Ekonom Soroti Harga Tiket Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Tidak Bisa Diandalkan untuk Sharing Profit dengan China
PT Kereta Cepat Indonesia China mengumumkan mengenai biaya tiket kereta Jakarta-Bandung yang mana dipatok seharga Rp125 Ribu-Rp250 Ribu.
Mengenai penetapan harga kereta cepat ini, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institue Achmad Nur Hidayat angkat suara.
Menurutnya harga tersebut menggiurkan dan menarik perhatian masyarakat dan pengusung program ini akan mendapat impresi dari masyarakat.
“Harga yang murah ini tentunya sangat menggiurkan dan membahagiakan bagi warga yang ingin bepergian menggunakan KCJB tersebut. Bisa-bisa tiket ludes terjual dalam waktu yang cepat. Dan pengusung program ini akan mendapat impresi dari masyarakat,” ujar Achmad dalam keterangan resmi yang diterima redaksi wartaekonomi.co.id, Jumat (25/11/22).
Namun menurut Achmad, murahnya harga tiket ini akan menimbulkan masalah yang serius. Ia menyebut harga tiket tersebut terlalu murah dan tidak rasional.
Achmad menilai dengan perhitungan yang ada, pendapatan yang akan masuk tidak dapat diandalkan untuk berbagi keuntungan.
“Tapi persoalannya adalah, harga yang murah tersebut dibawah harga rasional untuk bisa menutupi kebutuhan operasional dan pengembalian modal. Artinya pendapatan yang akan masuk tidak dapat diandalkan untuk bisa sharing profit antara Indonesia dengan China,” tambahnya.
Menurut Achmad, logikanya China tidak akan mau berinvestasi jika prospek keuntungannya tidak bisa diharapkan, kecuali Indonesia mengkompensasi kekurangan pendapatan dengan mengucurkan subsidi. Jika ini terjadi maka pemerintah harus mengucurkan subsidi dalam waktu yang cukup lama.
BUMN yang semestinya memberikan pendapatan kepada negara malah menjadi beban yang berkelanjutan. Dan ini akan menjadi legacy beban dari rezim saat ini yang harus dipikul oleh rezim yang akan datang.
“Hal ini bisa kita lihat dari biaya pembangunan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCKB) yang tembus hingga US$7,9 miliar atau Rp118,5 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu per dolar AS),” ungkapnya.
Dengan demikian, Lanjut Achmad, sustainable dari KCJB diperkirakan tidak akan bertahan. Sementara biaya-biaya yang harus dikeluarkan akan sangat tinggi.
Jika hal-hal yang fundamental tidak terbiayai maka nasib unit KCJB ini akan seperti Bus-bus Transjakarta jaman gubernur Ahok yang terbengkalai dan menjadi rongsokan. Kekhawatiran lainnya adalah jika pemeliharaan infrastruktur tidak ideal karena minim pendanaan maka dikhawatirkan berakibat malfunction yang berakibat kepada kecelakaan yang akan menimbulkan korban jiwa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Bayu Muhardianto