Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pakar ITB: Semua Kemasan Plastik Punya Risiko! Tidak Fair Hanya Melabeli Bahaya Satu Jenis Kemasan

        Pakar ITB: Semua Kemasan Plastik Punya Risiko! Tidak Fair Hanya Melabeli Bahaya Satu Jenis Kemasan Kredit Foto: Ilustrasi Galon BPA
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pakar Polimer Institut Teknologi Bandung, Ahmad Zainal Abidin, mengatakan bahwa semua jenis plastik memiliki potensi migrasi zat kimia yang digunakan dalam proses pembuatannya. Melabeli potensi bahaya zat kimia hanya terhadap plastik polikarbonat merupakan tindakan diskriminatif dan tidak sesuai dengan semangat pengawasan pangan.

        Sebagaimana diketahui, ada banyak jenis zat plastik yang boleh digunakan sebagai kemasan makanan minuman termasuk Polikarbonat (PC), Poly Etilene Tereftalat (PET), Poly Propilen (PP), dan lain-lain. Beragam jenis plastik tersebut digunakan sebagai kemasan pangan karena sifatnya yang inert (tidak bereaksi dengan lingkungan sekitar).

        Baca Juga: Kampanye Greenwashing Dinilai Kaburkan Persoalan Riil Sampak Plastik

        Dalam dua tahun terakhir ini, ada upaya untuk mendiskreditkan kemasan plastik polikarbonat (PC) yang digunakan sebagai kemasan galon air. Menurut Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan (ASPADIN), ada beberapa pihak yang secara masif dan sistematis membangun narasi mengenai bahaya Bisohenol A dalam kemasan galon multitrip (guna ulang) berbahan polikarbonat (PC) dan mendorong BPOM untuk mengeluarkan regulasi untuk melabeli galon multitrip polikarbonat dengan label "berpotensi mengandung BPA".

        Berbagai pihak menentang rencana aturan pelabelan BPA ini karena dianggap diskriminatif dan mendorong persaingan tidak sehat antara produk air kemasan galon. Kemenperin, Kemenko Perekonomian, KPPU, dan BSN mengkritisi kebijakan ini karena nuansa diskriminatifnya yang nyata.

        "Secara kimia ketahanan panas atau titik melting galon guna ulang berbahan Polikarbonat itu hampir 200-an derajat Celsius dan kemasannya juga keras. Artinya, risiko untuk BPA-nya bermigrasi itu sangat rendah atau hampir tidak mungkin terjadi," katanya, dikutip dari siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (21/9/2022).

        Terkait migrasi zat kimia dari kemasan, dia mengatakan bahwa itu tidak hanya terjadi pada galon guna ulang PC saja, tapi juga galon sekali pakai berbahan PET. Menurutnya, migrasi zat kimia dari kemasan itu tetap ada akibat masih adanya zat yang belum bereaksi saat pembuatan galon, tapi jumlahnya tidak banyak.

        "Jadi, kalau ada label berpotensi mengandung BPA pada galon guna ulang polikarbonat, terhadap galon PET yang sekali pakai seharusnya juga diberlakukan hal yang sama. Karena, keduanya sama-sama berpotensi ada migrasi kimia dari kemasannya," ujar Zainal.

        Pinke Arfianti Dwihapsari, Pembina Industri dan Sub Koordinator untuk Fungsi Industri Minuman Ringan dan Pengolahan Hasil Holtikultura Kemenperin-dalam acara pelatihan jurnalistik yang diselnggarakan Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta akhir pekan lalu-mengimbau BPOM untuk berkoordinasi dengan Kemenperin dalam membina industri pangan.

        Karena, menurut dia, pada dasarnya produk-produk AMDK yang beredar itu sudah melalui proses memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI), di mana pemenuhan syarat SNI itu sudah menjadi syarat keluarnya izin edar dari BPOM.

        "Jadi, jika ada porduk di pasar yang tidak sesuai standar, tinggal dipanggil saja produsennya, ditanyakan penyebabnya dan diminta melakukan tindakan agar tidak ada produk di luar standar yang beredar di pasar. Tidak perlu ada aturan aturan baru yang bisa menambah beban industri," kata Pinke.

        Dia mengatakan, Kemenperin akan segera meminta klarifikasi kepada BPOM terkait pengungkapan temuan produk AMDK nonstandar di pasar, bagaimana kajian dan temuan itu dilakukan dan monitoringnya seperti apa. "Karena, kami dari penerbit regulasi SNI mengharapkan pengawasan itu bisa dilakukan bersama-sama dan bukan hanya dilakukan oleh satu instansi saja," ucapnya.

        Baca Juga: Perlu Tegas Atasi Potensi Bahaya Galon Polikarbonat

        Di acara yang sama, dosen dan peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor (IPB), Nugraha Edhi Suyatma, membuat perbandingan sifat fungsional kemasan antara galon guna ulang dan galon sekali pakai. Dia mengatakan bahwa galon guna ulang memiliki banyak keunggulan dibandingkan galon sekali pakai.

        "Galon guna ulang lebih fleksibel sehingga lebih tahan dari risiko pecah atau retak. Galon guna ulang juga memiliki ketahanan gores dan benturan yang lebih baik dan suhu transisi gelas atau Tg yang lebih tinggi, yaitu 150 derajat Celcius dibanding galon sekali pakai yang hanya 70 derajat Celcius, sehingga tahan untuk dicuci dengan suhu panas antara 60-80 derajat Celcius dengan penyikatan menggunakan sikat plastik tanpa menyebabkan kerusakan pada permukaan kemasan," jelasnya.

        Selain itu, menurut Nugraha, kemasan guna ulang sering disebut juga dengan kemasan multitrip karena mengalami banyak perjalanan, yaitu dari pabrik dikirim ke distributor/toko/penjual lalu dibawa ke konsumen, kemudian kemasan kosong dikembalikan lagi oleh konsumen ke penjual/toko/distributor untuk dikirimkan ke pabrik dan digunakan ulang, dan siklus ini dapat terjadi berulang-ulang hingga kemasan galon itu rusak/pecah. Sebaliknya, kata Nugraha, galon sekali pakai memiliki risiko lebih mudah tergores saat dilakukan pencucian dengan menggunakan sikat.

        "Untuk alasan inilah, galon guna ulang itu memiliki keunggulan dibandingkan galon sekali pakai karena dapat digunakan untuk kemasan guna ulang atau multitrip yang lebih banyak," tukasnya.

        Tidak hanya itu, menurutnya, data absorpsi air menunjukkan bahwa pada galon guna ulang itu absorpsinya lebih rendah dibandingkan pada galon sekali pakai. "Sehingga, dapat dikatakan bahwa galon guna ulang lebih tahan terhadap air dibandingkan galon sekali pakai," katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: