Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Begini Cara Antisipasi Diskriminasi dan Intoleransi di Lingkungan Sekolah Jawa Barat

        Begini Cara Antisipasi Diskriminasi dan Intoleransi di Lingkungan Sekolah Jawa Barat Kredit Foto: Disdik Jabar
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat melalui Cabang Dinas Pendidikan (Cadisdik) Wilayah II Jawa Barat (Jabar) berupaya membentengi warga sekolah agar terbebas dari segala bentuk diskriminasi dan intoleransi. Caranya, dengan menciptakan lingkungan belajar yang demokratis, menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

        Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Dedi Supandi berharap setiap sekolah di Jabar menjadi yang terdepan dalam memerangi sikap intoleransi. Bilamana dapat menjaga toleransi, maka bukan tidak mungkin pada tahun 2045 Indonesia akan menjadi negara adidaya.

        Masih soal semangat toleransi, salah satu sekolah di bawah naungan Cadisdik Wilayah II Jawa Barat pun telah menjadi pionir dalam mewujudkan Sekolah Toleransi pertama di Indonesia, yaitu SMAN 1 Depok. Pada April 2022 lalu, pihaknya bersinergi dengan Pandam Jaya Mayjen Untung Budiharto untuk mengukuhkan SMAN 1 Depok menjadi Sekolah Toleransi pertama di Indonesia.

        Baca Juga: Beneran Elite Megawati, Ganjar Pranowo Dinobatkan Jadi Bapak Pancasilais: Vokal Lawan Intoleransi

        "Sekolah toleransi pertama di Indonesia ini bisa menjadi contoh lain untuk sekolah yang ada di Jawa Barat, umumnya di Indonesia. Diharapkan bisa diimplementasikan ke tiap sekolah di Jabar," kata Dedi kepada wartawan melalui sambungan telepon selulernya, Minggu (13/11/2022).

        Dedi menjelaskan di Jabar sendiri ada setidaknya 5.033 sekolah yang ke depannya diharapkan bisa mengimplementasikan nilai-nilai toleransi untuk masuk dalam kurikulum melalui pelajaran PPKn.

        Di pelajaran PPKn sendiri khususnya untuk tingkat SMA, diselipkan pendidikan antikorupsi yang digagas oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kejaksaan.

        "Generasi Indonesia Emas. Yang akan menjadi penerus bangsa adalah siswa-siswa yang saat ini sedang menjalani pendidikan, khususnya di SMA, SMK dan SLB. Karena itu, terus tumbuhkan sikap toleransi," ungkapnya.

        Adapun Kepala Cadisdik Wilayah II Jabar, Otin Martini mengatakan, penting bagi setiap sekolah  memfasilitasi setiap pemeluk agama tanpa adanya diskriminasi. Hal ini juga sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Sisdiknas.

        "Dari pemeluk agama yang mayoritas hingga pemeluk agama minoritas memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kesempatan dan fasilitas dalam menunjang kegiatannya di sekolah," katanya.

        Dia mengungkapkan salah satunya ditunjukkan dengan hadirnya program "Chandle" yang diinisiasi oleh Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Depok. Chandle memiliki makna Christian SMADA People yang diikuti oleh Rohkris atau Rohani Kristen di sekolah tersebut.

        "Salah satu contoh pengimplementasian dari keadilan dalam kegiatan keagamaan di sekolah adalah dengan adanya program Chandle," katanya. 

        Otin memastikan, upaya meminimalisasi bentuk diskriminasi dan intoleransi tidak hanya dilakukan di SMAN 2 Depok. Dia juga mendorong sekolah lainnya yang berada di lingkungan Cadisdik Wilayah II Jabar yaitu meliputi Kota Bogor dan Depok agar melakukan hal serupa.

        "Chandle merupakan tempat bagi siswa-siswi SMAN 2 Depok yang berumat Kristen dan Katolik untuk bersekutu, beribadah, menjalin kasih dan persahabatan," pungkasnya. 

        Sementara itu, Kepala Sekolah SMAN 2 Depok Wawan Ridwan mengatakan, ada berbagai kegiatan keagamaan pada di lingkungan sekolah yang dia bina dan telah berlangsung sejak lama. Di antaranya, seperti Rohis (rohani Islam), marawis dan program Chandle.

        Khusus program Chandle, merupakan wadah bagi siswa dan siswi beragama Kristen dan Katolik yang tidak hanya mengikat pada satu angkatan saja.Dalam berbagai kesempatan, Program Chandle kerap kali terhubung dengan para senior yang telah lulus untuk memberikan bimbingan.

        "Pada beberapa kegiatan bahkan sering terjadi sinergi dan kolaborasi antara Chandle dan Rohani Islam. Ini juga bukti tingginya toleransi di SMAN 2 Depok," ujarnya.

        Selain itu, toleransi agama warga sekolah di SMAN 2 Depok juga tampak dari formasi ketua dan wakil ketua Majelis Pewakilan Kelas (MPK). Di mana Ketua MPK di SMAN 2 saat ini diketuai oleh siswa beragama muslim sementara wakil ketua adalah nonmuslim.

        Dikatakannya pula, bahwa tahun sebelumnya siswa nonmuslim hanya sekitar 35 orang di SMAN 2 Depok. Sedangkan untuk tahun ajaran ini, meningkat hingga 66 orang.

        "Keseluruhan siswa nonmuslim saat ini 160 anak dari berbagai kelas. Dan kami mengatur penjadwalan pelajaran agamanya juga kegiatan pendukung lainnya," tambahnya.

        Adapun dalam program Chandle, terdapat sejumlah kegiatan keagamaan yang rutin digelar, baik itu secara harian, mingguan, bulanan hingga tahunan. Untuk harian, digelar kegiatan SaTe atau Saat Teduh, mingguan yaitu kegiatan PJ atau persekutuan Jumat.

        "Nah untuk bulanan ada PJ Spesial. Di mana dalam persekutuan Jumat ini disertai juga dengan games. Sedangkan untuk tahunan, ada Youth Camp, Natalan, dan Retreat," paparnya.

        Lebih lanjut, Wawan menjelaskan, bahwa Chandle bukan sekadar tempat  berkumpul atau berorganisasi. Namun, berhubungan juga dengan pembentukan karakter.

        "Karena, melalui kepengurusan di Chandle. Siswa maupun siswi dapat mengambil peran sebagai anggota, penanggung jawab divisi, sekretaris, bendahara dan ketua. Maka di sini dapat membentuk karakter kepemimpinan juga," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Saepulloh
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: