Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gagal Ginjal Akut Misterius Picu 133 Kematian dari 241 Kasus, Menkes: Terkonfirmasi Disebabkan oleh Senyawa Kimia

        Gagal Ginjal Akut Misterius Picu 133 Kematian dari 241 Kasus, Menkes: Terkonfirmasi Disebabkan oleh Senyawa Kimia Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kemunculan penyakit misterius gagal ginjal akut yang menyerang usia anak disebut telah menyebabkan 133 kematian dari total 241 kasus di Indonesia. Hal ini diungkap langsung oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.

        Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat ini tengah mencari penyebabnya, yang diduga karena senyawa kimia EG dan DEG di dalam obat sirop melalui penelitian kepada pasien gangguan ginjal di RSCM. 

        Baca Juga: Dinkes Yogyakarta Minta Warga Waspada Gejala Gagal Ginjal Akut

        "Ini bukan karena patogen karena toksik. Kami tes ke anak-anak tersebut yang ada di RSCM. Dari 17 ada 15 positif memiliki senyawa tadi EG dan DEG. Itu ada di mereka. Jadi terkonfirmasi ini disebabkan oleh senyawa kimia," kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/10/2022).

        Budi menjelaskan, senyawa EG dan DEG yang masuk ke tubuh berubah menjadi asam oksalat, yakni zat yang berbahaya bagi tubuh.

        "Kalau masuk ke ginjal bisa jadi kalsium oksalat. Kristal kecil yang tajam-tajam di ginjal balita sehingga rusak ginjalnya," jelas Budi.

        Anehnya, senyawa pada sirop ini ditemukan pada sebagian besar obat yang telah dikonsumsi sejak lama. Kemenkes masih terus melakukan penelitian sejak kapan cemaran pada obat sirop tersebut terjadi.

        Baca Juga: Marak Kasus Gagal Ginjal Anak, DPD Minta Kemenkes Buka Informasi yang Jelas

        "Kami melihat bahwa sebagian besar obat-obatan ini sudah dipakai sebelumnya. Kami akan relay ke BPOM untuk melihat kenapa ini bisa terjadi. Nanti baru bisa diambil kesimpulan sesudah analisis kuantitatifnya keluar. Karena BPOM melakukan juga. Penyebabnya apa baru keluar sekarang apakah sebulan yang lalu, apakah dua bulan lalu nanti BPOM juga melakukan itu," terang Budi.

        Semula, Kemenkes menduga hal tersebut disebabkan oleh infeksi organisme kecil atau patogen.

        "Yang membuat kami agak terbuka adalah karena ada kasus di Gambia, 5 Oktober WHO keluarkan rilis ada kasus, dan ini disebabkan oleh senyawa kimia," terang Budi.

        Kemenkes juga melakukan penelitian dan menunjukkan kejadian ini banyak menyerang terutama balita di bawah lima tahun. Gejala klinisnya demam, hilang nafsu makan, malaise atau rasa tidak enak, mual, muntah, diare, nyeri bagian perut, dehidrasi, dan pendarahan. Selain itu, 29 persen pasien yang dilaporkan memiliki gejala anuria atau ginjal tidak memproduksi urine.

        Baca Juga: Soal Kasus Gagal Ginjal Akut, PT Konimex Buka Suara

        Dengan adanya peningkatan kematian yang signifikan dalam waktu dekat, Kemenkes menganggapnya sebagai kejadian yang abnormal. Normalnya, kematian pada kasus AKI tidak melonjak tinggi dalam waktu cepat di 22 Provinsi.

        "Kami sudah identifikasi telah dilaporkan adanya 241 (kasus) di 22 provinsi," kata Budi.

        "Jadi meninggal karena AKI selalu terjadi cuma jumlahnya kecilnya, enggak pernah tinggi. Kami melihat ada lonjakan di Agustus naik sekitar 36 kasus. Sehingga, begitu ada kenaikan, kami mulai melakukan penelitian ini penyebabnya apa," sambung dia.

        Baca Juga: Terbaru, Delapan Anak Terkena Gagal Ginjal Akut Kata Sudin Kesehatan Jakbar

        Inspektur Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) Elin Herlina, Apt, MP mengatakan, perihal penggunaan bahan baku obat, pihaknya selalu mendata saat pihak farmasi melakukan registrasi. Termasuk saat pihak farmasi akan mengubah jenis bahan baku yang dipakai.

        "Untuk penggunaan bahan baku saat registrasi kami lakukan pendataan darimana aja dapat bahan baku. Makanya saat Gambia merebak kami cek data apakah ada bahan baku dari India tersebut. Ke depannya kami akan lebih insentif terkait pemasukan bahan baku," terangnya. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: