Pamerkan Hedonisme, Mantan Kapolda Papua Minta Lukas Enembe Mundur dari Jabatannya: Sedih Hati Kita Ini...
Pj Gubernur Papua Barat Komjen Pol (Purn) Paulus Waterpauw mendesak Gubernur Papua Lukas Enembe mundur dari jabatannya. Mantan Kapolda Papua itu mengaku malu melihat hedonisme yang dipamerkan Lukas Enembe.
"Dalam hati saya menangis melihat masyarakat Papua yang ditinggal oleh pemimpinnya tanpa bertanggung jawab. Sedih hati kita ini dan bikin malu," ujar Paulus Waterpauw di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).
Menurutnya, hedonisme yang ditunjukkan Lukas Enembe adalah dengan menghabiskan uang rakyat. Dia menyebut hal itu tak pantas dilakukan oleh seorang pemimpin. "Lebih baik dia mundur saja daripada nanti ditangkap KPK," tegasnya.
Lantas, Paulus menceritakan kronologis dirinya berkeinginan menjadi wakil gubernur Papua menggantikan almarhum Klemen Tinal. Sampai saat ini, posisi Wakil Gubernur Papua masih kosong.
"Itulah kemungkinan saya diminta hadir di dalam mengisi. Saya pikir soal mekanisme proses, tetapi kan saya sendiri juga prinsipnya kalau tidak ada kejelasan saya juga tidak akan ngotot," paparnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) membeberkan intervensi dari elemen Istana untuk calon Wakil Gubenur Provinsi Papua mendampingi Lukas Enembe. AHY mengatakan, setidaknya ada dua kali intervensi, yakni pada tahun 2017 dan tahun 2021.
AHY menyebut, pada tahun 2017, ada elemen negara yang menyodorkan nama bakal calon wakil Gubernur Papua dampingi Lukas Enembe di Pilkada 2018. Pada saat itu, Partai Demokrat hadir melakukan pembelaan terhadap Lukas Enembe.
"Pada tahun 2017 Partai Demokrat pernah memberikan pembelaan kepada Bapak Lukas Enembe ketika ada intervensi dari elemen negara untuk memaksakan salah seorang bakal cawagub sebagai wakilnya Pak Lukas dalam pilkada tahun 2018 yang lalu," kata AHY dalam konferensi pers, Kamis (29/9).
AHY mengatakan, Partai Demokrat saat itu tidak terima dengan adanya intervensi dari elemen negara untuk cawagub Papua. Sebab Partai Demokrat, kata dia, saat itu punya kewenangan penuh menentukan cawagubnya. Hingga pada Pilkada Papua 2018, AHY menyebut Lukas Enembe pernah diancam untuk dikasuskan.
"Soal penentuan cagub dan cawagub Papupa dalam Pilkada Papua tentu sepenuhnya merupakan kewenangan Partai Demokrat, apalagi waktu itu Partai Demokrat bisa mengusung sendiri calon-calonnya. Ketika itu Pak Lukas diancam untuk dikasuskan secara hukum apabila permintaan pihak elemen negara tersebut tidak dipenuhi," ujar AHY.
Baca Juga: Keras! Tanggapan Moeldoko pada Kasus Lukas Enembe: Kalau Perlu Kerahkan TNI, Apa Boleh Buat
Namun, AHY mengatakan, upaya intervensi dari negara itu akhirnya tidak terjadi karena Partai Demokrat tegas menolak. "Alhamdulillah atas kerja keras Partai Demokrat, intervensi yang tidak semestinya itu tidak terjadi," imbuhnya.
Kemudian terjadi lagi intervensi elemen negara yang kedua kalinya, yakni pada tahun 2021. Ketika Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal meninggal dunia, muncul kembali pihak-pihak yang tak bertanggung jawab untuk memaksakan mengisi Wagub Papua yang kosong.
"Kemudian pada tahun 2021 ketika Wagub Papua Bapak Klemen Tinal meninggal dunia, upaya untuk memaksakan cawagub yang dikehendaki oleh pihak yang tidak berwenang hidup kembali. Saat itu pun Partai Demokrat kembali melakukan pembelaan secara politik terhadap Pak Lukas," kata AHY.
"Kami berpandangan intervensi dan pemaksaan semacam ini tidak baik untuk kehidupan demokrasi kita," imbuhnya.
AHY juga mengabarkan bahwa Demokrat telah mencopot sementara Lukas Enembe dari Ketua DPD Demokrat Papua dan menggantikannya dengan Willem Wandik. AHY menyebut, pencopotan itu hanya bersifat sementara guna menghormati upaya hukum yang tengah dilakukan oleh KPK.
AHY mengatakan, jika nantinya Lukas Enembe tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi, Lukas bisa kembali sebagai Ketua DPD Demokrat Papua.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum