Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pasang Surut Nasib Pelaku Ritel di Sektor Mal Akibat Pandemi hingga Ketidakstabilan Ekonomi

        Pasang Surut Nasib Pelaku Ritel di Sektor Mal Akibat Pandemi hingga Ketidakstabilan Ekonomi Kredit Foto: Antara/Teguh Prihatna
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pandemi hingga ketidakstabilan ekonomi global membuat nasib pelaku ritel di pusat perbelanjaan menjadi terombang-ambing. Seperti yang diketahui, pemerintah membuat berbagai respons kebijakan guna menangani pandemi di Tanah Air, mulai dari pembatasan kerumunan hingga kewajiban vaksin. Di sektor ritel sendiri, kebijakan yang berlaku juga termasuk pembatasan jumlah pengunjung dan jam operasional, bahkan penutupan sementara pusat perbelanjaan yang merupakan ruang publik.

        Kebijakan-kebijakan itu berdampak pada jumlah kunjungan serta tingkat penjualan. Ketua Umum DPP Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengungkapkan jumlah kunjungan dan tingkat penjualan di pusat perbelanjaan terkoreksi hingga ke angka 60% secara nasional bila dibandingkan pada kondisi normal.

        “Di 2022 ini, kami perkirakan bisa naik hingga 70%-80%, bahkan 90%. Tapi, paling tidak, 80% tercapai secara nasional,” ujar Alphonzus di Jakarta, Rabu (3/8/2022).

        Baca Juga: Asosiasi Pengelola Mal Minta Pemerintah Longgarkan Kebijakan untuk Pusat Perbelanjaan

        Hal senada juga diungkapkan oleh perwakilan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Ketua Tim pada Direktorat Bina Usaha Perdagangan Kemendag, Widiantoro, mengungkapkan penjualan eceran sempat mengalami penurunan hingga ke angka 20,6% pada Mei 2020. Kondisi baru mulai membaik pada Oktober 2021 hingga saat ini.

        Kondisi tersebut menurunkan kepercayaan diri para pelaku ritel untuk menjalankan bisnis mereka. Akhirnya, banyak pelaku ritel yang memutuskan untuk melakukan konsolidasi atau menghentikan operasi bisnis mereka.

        “Mereka [pelaku ritel] ingin mengembangkan usaha tetapi masih wait and see, dan ini keterusan. Akibatnya, occupancy tenant di DKI Jakarta itu selama dua tahun ini rata-rata turun antara 5-15%,” ungkap Ellen Hidayat, Ketua DPP DKI Jakarta APPBI.

        Nasib pelaku ritel makin rentan dengan situasi perekonomian global yang mengalami gelombang inflasi serta krisis energi dan pangan akibat perang Rusia-Ukraina. Alphonzus mengatakan restoran dan kafe akan menjadi yang paling terdampak akibat kondisi tersebut.

        “Dampak yang paling terasa itu di restoran dan kafe, karena menggunakan gas. Jadi, biaya produksi bisa naik dan akhirnya harga naik," katanya.

        Hingga saat ini, para pengusaha masih berupaya mempertahankan biaya produksi agar tak perlu menaikkan harga jual. Akan tetapi, bila dampak krisis global masih terus berlanjut, maka ada kemungkinan pelaku usaha terpaksa menaikkan harga produk mereka.

        "Saya tidak tahu apakah pelaku usaha bisa bertahan terus dengan tidak menaikkan harga. Tetapi sekarang, saya kira sudah ada kecenderungan kenaikan harga," tuturnya.

        Rentannya Nasib Pelaku di Sektor Pusat Belanja

        Ellen mengaku pusat perbelanjaan yang menjadi anggotanya selalu waswas tiap minggunya lantaran menanti kebijakan pemerintah. Sebab, tiap kali kasus Covid-19 mengalami peningkatan, pusat perbelanjaan menjadi salah satu pihak yang disasar oleh kebijakan pemerintah.

        “Makan di restoran dibatasi, masuk mal wajib vaksin, dan kebijakan lainnya, itu membuat pengunjung jadi malas ke mal, karena masyarakat Indonesia itu tidak suka sesuatu yang ribet,” terangnya.

        Menurut Ellen, hanya 10% dari pusat belanja anggota APPBI yang memiliki tingkat jumlah kunjungan sebesar 70% hingga 80%. Sementara sisanya memiliki tingkat kunjungan di angka 65%. “Kebanyakan anggota kami rata-rata trafik masih di 65%, mereka ini jalan di tempat.”

        Teranyar, pemerintah mengeluarkan kebijakan wajib vaksin booster bagi masyarakat yang ingin mengunjungi tempat publik, termasuk mal. Karena kebijakan ini, jumlah pengunjung mal menurun sebesar 10% dalam kurun waktu seminggu.

        Guna memitigasi dampak kebijakan, APPBI segera merespons dengan kembali menggelar sentra vaksinasi di mal-mal yang menjadi anggotanya. Dengan begitu, para pengunjung yang belum menerima vaksin dosis ketiga dapat melakukan vaksinasi saat berkunjung ke mal.

        "Kami tidak menyerah dengan langsung bekerja sama dengan puskesmas setempat atau departemen kesehatan lain untuk kembali membuka sentra vaksinasi," jelas Ellen.

        Selain para mitra usaha, kebijakan juga berdampak pada tenaga kerja lain di ekosistem pusat perbelanjaan. Dulu, pusat perbelanjaan dapat menyerap tenaga kerja lulusan SMP atau SMA untuk bekerja sebagai SPG, outsourcing, security, hingga housekeeping. Namun, karena perlu melakukan efisiensi, maka pusat perbelanjaan belum mampu untuk menyerap 100% tenaga kerja di kelompok tersebut.

        “Jadi sekarang, mereka mau dibawa ke mana?” tandasnya.

        Gali Kreativitas untuk Selamatkan Sektor Mal

        Selain berkontribusi dalam upaya pengendalian pandemi, contohnya sentra vaksinasi, para pelaku pusat perbelanjaan perlu menggali kreativitas mereka untuk bertahan dari seluruh ketidakpastian yang terjadi.

        Salah satu pelaku ritel, Johan Sebastian selaku General Manager Metrox Group, mengungkapkan transformasi digital menjadi suatu keniscayaan bagi para pelaku ritel untuk mempertahankan bisnis mereka. Pandemi membuat pengusaha ritel perlu memperhatikan kenyamanan konsumen mereka. Oleh karena itu, perlu adanya integrasi antara penjualan daring dan luring guna memberikan fleksibilitas bagi konsumen untuk mendapatkan produk yang mereka inginkan.

        Di sisi lain, digitalisasi juga dapat membantu pengusaha lokal untuk bersaing dengan produk internasional. Terlebih, di pusat perbelanjaan sendiri, sekitar 80% toko yang ada merupakan merek internasional.

        “Jadi, sebagai pengusaha ritel, kami harus kreatif,” tuturnya.

        Untuk mendukung para pengusaha ritel, APPBI berinisiatif untuk menggelar Indonesia Shopping Festival 2022 yang akan berlangsung secara serentak di seluruh pusat belanja anggota APPBI pada 11-21 Agustus 2022. Kegiatan ini nantinya akan menghadirkan pameran produk dalam negeri dan UMKM di seluruh pusat perbelanjaan, festival kuliner khas nusantara sesuai daerah masing-masing, serta pertunjukan kesenian daerah dan berbagai kolaborasi spesial selama festival berlangsung. Selain itu, dalam rangka menyambut HUT RI ke-77, festival ini juga akan menggelar pesta diskon hingga 77%.

        "Selama dua tahun pusat perbelanjaan dalam kondisi berat, beberapa kali pusat perbelanjaan ditutup atau beroperasi terbatas. Jadi, ini salah satu cara kami mendorong pemulihan pusat perbelanjaan," kata Alphonzus.

        Kegiatan ini diharapkan dapat membantu pengusaha ritel meningkatkan jumlah transaksi mereka. Alphonzus sendiri membidik pendapatan Rp8 triliun dari gelaran ISF 2022 nanti.

        “Pada saat normal, rata-rata [transaksi di mal] secara nasional itu kurang lebih Rp60 triliun. Saat ini baru 70%, jadi sekitar Rp42 triliun per bulan. Kami menargetkan dengan ISF ini akan ada penambahan transaksi sekitar 20%, menjadi Rp50 triliun per bulan secara nasional,” paparnya.

        Johan, sebagai pelaku ritel, mengaku pihaknya juga akan berpartisipasi dalam kegiatan ISF 2022. Wakai, salah satu merek dari Metrox Group, akan memberikan diskon 17% dan promo buy 1 get 1 pada gelaran ISF nanti. Promo ini juga sebagai bentuk kontribusi perusahaan dalam merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia.

        “Jadi, itu sebagai bentuk apresiasi, karena sudah dua tahun kami tidak bisa mengadakan promosi ini,” ujar Johan.

        Pengusaha Mal Minta Pemerintah Longgarkan Kebijakan

        Sebagai perwakilan dari APPBI, Ellen berharap pemerintah dapat memberikan kelonggaran kebijakan bagi sektor pusat perbelanjaan, mengingat kerentanan yang dirasakan oleh para pelaku di sektor ini.

        "Kami berharap menuju endemi ini ada kelonggaran aturan untuk pusat perbelanjaan, sehingga kami lebih tenang dan semangat untuk mengembangkan perekonomian,” ungkapnya. “Mungkin perlu dilihat kembali aturan-aturan yang ada apakah sudah tepat sasaran untuk kami."

        Sementara itu, Widiantoro, sebagai perwakilan Kemendag, mengaku kerap menggelar program yang turut berkolaborasi dengan pelaku usaha ritel, baik dalam bentuk kemitraan mapun pelatihan dan pendampingan. Kemendag juga mendorong transformasi digital di sektor ritel.

        “Pelaku usaha diharapkan dapat dengan cepat memanfaatkan tren perdagangan online seiring dengan dinamika perbelanjaan saat ini,” katanya.

        Kemendag pun memberi dukungan penuh terhadap penyelenggaraan ISF 2022. Sebab, momentum ini perlu dimanfaatkan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat sehingga pusat perbelanjaan maupun pelaku ritel dapat menyerap keuntungan yang lebih besar dibanding sebelum pandemi.

        "Ini menjadi momen bagi kami untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak, terutama ritel, untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional," ucap dia.

        Di sisi lain, ia berharap APPBI dapat berpartisipasi dalam memberikan masukan dan gagasan kepada Kemendag terkait kondisi sektor ritel di Indonesia, khususnya dalam ekosistem pusat perbelanjaan.

        “Dengan begitu, dapat tercipta keselarasan dalam penyempurnaan kebijakan-kebijakan,” imbuhnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Imamatul Silfia
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: