Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pembentukan Lembaga Penjamin Polis Dorong Peningkatan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Asuransi

        Pembentukan Lembaga Penjamin Polis Dorong Peningkatan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Asuransi Kredit Foto: MNC Life
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pembentukan Lembaga Penjamin Polis (LPP) diyakini akan membawa perubahan besar dalam industri asuransi nasional karena ada kepastian proteksi premi nasabah, serta dapat meningkatkan kinerja industri asuransi nasional.  

        Anngota Dewan Kehormatan Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia, Kapler Manurung, mengatakan LPP akan mendorong minat dan kepercayaan masyarakat menggunakan jasa asuransi, serta menciptakan tata kelola industri asuransi yang lebih sehat.

        “LPP akan menjadi bagian dari pembenahan industri, sehingga mendukung kelangsungan industri asuransi di dalam negeri. Kehadiran LPP dapat menambah kepercayaan masyarakat untuk menggunakan jasa asuransi,” jelas Kapler Manurung, di Jakarta, pekan ini. 

        Baca Juga: Hard Market Pasar Asuransi Domestik Jadi Pil Pahit yang Ditelan Bersama untuk Restorasi Industri Asuransi Nasional

        Ia memaparkan dengan kondisi saat ini, kinerja industri asuransi di Indonesia cukup baik. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, pendapatan premi perusahaan asuransi Januari-Agustus 2022 mencapai Rp 205,90 triliun. Angka ini naik 2,10% dari periode yang sama tahun lalu.    

        Sementara risk based capital asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 485,51% dan 310,08%. Angka ini jauh di atas threshold, yaitu 120%. Kapler meyakini dengan adanya jaminan premi, maka potensi peningkatan kinerja industri asuransi nasional semakin besar. 

        “Sekarang saja tanpa jaminan, asuransi Indonesia sangat berkembang. Namun, potensinya masih sangat besar jika ada fasilitas jaminan premi, seperti yang diterapkan kepada simpanan di perbankan,” paparnya.  

        Dia mengemukakan, LPP sebagai lembaga penjamin premi tentunya juga akan berperan memantau kegiatan perusahaan asuransi, sehingga ada sparring partner OJK membina dan mengawasi perusahaan asuransi. 

        “Selama ini hanya OJK yang mengurus asuransi. Padahal di perbankan OJK punya sparring partner, yaitu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Bank Indonesia (BI) dengan fungsinya masing-masing. Jadi pasti akan ada hal-hal baru dari LPP. Jadi tidak hanya manfaat yang diperoleh, tetapi ada feedback-nya,” terang Kapler.   

        Baca Juga: OJK Minta Industri Asuransi Bersiap Hadapi Risiko Akibat Lonjakan Klaim Asuransi Kredit

        Pada kesempatan ini, Kapler juga mengapresiasi peran OJK yang juga ikut mendorong pelaksanaan UU Perasuransian untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi. Langkah ini, jelasnya, sejalan dengan urgensi pembentukan LPP pada saat ini. 

        Dia menekankan industri asuransi di Indonesia semakin besar, sehingga tuntutan nasabah dan tantangan yang dihadapinya juga semakin besar. Selain itu, LPP sudah diamanatkan melalui UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian atau sejak delapan tahun lalu.

        Kapler menambahkan, pembahasan Omibus Law Sektor Keuangan yang berlangsung di DPR RI saat ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk mempercepat pembentukan LPP, termasuk penyusunan Undang Undang tentang LPP. 

        “Industri keuangan bank dan non-bank, tentunya harus dibuat sama-sama sehat. Stabilitas sistem keuangan itu tidak dapat dikatakan sehat. Jika salah satu sub-sektornya tidak baik, artinya asuransi ini jangan dianaktirikan,” paparnya lagi. 

        Di sisi lain, dia menilai kasus gagal bayar perusahaan asuransi di Indonesia hingga saat ini belum masuk kategori sistemik, seperti pada perbankan saat krisis moneter tahun 1997. Namun, dia menilai Indonesia harus bersiap dan mengantisipasi karena risikonya tetap ada.

        Mengenai penyelenggara LPP, dia menilai tugas LPS dapat diperluas untuk mengelola jaminan premi nasabah asuransi. LPS perlu menambah Sumber Daya Manusia (SDM) yang benar-benar dapat mengenali risiko perusahaan perasuransian. 

        “Saya kira memperluas fungsi LPS itu jauh lebih efektif dan efisien, dibandingkan dengan membentuk lembaga baru. Apalagi para Komisioner LPS sudah menyatakan pada publik bahwa mereka menyambut baik menjadi penyelenggara jaminan premi asuransi,” terang Kapler.

        Baca Juga: Berkaca dari Tragedi Kanjuruhan, Bos OJK Ajak Industri Asuransi Bikin Produk Proteksi Pertandingan Bola hingga Atlet

        Di sisi lain, dia mengatakan perusahaan asuransi juga harus siap untuk bisa mengikuti besaran iuran jika LPP sudah didirikan. Untuk itu, ia menjelaskan besaran tarif iuran dapat dibahas bersama, sehingga tidak memberatkan perusahaan dan nasabah.

        Lebih jauh, dia mengakui bahwa memang di lapangan ada perusahaan asuransi sehat yang merasa dibebani dengan adanya iuran kepada LPP karena dianggap menanggu risiko perusahaan asuransi yang tidak sehat. 

        “Tapi orang asuransi tidak boleh berpikiran seperti itu, karena yang paling mendasar di perusahaan asuransi adalah gotong-royong. Jika ada yang menolak LPP, berarti tidak mendasari prinsip dasar asuransi atau fundamental dari asuransi itu sendiri,” terangnya. 

        Mengenai batasan premi yang dijamin, dia mengatakan memang tidak realistis jika dijamin 100 persen dengan kondisi saat ini. LPP, terangnya, tidak berarti akan menjamin semua kerugian yang dialami nasabah yang tidak mendapatkan ganti rugi dari asuransi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Annisa Nurfitri

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: