Curigai Investigasi, Iran Ogah Balik Lagi ke Kesepakatan Nuklir karena...
Iran telah memberi sinyal bahwa mereka tidak mau kembali ke kesepakatan nuklir jika investigasi atas situs nuklirnya tidak dihentikan.
Hal tersebut tersirat dari pernyataan pada hari Senin (29/8/2022), yang ditegaskan oleh pemimpin negara itu, Ebrahim Raisi. Presiden itu mengatakan bahwa 'tidak ada gunanya' untuk menghidupkan kembali kesepakatan 2015, dengan kekuatan dunia, selama pengawas nuklir PBB masih melanjutkan penyelidikannya di situs-situs yang tidak diumumkan di Iran.
Baca Juga: Badan Intelijen Israel Tebar Ketakutan Luar Biasa, Program Nuklir dalam Ancaman Besar
Komentar langka Raisi muncul saat Teheran meninjau tanggapan Washington terhadap saran tentang teks 'final' yang diajukan oleh Uni Eropa (UE) untuk menyelamatkan kesepakatan penting itu.
Amerika Serikat (AS) bersikeras bahwa Teheran harus bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk menghilangkan kecurigaan tentang pekerjaan sebelumnya di tiga situs yang tidak diumumkan.
"Dalam negosiasi, masalah perlindungan adalah salah satu yang mendasar. Semua masalah perlindungan harus diselesaikan.
"Tanpa menyelesaikan masalah perlindungan ini, berbicara tentang kesepakatan tidak akan ada artinya," kata Raisi kepada wartawan pada konferensi pers di ibu kota Teheran, seperti dikutip dari France24.
IAEA selama bertahun-tahun telah meminta Iran untuk membeberkan kebenaran tentang partikel uranium buatan manusia yang ditemukan di situs-situs yang tidak diumumkan.
Iran, bagaimanapun, membantah pernah mengupayakan senjata nuklir. Negara ini juga telah berulang kali mendesak IAEA untuk mengakhiri masalah penyelidikan, sebelum kesepakatan yang dihidupkan kembali akhirnya diterapkan.
Namun, pada Kamis, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel, menegaskan bahwa untuk kembali ke kesepakatan nuklir Iran, 'tidak harus ada yang namanya persyaratan'.
Hari itu, Patel juga mendesak Iran untuk menjawab pertanyaan IAEA tentang tiga situs yang dimaksud.
Pada bulan Juni, dewan gubernur IAEA mengadopsi resolusi yang mengecam Iran karena gagal menjelaskan secara memadai penemuan jejak uranium yang diperkaya sebelumnya, di tiga lokasi yang tidak diumumkan oleh Teheran sebagai tempat kegiatan nuklir.
Perjanjian antara Iran dan enam kekuatan dunia yakni Inggris, China, Prancis, Jerman, Rusia, dan AS, telah memberikan keringanan sanksi kepada Iran, sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya.
Sejak menjabat pada 2021, Presiden Joe Biden telah berusaha mengembalikan AS ke kesepakatan yang ditinggalkan secara sepihak oleh pendahulunya Donald Trump pada 2018.
Pembicaraan Wina, yang dimulai pada April tahun lalu, bertujuan untuk mengembalikan AS ke pakta nuklir tersebut. Ini termasuk upaya untuk mencabut sanksi terhadap Iran, demi mengembalikan Teheran ke kepatuhan penuh terhadap komitmennya.
Negosiasi tidak langsung antara Teheran dan Washington sejauh ini dilakukan melalui mediasi UE.
Kesepakatan 2015, yang secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), bertujuan untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir - sesuatu yang selalu disangkal Republik Islam tersebut.
"Senjata nuklir tidak memiliki tempat dalam doktrin pertahanan kami," tegas Raisi pada Senin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: