Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ombudsman Temukan Tindakan Maladministrasi di Kasus Gagal Ginjal, Kemenkes dan BPOM Harus Bertanggung Jawab?

        Ombudsman Temukan Tindakan Maladministrasi di Kasus Gagal Ginjal, Kemenkes dan BPOM Harus Bertanggung Jawab? Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ombudsman Republik Indonesia sedang mendalami potensi maladministrasi di kasus gagal ginjal akut. Kementrian Kesehatan disebut tidak memiliki data penyebaran penyakit secara akurat dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak maksimal dalam menjalankan fungsi pengawasannya.

        “Kami menemukan potensi maladministrasi. Sehingga menyebabkan terjadinya kelalaian dalam pencegahan atau mitigasi kasus ini," ujar Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, di Jakarta, kemarin.

        Robert mengatakan Kementrian Kesehatan tidak memiliki data pokok mengenai sebaran penyakit kasus baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Kedua lanjut Robert, Kementrian Kesehatan tidak memiliki standarisasi pencegahan dan penanganan kasus gagal ginjal akut pada anak oleh seluruh pusat pelayanan kesehatan baik di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL).

        Kondisi ini menyebabkan belum terpenuhinya Standar Pelayanan Publik (SPP) termasuk pelayanan pemeriksaan laboratorium. Di sisi lain, Ombudsman juga melihat BPOM berpotensi melakukan maladministrasi.

        Menurutnya BPOM lalai dalam pengawasan premarket (proses sebelum obat didistribusikan dan diedarkan) dan postmarket control (pengawasan setelah produk beredar).

        Pada tahap premarket, Ombudsman menilai bahwa BPOM tidak maksimal melakukan pengawasan terhadap produk yang diuji oleh perusahaan farmasi (uji mandiri). Robert menekankan bahwa peran pengawasan BPOM harus lebih aktif dengan melakukan uji petik terhadap sejumlah produk farmasi.

        Ombudsman menilai bahwa terdapat kesenjangan antara standarisasi yang diatur oleh BPOM dengan implementasi di lapangan. Selain itu, Robert menegaskan BPOM wajib memaksimalkan tahapan verifikasi dan validasi sebelum penerbitan izin edar.

        Pada tahap postmarket control, Ombudsman menilai bahwa dalam tahapan ini perlu adanya pengawasan BPOM pasca pemberian izin edar. "BPOM perlu melakukan evaluasi secara berkala terhadap produk yang beredar. Hal ini bertujuan untuk memastikan konsistensi mutu kandungan produk yang beredar," pungkas Robert.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Boyke P. Siregar
        Editor: Boyke P. Siregar

        Bagikan Artikel: