Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Akselerasi Pensiun Dini PLTU secara Bertahap Bakal Dukung Target Pencapaian NZE 2060

        Akselerasi Pensiun Dini PLTU secara Bertahap Bakal Dukung Target Pencapaian NZE 2060 Kredit Foto: PLN
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Strategi akselerasi pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara sangat mungkin dilakukan untuk mencapai target penghentian seluruh PLTU batu bara pada 2045.

        Peneliti Center for Global Sustainability, Universitas Maryland Ryna Cui mengatakan, penghentian PLTU batu bara secara bertahap dengan bantuan internasional serta koordinasi nasional yang terencana akan mendukung pencapaian target bebas emisi Indonesia pada 2050 dan sesuai dengan peta jalan pembatasan suhu global di bawah 1,5 derajat selsius.

        Menurutnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa Indonesia dapat mempercepat penghentian pengoperasian PLTU batu bara pada tahun 2045 dengan dukungan internasional. 

        Baca Juga: Tanpa Pensiunkan PLTU Batu Bara, NZE 2060 Bakal Sulit Tercapai

        Analisis tersebut menunjukkan bahwa Indonesia harus menghentikan operasi 72 PLTU batu bara di Indonesia yang dimulai dengan mengurangi pembangkitan listrik dari PLTU batu bara sebesar 11 persen selama delapan tahun ke depan dan selanjutnya meningkatkan jumlah PLTU batu bara yang dipensiunkan menjadi 90 persen sebelum 2040.

        "Analisis kami menemukan bahwa melalui transisi batub ara yang berkeadilan, sekarang adalah saat di mana Indonesia dapat mengambil tindakan kritis yang akan menyiapkan negara untuk mengakselerasi pensiun dini batu bara dan memperkuat komitmen iklim internasional sebelum COP27," ujar Ryna dalam webinar, Rabu (3/8/2022).

        Sementara itu, kebutuhan pembiayaan untuk menerapkan penghentian PLTU batu bara dengan transisi energi berkeadilan diperkirakan mencapai US$27,5 miliar, yang membutuhkan upaya dalam negeri yang kuat dan dukungan internasional.

        Lanjutnya, meskipun Indonesia telah berkomitmen pada tujuan ambisius untuk mencapai bebas emisi pada 2060 atau lebih cepat dan menghapus batu bara secara bertahap pada 2040-an dengan bantuan internasional, ketergantungan Indonesia pada batu bara di sistem energi dalam negeri bahkan mengekspor ke luar negeri menjadi tantangan dalam mencapai tujuan tersebut.

        "Meski begitu, dengan penjadwalan pensiun per unit PLTU batu bara yang dirincikan dalam laporan ini, Indonesia, menuju COP27 November ini, dapat memberikan sinyal kepada dunia terhadap komitmennya dengan menetapkan target yang kuat dan layak untuk menghentikan PLTU batu bara pada 2045," bebernya.

        Adapun kerangka kerja di laporan ini diawali dengan mengembangkan jalur untuk bebas emisi nasional pada 2050, yang dilanjutkan dengan menyusun peta jalan penghentian per unit PLTU batu bara secara jelas melalui pendekatan pemodelan yang terintegrasi. 

        Jadwal pensiun dibangun berdasarkan kinerja teknis, ekonomi, dan lingkungan masing-masing PLTU batu bara.

        "Kajian ini menawarkan tenggat waktu penghentian per unit PLTU batu bara secara terperinci yang layak secara finansial berdasarkan penilaian sistematis kami tentang manfaat dan biaya implementasi transisi energi batu bara ke energi bersih yang berkeadilan serta cepat," ungkapnya.

        Sementara itu, Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menyebut dalam penelitian tersebut ditemukan beberapa hal di antaranya, pertama bahwa Indonesia dapat dengan cepat berhenti menggunakan batu bara dan memenuhi tujuan pengurangan emisi domestik dan internasional.

        "Namun, yang terpenting adalah kajian ini menunjukkan bahwa Indonesia dapat melakukannya dengan cara yang menguntungkan kesehatan dan ekonomi masyarakat," ujar Fabby. 

        Menurutnya, mempercepat pensiun dini PLTU batu bara akan menelan biaya lebih dari US$32 miliar dolar hingga 2050. Akan tetapi, pensiun dini PLTU batu bara mempunyai manfaat positif dari terhindarnya biaya subsidi listrik yang diproduksi dari PLTU batu bara dan biaya kesehatan yang masing-masing berjumlah US$34,8 dan US$61,3 miliar.

        "Dua hingga empat kali lebih besar—dari biaya aset terbengkalai, penghentian pembangkit (decommissioning), transisi pekerjaan, dan kerugian penerimaan negara dari batu bara," ungkapnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: