Kontribusi APBN dalam Kebijakan Subsidi Turut Jaga Pemulihan Ekonomi Nasional, Ini Kata Kemenkeu!
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan bahwa kontribusi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai shock absorber melalui kebijakan subsidi dan kompensasi energi turut menjaga pemulihan ekonomi secara keseluruhan agar tetap berkesinambungan.
Hal itu ditandai dengan ekspor Indonesia pada Agustus 2022 yang kembali mencatatkan kinerja positif dengan nilai US$27,91 miliar, atau tumbuh kuat sebesar 30,15% (yoy) dan 9,17% (mtm). Ekspor ini tercatat sebagai ekspor tertinggi sepanjang masa. Secara kumulatif, nilai ekspor dan neraca perdagangan Januari hingga Agustus 2022 masing-masing tercatat sebesar US$194,6 miliar dan US$34,9 miliar. Keduanya merupakan rekor tertinggi dalam sejarah ekonomi Indonesia.
Baca Juga: Dibayangi Kondisi Global, Ekspor Industri Manufaktur Tetap Tumbuh
"Tingginya nilai ekspor ini tentunya akan makin memperkuat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ditambah dengan konsumsi masyarakat yang diharapkan akan terus menguat seiring makin terkendalinya pandemi yang bahkan telah dideklarasikan hampir selesai oleh WHO, serta pengeluaran pemerintah yang juga meningkat di tengah penyaluran berbagai program seperti bantuan sosial, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 diperkirakan akan sesuai atau bahkan melebihi target Pemerintah," kata Kepala BKF dalam keterangan resminya, Senin (19/9/2022).
Lebih lanjut Febrio mengungkapkan, peningkatan eskpor Indonesia di bulan Agustus 2022 didorong oleh ekspor migas yang masih tumbuh sangat tinggi mencapai 64,46% (yoy) dan ekspor nonmigas mencapai 28,39% (yoy). Dari sisi sektoral, sektor pertambangan mencatatkan pertumbuhan tertinggi mencapai 63,17% (yoy), disusul pertanian yang tumbuh 31,17% (yoy) dan manufaktur yang tumbuh mencapai 20,61% (yoy).
"Capaian ini mencerminkan bahwa Indonesia masih menikmati keuntungan dari adanya kenaikan harga komoditas. Selain itu, pertumbuhan manufaktur juga mengindikasikan bahwa aktivitas ekonomi Indonesia yang bernilai tambah tinggi makin meningkat. Ke depan, meskipun di tengah risiko seperti perlambatan ekonomi Tiongkok, ekspor diperkirakan melanjutkan kinerja yang baik dari bulan sebelumnya," lanjutnya.
Selain ekspor, impor Indonesia juga mencatatkan kinerja positif mencapai US$22,15 miliar dengan pertumbuhan 32,81% (yoy) dan 3,77% (mtm). Kinerja impor ini juga merupakan capaian tertinggi dari yang pernah terjadi. Tumbuhnya impor antara lain didukung oleh kinerja sektor manufaktur yang tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan Agustus 2022 yang terus melanjutkan ekspansi.
Peningkatan impor didorong oleh impor migas yang tumbuh sangat tinggi 80,63% (yoy) dan impor nonmigas tumbuh 26,11% (yoy). Dari sisi penggunaan, impor barang modal mencatatkan pertumbuhan tertinggi mencapai 46,74% (yoy) dan disusul bahan baku 35,4% (yoy). Sementara, impor barang konsumsi masih mengalami pertumbuhan.
Baca Juga: Diproyeksi Terus Menguat Tajam, Kemenkeu: APBN akan Terus Mendukung Ekspor dan Perekonomian
"Tumbuhnya impor barang modal dan bahan baku mengindikasikan menggeliatnya aktivitas investasi dan produksi dalam negeri," imbuh Febrio.
Penguatan aktivitas konsumsi masyarakat akan terus dijaga melalui instrumen APBN dengan menjaga daya beli masyarakat melalui kebijakan stabilisasi harga, perlindungan sosial, dan lainnya.
Dengan menguatnya komponen ekspor dan impor, Indonesia kembali mencatatkan surplus neraca perdagangan yang mencapai US$5,76 miliar. Secara kumulatif, surplus neraca perdagangan sejak Januari hingga Agustus 2022 mencapai US$34,92 miliar. Capaian ini juga menandakan surplus yang terjadi selama 28 bulan berturut-turut.
"Ke depan, ekspor diperkirakan melanjutkan kinerja yang baik dari bulan sebelumnya. Pemerintah akan terus mewaspadai dan memitigasi dampak risiko global terhadap kinerja ekspor secara menyeluruh, misalnya dengan terus memonitor perkembangan kebijakan perdagangan internasional terkait komoditas strategis Indonesia," pungkasnya.
APBN akan terus digunakan agar dapat menopang kinerja ekspor dalam konteks memperkuat pemulihan ekonomi pascapandemi. Salah satu kebijakan yang diharapkan dapat mendorong adalah kebijakan penerimaan negara yang diarahkan mengurangi beban eksportir produk Sawit dan turunannya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: