Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo menegaskan, pengalihan subsidi BBM memprioritaskan kelompok ekonomi rentan, yakni kelompok masyarakat miskin dan hampir miskin. Ini dilakukan untuk menahan peningkatan angka kemiskinan dan menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga pangan dan energi.
“Di tengah krisis energi dan krisis pangan global, masyarakat di berbagai belahan dunia menghadapi dampak kenaikan harga pangan dan energi. Untuk itu perlindungan harus diprioritaskan kepada kelompok ekonomi rentan," kata Abraham dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/9/2022).
Baca Juga: Jokowi Naikkan BBM, Hati-hati Nasib Indonesia Jadi Sri Lanka
Abraham mengatakan, pengalihan subsidi barang ke orang akan membuat alokasi anggaran menjadi lebih tepat sasaran. Ia mengungkapkan, selama ini subsidi barang lebih banyak dinikmati oleh kelompok ekonomi atas. Seperti subsidi BBM, di mana 70 persen lebih justru dirasakan oleh pemilik mobil-mobil pribadi.
"Dengan pengalihan subsidi langsung ke orang dalam bentuk bantuan sosial bisa lebih tepat menyasar masyarakat yang lebih membutuhkan," ujarnya.
Menurutnya, untuk memastikan bantuan sosial tepat sasaran pemerintah telah melakukan beberapa perbaikan. Pertama, data sasaran atau Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), saat ini telah diperbarui per satu bulan dari sebelumnya yang hanya satu atau dua kali per tahun.
Kedua, lanjut Abraham, meningkatkan transparansi penyaluran bansos. Di mana masyarakat secara terbuka bisa mengecek melalui cekbansos.kemensos.go.id. Selain itu, ujar dia, pemerintah juga meningkatkan partisipasi keterlibatan publik melalui mekanisme usul-sanggah.
"Jadi masyarakat bisa memberikan usulan siapa yang belum mendapat bantuan namun dirasa layak dan juga bisa memberikan sanggahan siapa yang mendapat bantuan sosial namun dirasa tidak layak," terangnya.
Baca Juga: Bela Jokowi Naikkan Harga BBM, Ruhut Sitompul: Demo Bukan Cara Terbaik, Rakyat Harus Bersabar
Abraham juga memastikan, bahwa seluruh data sudah padan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Sehingga tidak ada ada data ganda ataupun data fiktif.
“Sudah ada 126 juta data DTKS yang padan dengan NIK, 33 juta data yang sudah diperbaiki daerah, 16 juta data usulan baru, dan 3,5 juta data yang dicoret karena tidak layak," paparnya.
Seperti diketahui, pemerintah telah mengalihkan anggaran subsidi BBM untuk tambahan bantuan sosial sebesar Rp 24,17 triliun. Bansos tersebut diwujudkan dalam tiga bentuk.
Baca Juga: Gegara Ferdy Sambo Effect, Menterinya Jokowi Ini Jadi Kuda Hitam Pilpres 2024
Pertama, berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp150.000 untuk 20,65 juta kelompok keluarga penerima manfaat. Bantuan itu dibayarkan selama empat bulan.
Bansos kedua, berupa subsidi upah sebesar Rp600.000 per bulan yang diberikan kepada 16 juta pekerja dengan gaji maksimal Rp3,5 juta. Selanjutnya, subsidi transportasi yang anggarannya diambilkan dari pemerintah daerah. Yakni, 2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
Menteri Sosial Tri Rismaharini dalam konferensi pers bersama Presiden Joko Widodo menjelaskan, untuk pencairan BLT sebesar Rp150.000 akan dilakukan dalam dua tahap, yakni pada September dan Desember 2022, dengan nominal setiap tahapan sebesar Rp300.000.
"Dari dua puluh juta koma lima KPM, saat ini yang sudah siap salur di PT Pos sebesar delapan belas juta empat ratus delapan enam ribu tujuh ratus lima puluh enam. Sisanya sedang proses cleansing.
Sebelumnya, pemerintah mengalihkan subsidi BBM untuk tambahan anggaran bantuan sosial sebesar Rp24,17 triliun. Dengan pengalihan subsidi BBM tersebut,
Baca Juga: Survei LSI: Kinerja Memuaskan, Jokowi Punya Modal Selesaikan Masalah Ekonomi
maka terjadi penyesuaian harga BBM bersubsidi. Yakni, jenis Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter. Sementara untuk jenis JBT (Solar) dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: