Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) merilis survei cadangan beras nasional (SCBN) tahun 2022 pada Senin (8/8/22). Survei tersebut dilakukan meliputi penghitungan ketersediaan cadangan beras di tingkat rumah ga gua, penggilingan, pedagang beras, Bulog, horeka, industri dan pengolahan.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah memaparkan, berdasarkan survei yang dilakukan, diketahui stok beras periode 31 Maret 2022 mencapai 9,11 juta ton. Kemudian pada 30 April 2022, dia menyebut ada peningkatan sejumlah 10,15 juta ton dan stok pada bulan Juni 2022 menjadi 9,71 juga ton.
Baca Juga: Bulog Pastikan Kualitas Beras Bansos Layak Dikonsumsi
Dia memaparkan, stok beras pada bulan Juni 2022 berada di bawah institusi rumah tangga sebanyak 6,6 juta ton, di pedagang 1,04 juta ton, Bulog 1,11 juta ton, penggilingan 0,69 juta ton dan di Horeka maupun industri 0,28 juta ton.
"Secara umum, rata-rata stok beras di seluruh institusi cenderung mengalami peningkatan pada periode 30 April 2022 dibandingkan periode 31 Maret 2022," ungkap Habibullah dalam keterangan persnya, Senin (8/8/2022).
Habibullah juga memaparkan bahwa rata-rata stok beras rumah tangga dan produsen kurang lebih sebesar 390-443 kilogram per rumah tangga produsen. Angka tersebut, kata Habibullah, mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan rata-rata stok beras di rumah tangga konsumen yang hanya 9-10 kilogram per rumah tangga konsumen.
"Hasil SCBN22 telah mengonfirmasi posisi surplus beras periode 2019 sampai dengan Juni 2022 dengan menggunakan KSA BPS. Stok beras kota mencukupi dan akan terus bertambah seiring dengan adanya panen tiap bulan hingga akhir Desember 2022. Indonesia swasembada beras," ungkapnya.
Lebih lanjut, Habibullah memaparkan, selain untuk mengecek jumlah beras, survei tersebut juga dilakukan untuk menyamakan data lintas kementerian dan lembaga. Dengan demikian, lanjutnya, data stok beras nasional bisa digunakan sebagai pijakan dalam mengambil keputusan.
"Survei ini kami lakukan pada bulan Juni 2022 yang digelar di 34 provinsi meliputi 490 kabupaten/kota dengan jumlah 47.817 sampel yang terdiri dari 14.100 sampel rumah tangga dan 33.717 sampel non-rumah tangga dengan melibatkan 1.900 orang petugas sebagai enumerator," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi mengatakan bahwa survei data ini menjadi penting untuk menentukan program penguatan produksi ke depan. Apalagi, Indonesia dan juga negara-negara di dunia tengah menghadapi ancaman krisis global.
"Saya dan jajaran dinas di-challenge terus, di mana ada dua hal setelah 2019 sampai hari ini: tidak ada impor beras umum. Kemudian, produksi data BPS KSA selalu meningkat dari tahun ke tahun dan menunjukkan surplus. Namun, saya ditambah tugas lagi yang harus diwujudkan bersama, yaitu produktivitas harus naik, bahkan supaya lebih tinggi lagi dari yang sekarang," katanya.
Baca Juga: Akhirnya Peternakan Tak Perlu Risau, Kementan Beri Kompensasi Dampak Wabah PMK, Simak!
Suwandi berharap, kolaborasi Kementan dan BPS dapat terus ditingkatkan untuk kepentingan bangsa yang lebih besar. Harapannya, ini bisa dimanfaatkan bagi semua pihak dalam rangka mengambil keputusan dan mempunyai gambaran yang utuh tentang kondisi perberasan nasional.
"Dari sisi produksi sudah terlihat melalui data KSA, dari sisi konsumsi juga pendataannya sudah ada. Dari saat ini terlihat kondisi dan persebarannya," ucapnya.
Seperti diketahui, produksi beras nasional pada tahun 2019 mencapai 31,31 juta ton, meningkat di tahun 2020 menjadi 31,36 juta ton dan di tahun 2021 sebesar 31,33 juta ton. Di sisi lain, ekspor pertanian dari tahun ke tahun juga mengalami kenaikan yang diikuti kenaikan NTP maupun NTUP.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: