Peneliti UI Tegaskan Dukung BPOM untuk Pelabelan Galon Polikarbonat
Peneliti sekaligus dosen di Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia (UI) Dr. rer. nat. Agustino Zulys, S.Si., M.Sc. menyayangkan pemelintiran dan pembangunan narasi sebagian pihak, dan membantah pemberitaan sebelumnya yang menyebutkan ia mengatakan belum ada penelitian yang membuktikan, bahwa air dalam kemasan galon berbahan polikarbonat berbahaya bagi kesehatan.
Ada salah paham dan miskomunikasi, kata dia meluruskan, karena saat itu ia justru diajak bicara tentang belum adanya penelitian dampak mikroplastik terhadap kesehatan, bukan tentang BPA.
Menurutnya, pernyataannya yang benar bukan soal migrasi BPA dari kemasan galon polikarbonat ke dalam air, tetapi lebih banyak membahas tentang mikroplastik, dengan pihak yang mengajaknya diskusi via telepon dan menjadikannya berita di media massa.
“Saya tekankan di situ soal mikroplastik, bukan BPA tidak berbahaya, jadi itu miskomunikasi dan salah juga. Intinya banyak yang tidak tepat. Saya tidak tahu kalau itu wawancara dan dimuat di media, karena awalnya hanya mengajak diskusi dan bukan meminta pernyataan soal BPA. Yang saya maksud juga bukan BPA tidak berbahaya. Itu keliru,” kata Agustino memberikan klarifikasinya, Senin (10/10/2022).
Agustino juga mengatakan, soal bahaya BPA, pada prinsipnya ia justru sejalan dengan pemerintah, dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dia megaskan lagi, tidak mau dikesankan ada benturan antara dirinya selaku pihak akademik dengan kebijakan pemerintah. Menurutnya, kalangan akademik berbicara berdasarkan hasil riset yang independen, tidak berpihak pada kepentingan lain dan pasti dipublikasikan.
“Saya juga tidak mau dikesankan ada konflik (dengan BPOM),” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, sudah jelas ada penelitian tentang BPA yang menyebutkan bahwa bahan kimia tersebut berbahaya pada kadar tertentu. Kalau ada hasil penelitian tentang (ambang) batasannya, itu tentu berbahaya.
Merujuk temuan dan pernyataan BPOM tentang kandungan BPA pada AMDK di enam daerah bulan lalu, Agustino justru memberikan dukungan pada upaya BPOM untuk memberikan pelabelan BPA di AMDK galon polikarbonat.
“Kalau dalam pembuatannya menggunakan polikarbonat, pasti ada BPA-nya dan itu perlu dituliskan. Ya, saya setuju (langkah pelabelan BPA oleh BPOM), itu buat kebaikan kita juga," jelasnya.
Ia menegaskan tetap mendukung revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, karena hal itu dilakukan untuk kebaikan masyarakat luas.
Revisi ini berupa kewajiban produsen AMDK galon polikarbonat untuk mencantumkan peringatan ”simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam” pada kemasan. AMDK yang menggunakan kemasan galon polikarbonat juga wajib mencantumkan tulisan “Berpotensi Mengandung BPA”.
Sejauh ini, banyak riset global yang sudah menyatakan kandungan BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat berbahaya bagi kesehatan dalam jangka panjang. Saat ini, regulasi pelabelan BPA sudah diserahkan dari BPOM ke Sekretariat Kabinet untuk pengesahan.
BPA Sudah Dilarang di Banyak Negara
BPA adalah zat kimia pengeras plastik yang digunakan untuk memproduksi galon. Menurut sejumlah penelitian, paparan BPA berlebih terbukti mengganggu sistem tubuh manusia. Itu sebabnya, sejumlah negara sudah melarang penggunaan BPA, seperti Perancis, Negara Bagian California di Amerika Serikat, Denmark, Malaysia, Australia, dan Swedia.
BPA berdampak pada mekanisme endocrine disruptor, khususnya hormon esterogen, sehingga bisa menimbulkan gangguan sistem reproduksi dan sistem kardiovaskular, diabetes, kanker, sakit ginjal, obesitas, dan gangguan perkembangan otak, terutama tumbuh kembang anak.
Tanpa pengawasan dan perbaikan sistem, maka puluhan juta konsumen AMDK galon polikarbonat bisa dipastikan bakal terpapar penyakit degeneratif bertahun-tahun kemudian.
Belum lama ini, hasil penelitian BPOM juga telah menemukan kandungan BPA dalam AMDK galon polikarbonat di enam daerah yang sudah melewati ambang batas yang ditentukan yakni, 0,6 bagian per sejuta (ppm) per liter, sepanjang periode 2021-2022.
Enam daerah tersebut adalah Jakarta, Bandung, Manado, Medan, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara. Bahkan, temuan di Medan cukup mengejutkan, karena ditemukan kandungan BPA dalam air di galon jauh melampaui ambang batas, yakni sampai mencapai 0,9 ppm per liter.
“Jumlah konsumen air galon mencapai 85 juta. Produksi air minum mencapai 21 miliar liter per tahun dan sebanyak 22 persen di antaranya diproduksi dalam galon. Sejauh ini, 96,4 persen bahan galon adalah polikarbonat, tapi kemasan yang bebas BPA baru 3,6 persen,” kata Dr. Evi Naria dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, saat pemaparan temuan BPA yang melebihi ambang batas di enam daerah, di Medan, bulan lalu.
"Kandungan BPA berlebih bisa menganggu fungsi hati, kekebalan tubuh, dan otak. Kelompok populasi beresiko tinggi adalah bayi, anak-anak, dan ibu hamil,” katanya.
Sebetulnya, bukan hal sulit untuk memeriksa apakah air mineral dari galon plastik keras polikarbonat mengandung bahan kimia berbahaya BPA atau tidak. BPOM pun sudah berulangkali mengumumkan secara terbuka hasil temuan dari lab mereka.
Sebagai konsumen yang berada pada posisi paling rentan, publik juga berhak mengecek langsung untuk tahu kebenarannya tentang migrasi dan bahaya BPA dari galon polikarbonat.
Standar pengujian migrasi BPA mengacu pada SNI 7626-1: 2017. Pengujian migrasi BPA sudah dapat dilakukan di laboratorium terakreditasi di Indonesia, seperti di BPOM sendiri, Kementerian Perindustrian (Balai Besar Standardisasi Pelayanan Jasa Industri Kimia, Farmasi dan Kemasan), PT SGS, dan PT Intertek.
Kira-kira berapa biaya untuk pengecekan migrasi BPA dalam galon polikarbonat? Ternyata relatif tidak mahal. Untuk biaya pengujian migrasi BPA dalam galon polikarbonat, sesuai dengan tarif setiap laboratorium, tarifnya berkisar antara Rp 750 ribu sampai Rp 4 juta lima ratus ribu. Nah, tunggu apa lagi?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: