pak Mendag mendobrak regulasi yang tidak perlu," ujar Gulat.

        Menurutnya, DMO dan DPO ini kebijakan Menteri yang lama dan salah satu penyebab hancurnya harga TBS pada tingkat petani.

        "Seharusnya Pak Mendag tidak perlu berpikir lebih lama lagi perihal penghapusan DMO dan DPO ini. Kalau yang ditakutkan Mendag akan langkanya bahan baku minyak goreng sawit (CPO) dengan dihapusnya DMO dan DPO, itu kan hanya anggapan dan bisa diantisipasi dengan MGS subsidi, jadi instrumen ke depannya cukup dengan BK dan PE. Jadi berapapun harga CPO dunia, harga MGS rakyat harus sesuai HET pemerintah, selisih harga HET dengan harga keekonomian akan disubsidi dana sawit (BPDPKS), itu clear," tuturnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: