Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Suporter Arema Sok Jagoan dan Langgar Peraturan Seperti Preman, Ade Armando Sebut Ini Pemicu Tragedi

        Suporter Arema Sok Jagoan dan Langgar Peraturan Seperti Preman, Ade Armando Sebut Ini Pemicu Tragedi Kredit Foto: Instagram/Ade Armando
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pegiat media sosial, Ade Armando mengatakan penyebab utama tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur yang terjadi pada 1 Oktober lalu adalah tindakan anarkis para suporter Arema yang menurutnya seperti preman. 

        “Siapapun yang menyaksikan video-video yang kini tersebar tentang tragedi di Stadion Kanjuruhan, 1 Oktober lalu pasti bisa mengenali bahwa pangkal persoalan adalah kelakuan sebagian suporter Arema yang menyerbu lapangan,” ungkapnya melalui video Cokro TV, Selasa (04/10/22).

        “Mereka sombong bergaya preman, menantang merusak dan menyerang gara-gara merekalah tragedi itu terjadi,” tambah Ada.

        Baca Juga: 125 Orang Meninggal dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan, Ade Armando Sebut Bukan Sepenuhnya Salah Polisi

        Ia juga mengatakan, aneh jika ketua Forum Komunikasi suporter Indonesia, Richard Ahmad Supriyanto buru-buru menyatakan penyebab tragedi adalah tindakan represif aparat keamanan. 

        “Dalam surat terbukanya, dia meminta DPR dan kompolnas mengevaluasi kinerja Kepolisian Republik Indonesia. Ia juga mendesak pemerintah pusat maupun daerah agar ikut bertanggung jawab terkait tragedi tersebut,” jelas Adae.

        Baca Juga: Beredar Info Korban Meninggal Tragedi Kanjuruhan Sudah Mencapai 219 Orang, Tapi Versi Polri 125

        Hal yang sama juga disampaikan Yayasan lembaga bantuan hukum Indonesia. Menurut LBH, jatuhnya korban yang sangat besar itu terjadi ini karena penggunaan kekuatan yang berlebihan. Eksesif use force melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur.

        “Nampaknya ada upaya sengaja untuk mengarahkan telunjuk pada pihak kepolisian. Marilah kita bersikap objektif. Apa sih yang dimaksud dengan tindakan represif pelanggaran profesionalisme atau bahkan pelanggaran HAM yang dilakukan Kepolisian?” ungkap dia.

        “Memang tidak semua menurut polisi yang menyerbu lapangan hanyalah 3000 orang tapi itu sudah cukup untuk memprok-porandakan keadaan,” tambahnya.

        Ade menjelaskan, usai kalah, banyak suporter yang turun ke lapangan dan meminta pertanggungjawaban dari official Arema.

        Baca Juga: Polri Pasang Badan, Kerahkan Ribuan Personel untuk Kasus Lukas Enembe, Listyo Sigit: Kami Siap....

        “Polisi juga mulai menyelamatkan pemain Persebaya yang ternyata mulai juga diserang penonton,” ucap Ade.

        Sementara di dalam stadion polisi menembakkan gas air mata. Pada awalnya gas air mata hanya diarahkan pada mereka yang menyerbu ke tengah lapangan tapi ketika para suporter liar itu pantang undur dan kembali lagi polisi mulai mengejar sampai ke pinggir

        lapangan.

        Baca Juga: Dihadapan Kader Pemuda Pancasila, Kapolri Serukan Pentingnya Persatuan-Kesatuan

        “Ketika itulah tembakan gas air mata polisi sampai ke Tribun penonton, itulah yang membuat panik mungkin mereka menyangka polisi akan mengejar mereka, mereka berlarian keluar tapi naasnya mereka menemukan bahwa sejumlah pintu Stadion Belum terbuka,” terangnya.

        “Dalam kondisi itulah, tragedi saling gencet saling injak terjadi. Kita semua tentu prihatin tapi pertanyaan saya Apakah polisi layak dipersalahkan dan jangan lupa ada dua anggota kepolisian yang juga tewas,” tambahnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
        Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

        Bagikan Artikel: