Berbagai manfaat ditawarkan media sosial (medsos). Mulai dari membangun jejaring pertemanan hingga tempat mengekspresikan diri. Namun, medsos juga berpotensi menghadirkan masalah. Salah satunya penipuan. Data terakhir dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), uang hasil penipuan di Indonesia mencapai Rp117 triliun. Besarnya angka ini menunjukkan masyarakat masih rentan tertipu.
Relawan Mafindo, Dosen Praktisi, HR Professional, Rovien Aryunia, S.Pd., M.PPO., M.M menyebutkan, pelaku penipuan umumnya menunjukkan perilaku sama sebelum melakukan aksinya.
Baca Juga: Cegah Perundungan di Medsos! Gampang, Lakukan Dua Cara ini
"Mereka melakukan flexing, menunjukkan hidup dalam kemewahan sehingga korban percaya akan baik-baik saja. Tujuannya mendapatkan korban," ujarnya saat Webinar Makin Cakap Digital 2022 untuk kelompok masyarakat di wilayah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, pada Minggu (31/7/2022), dalam keterangan tertulis yang diterima.
Metode flexing, lanjut Rovien, juga ditunjukkan dalam film dokumenter "The Tinder Swindler" dan "Inventing Anna". Keduanya melakukan penipuan dengan diawali menunjukkan hidup dalam kekayaan, padahal uangnya didapat dari korban yang ditipu pertama. Tujuannya untuk menjerat korban berikutnya.
Baca Juga: Jangan Terima Mentah-Mentah, Kritisi Setiap Informasi di Media Sosial
Baru-baru ini ramai kasus penipuan investasti di Indonesia. Sang pelaku Indra Kenz berakhir di penjara. Semua kekayaannya ternyata bohongan. Dia menggunakan metode flexing untuk menarik orang berinvestasi sepertinya.
"Profil media pelaku biasanya tidak konsisten, sok akrab banget, umbar janji manis, dan ujung-ujungnya uang," kata Rovien.
Pengguna internet di Indonesia pada tahun 2021 mengalami peningkatan, We Are Social mencatat kini pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta pengguna, di mana sebanyak 170 juta penggunanya menggunakan media sosial. Dapat dikatakan pengguna internet mencapai 61.8% dari total populasi Indonesia.
Menurut Survei Literasi Digital di Indonesia pada tahun 2021, Indeks atau skor Literasi Digital di Indonesia berada pada angka 3,49 dari skala 1-5. Skor tersebut menunjukkan bahwa tingkat literasi digital di Indonesia masih berada dalam kategori Sedang.
Baca Juga: Jadikan Konten Kebudayaan Indonesia Sebagai Kiblat di Medsos
Sebagai respons untuk menanggapi perkembangan TIK ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi melakukan kolaborasi dan mencanangkan program Indonesia Makin Cakap Digital. Program ini didasarkan pada empat pilar utama literasi digital yakni Kemampuan Digital, Etika Digital, Budaya Digital, dan Keamanan Digital. Melalui program ini, 50 juta masyarakat ditargetkan akan mendapat literasi digital pada tahun 2024.
Webinar #MakinCakapDigital 2022 untuk kelompok masyarakat di wilayah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siber Kreasi.
Baca Juga: Indonesia Kaya Akan Keanekaragaman Budaya, Selalu Terapkan Etika Digital Saat Main Media Sosial
Kali ini hadir pembicara-pembicara yang ahli di bidangnya untuk berbagi terkait budaya digital antara lain Relawan Mafindo, Dosen Praktisi, HR Professional, Rovien Aryunia, S.Pd., M.PPO., M.M. Kemudian Dosen ilmu komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya, dan Japelidi, Dr. Lilik Hamidah, M.Si, serta Digital Campaign Strategist Seknas Jaringan GUSDURian, Muhammad Pandu.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai program Makin Cakap Digital 2022 hubungi info.literasidigital.id dan cari tahu lewat akun media sosial Siberkreasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: