Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Cara Mengamankan Investasi Properti Saat Hadapi Masalah

        Cara Mengamankan Investasi Properti Saat Hadapi Masalah Kredit Foto: WE
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dikatakan oleh Warren Buffet bahwa risiko datang dari ketidaktahuan tentang apa yang kita kerjakan. Pernyataan ini berlaku universal, termasuk transaksi properti. Pengetahuan tentang investasi properti penting sehingga  akan membawa keberhasilan memperoleh margin keuntungan yang layak serta melindungi investasi dan konsumen properti juga akan terhindar dari risiko, termasuk kerugian akibat permohonan PKPU/kepailitan yang melanda pengembang properti.

        Praktisi hukum properti Juneidi D. Kamil mengatakan, risiko investasi properti masih menghantui sejak saat pandemi Covid-19. Pada kondisi ini, geliat bisnis properti high rise building diwarnai dengan (relatif) banyaknya permohonan PKPU/kepailitan terhadap pengembang properti.

        “Pengembang dan konsumen properti patut waspada atas adanya keinginan pihak-pihak tertentu yang mengajukan permohonan PKPU/kepailitan terhadap pengembang. Mereka berusaha mendapatkan keuntungan dengan menjadikan tanah dan bangunan projek properti sebagai boedel pailit.”

        Menurutnya, pengembang dan konsumen properti dituntut pula untuk waspada adanya upaya untuk membatalkan kesepakatan perdamaian dalam proses PKPU/kepailitan yang sudah dihomologasi.

         “Saat ini beberapa pengembang yang dinyatakan PKPU berhasil berdamai dengan para krediturnya. Bahkan persetujuan untuk berdamai berasal dari sebagian besar kreditur. Ini menjadi kabar baik sekaligus membawa angin segar bagi pertumbuhan bisnis properti. Keberhasilan berdamai ini patut menjadi pembelajaran bagi pasar properti. Bukan hanya penting bagi pengembang selaku debitur, tetapi juga bagi para kreditur,” jelas Juneidi.

        Junaedi mengatakan, proses menuju perdamaian yang berhasil dihomolagasi itu tidak mudah, relatif besar biaya, tenaga dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapainya. Untuk itu kesepakatan perdamaian yang dicapai harus terus dijaga kelangsungan dan pemenuhan komitmennya, sehingga harapan investasi dari semua pihak dapat terealisasi.

        Ia berpendapat bahwa Konsumen properti harus cerdas, dan dibutuhkan upaya edukasi dalam banyak aspek. Upaya edukasi ini bukan saja dalam hal potensi pendapatan pengembalian investasi yang dikenal dengan return of invesment (ROI), tetapi juga edukasi terkait risiko legal (legal risk) yang muncul selama investasi. Relatif banyaknya pengembang properti dimohonkan PKPU/kepailitan di Pengadilan Niaga seringkali membuat konsumen properti menjadi gelisah dan khawatir dengan investasinya. Dalam keadaan tertentu, konsumen tidak tahu harus berbuat apa untuk menyelamatkan investasinya.

        Junaedi mengingatkan, dalam aspek legal, konsumen properti jangan terlalu latah untuk mengajukan permohonan PKPU/kepailitan properti. Beberapa kasus memperlihatkan pihak konsumen properti ditunggangi oleh pihak lain untuk meraih keuntungan. Konsumen properti sebaiknya waspada ulah dari pihak ketiga yang opportunis. Mereka menangguk di air keruh, mengambil keuntungan di saat banyak yang dilanda nestapa.

         “Kesepakatan perdamaian yang berhasil disahkan (homologasi) harus terus dipertahankan kelangsungannya. Bangunan properti, sarana dan prasarana serta legalitas kepemilikan sesuai spesifikasi yang ditawarkan pengembang harus dapat dinikmati konsumen properti. Konsumen properti juga harus memberi ruang waktu serta menyelesaikan pembayaran uang muka serta pelunasannya kepada pengembang.”

        Perdamaian homologasi mengikat serta melindungi kepentingan para pihak sesuai kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian perdamaian. Apalagi persetujuan perdamaian itu diambil dari sebuah itikad baik yang telah mendapat persetujuan dari mayoritas kreditor. Monitoring terhadap pelaksanaan komitmen dalam perdamaian penting dilakukan oleh para pihak, untuk itu perlu adanya jalinan  komunikasi yang harmoni di antara para pihak.

        Menurutnya, Setelah homologasi diperoleh, pemenuhan kewajiban sesuai komitmen perlu dikomunikasikan oleh debitor kepada seluruh kreditor. Komunikasi ini menjadi penting untuk menumbuhkan keyakinan dari para kreditor agar tidak mudah terpengaruh akan informasi-informasi tidak benar dari pihak-pihak yang tidak memiliki itikad baik.

        Juneidi D. Kamil menjelaskan sebuah contoh yakni, PT Duta Paramindo Sejahtera, pengembang Apartemen Green Pramuka City, salah satu properti yang melakukan homologasi perdamaian tanggal 24 Agustus 2020 lalu berusaha melaksanakan komitmen untuk menyelesaikan SHMSRS atas nama kreditur/ konsumen. Mereka berusaha menyelesaikan tahapan demi tahapan rencana   proses pembuatan dan serah terima SHMSRS dalam rentang waktu 7  tahun.

        Saat ini sudah terdapat beberapa tahapan yang sudah selesai dilaksanakan. Pertama, desain perencanaan keseluruhan tower. Kedua, pengurusan Ketetapan Rencana Kota (KRK), yang tertuang dalam Internal Schedule Penerbitan SHMSRS Green Pramuka City. Ketiga, Pra Gambar Perencanaan Arsitektur (GPA) berikut dengan sidang-sidangnya. Keempat, perpanjangan dan penyesuaian Sertipikat Laik Fungsi (SLF) seluruh tower yang terus dilakukan secara rutin sesuai masa berlakunya. Kelima, pengesahan Gambar Perencanaan Arsitektur (GPA) berikut sidang- sidangnya.

        “Adanya upaya pihak ketiga untuk membatalkan perdamaian yang dihomologasi perlu diwaspadai. Biasanya pihak-pihak ini  memanfaatkan situasi untuk keuntungan dirinya sendiri, dan mencari celah yang dapat dimanfaatkan untuk membatalkan kesepakatan perdamaian yang dihomologasi, tanpa mau peduli dengan kesengsaraan yang akan dialami kreditur lainnya.

        Pembatalan kesepakatan perdamaian yang dihomologasi bisa membuat blunder. Di satu sisi, pengembang properti menjadi terganggu konsentrasinya untuk terus menyelesaikan komitmen pemenuhan perdamaian yang dihomologasi. Di sisi lain, banyak kreditor yang akan kembali merasa terancam atas pengembalian dana investasinya.

        Harus disadari, penyelesaian sengketa utang apabila terjadi kepailitan merupakan proses yang akan berlangsung sangat lama. Hingga kini belum ada success story konsumen properti yang mendapatkan pengembalian investasi yang optimal dalam pemberesan boedel pailit. Keadaan ini disebabkan karena konsumen properti merupakan kreditor konkuren yang kedudukannya berada di bawah kreditur preference  dan kreditur separatis.

        “Ada beberapa hal yang justru merugikan kreditur jika kepailitan terjadi. Misalnya, dalam kasus kepailitan Kemanggisan Residence, konsumen properti hanya  mendapatkan sekitar 38% saja dari harga pembelian properti sebelumnya. Belum lagi dengan kerugian lain, misalnya, jika apartemen itu dibeli dengan skema kredit pemilikan apartemen, kepailitan justru menyebabkan kredit kreditur di bank akan berstatus macet, dan kreditor akan tercatat buruk dalam sistem layanan informasi jasa keuangan.”

        Risiko akibat permohonan PKPU/kepailitan yang melanda pengembang properti merugikan banyak pihak. Meskipun PKPU/kepailitan sebagai sarana  penyelesaian utang, tetapi karena aturan-aturannya masih lemah, instrumen ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak beritikad baik untuk memperoleh keuntungan. Oleh karenanya konsumen properti harus cerdas dalam berinvestasi, pengembang properti dan konsumen harus berkomitmen memenuhi kesempatan perdamaian, dan masing-masing pihak harus waspada. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Sufri Yuliardi
        Editor: Sufri Yuliardi

        Bagikan Artikel: