Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Wacana BBM Naik di Depan Mata, Pengamat Sebut Bansos Bukan Jawaban

        Wacana BBM Naik di Depan Mata, Pengamat Sebut Bansos Bukan Jawaban Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Muncul penolakan dari berbagai golongan terkait munculnya wacana kenaikan harga BBM khususnya yang bersubsidi. 

        Berdasarkan pernyataan terbaru dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan meminta kepada seluruh pejabat pemerintah daerah untuk ikut mensosialisasikan rencana kenaikan harga BBM ini kepada masyarakatnya.

        Mahasiswa menjadi yang paling lantang soal penolakan kenaikan BBM ini. Mereka belum lama berdemo. Mahasiswa HMI Cabang Lhokseumawe-Aceh Utara berdemo di depan Gedung DPRK Lhokseumawe, Selasa (30/8/2022) kemarin.

        Baca Juga: Harga Minyak Dunia Alami Penurunan, Kok BBM di Indonesia Malah Naik? Ini Penjelasannya!

        Dalam aksinya itu, HMI menolak dengan tegas kenaikan BBM bersubsidi yang saat ini sedang direncanakan oleh pemerintah. Mereka juga menolak kenaikan tarif dasar listrik.

        Menjawab penolakan itu, pemerintah akan memberikan Bantalan Sosial tambahan. Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Subsidi Upah (BSU) adalah salah dua bantuan tambahan yang akan diberikan pemerintah di tahun 2022 ini. 

        Tak tanggung-tanggung, bantuan tambahan ini mencapai total dana hingga Rp24,17 Triliun. Ditambah, untuk memaksimalkan pengeluaran, pemerintah juga akan mengalihkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) agar lebih tepat sasaran. 

        Seperti yang diketahui mahalnya harga BBM hingga naiknya harga bahan pokok menjadi kendala banyak orang, oleh karena itu Bantuan Sosial atau Bansos telah dipersiapkan oleh pemerintah sebagai salah satu cara  menjaga daya beli masyarakat yang terdampak lonjakan harga yang terjadi secara global saat ini. 

        Baca Juga: Daripada Beri Bantalan Sosial untuk Tutupi Kenaikan BBM, Pakar Kebijakan Publik Sebut Harusnya Pemerintah Pakai Cara Ini

        Kebijakan Bansos tambahan ini disampaikan langsung Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, Senin (29/08/2022), di Kantor Presiden, Jakarta, usai mengikuti rapat yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

        “Total bantalan sosial yang tadi ditetapkan oleh Bapak Presiden untuk bisa dieksekusi mulai dilakukan pada minggu ini adalah sebesar Rp24,17 triliun. Ini diharapkan akan bisa mengurangi tentu tekanan kepada masyarakat dan bahkan mengurangi kemiskinan,” ujar Sri Mulyani.

        Namun, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat mengatakan daripada memberikan Bantalan Sosial sebesar Rp24,17 triliun untuk meredam dampak kenaikan BBM, lebih baik pemerintah menggunakan cara yang lebih minim resiko.



        Achmad Nur Hidayat mengatakan bahwa BLT yang disalurkan dinilai tidak sebanding dengan besarnya dampak yang akan ditimbulkan. 

        “Pertama, penyaluran bantuan dengan nilai kecil sebesar Rp. 150 ribu untuk BLT dan Rp. 600 ribu untuk BSU (tidak jelas untuk berapa bulan) tentunya hanya meredam dampak yang timbul untuk waktu sementara dengan nilai yang tidak signifikan, sementara dampak yang timbul dari kenaikan harga ini akan menimpa dalam waktu yang panjang,” ungkapnya melalui keterangan tertulis yang diterima Warta Ekonomi, Rabu (31/08/22)



        Menurutnya jika BBM naik maka harga-harga yang ikut naik akan sulit untuk turun kembali. Belum lagi imbas kepada para pekerja yang di PHK belum tentu bisa mendapatkan pekerjaan kembali dalam waktu yang cepat.

        Baca Juga: BBM Naik Tapi Rakyat Dikasih Bansos, Pakar Kebijakan Publik: Tidak Sebanding dengan Resiko yang Timbul

        “Dengan demikian Bantalan Sosial yang digelontorkan sebesar Rp. 24,17 triliun tidak akan sebanding dengan tingkat resiko yang akan ditanggung atas kebijakan kenaikan BBM,” katanya. 

        Bukan bantalan sosial, Achmad menyarankan agar Pemerintah bisa menggunakan defisit anggaran yang masih ada ruang di atas 3% sebagaimana UU membolehkan untuk mempertahankan subsidi BBM ditambah dengan pengurangan proyek-proyek yang tidak menghasilkan. 

        Baca Juga: Isu Harga BBM Subsidi Bakal Naik, Bisa Picu Inflasi hingga Sengsarakan Rakyat

        “Proyek-proyek infrastruktur yang lemah proyeksi benefitnya terhadap APBN harus dialihkan dulu untuk menangani subsidi BBM, contohnya tunda pembangunan IKN dan PMN Kereta Api Cepat,” tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
        Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

        Bagikan Artikel: