Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        OJK Sebut Investor Pasar Modal Syariah Masih Follow the Money, Ini Buktinya!

        OJK Sebut Investor Pasar Modal Syariah Masih Follow the Money, Ini Buktinya! Kredit Foto: Lestari Ningsih
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Pertumbuhan pasar modal syariah Indonesia dinilai masih lebih lambat daripada pasar modal konvensional. Hal demikian juga diamini oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menilai bahwa pasar modal syariah tumbuh merangkak meskipun Indonesia memiliki mayoritas pendukuk muslim.

        Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I OJK, Djustini Septiana, menyampaikan bahwa pertumbuhan pasar modal syariah yang lambat tersebut dipengaruhi oleh perilaku investor yang masih cendrung follow the money. Investor dinilai belum benar-benar berdedikasi dalam menghidupkan prinsip syariah di pasar modal syariah Indonesia. 

        Baca Juga: Pasar Modal Syariah Tumbuh Merangkak, OJK: Investor Masih Follow the Money, Belum Hidupkan Syariahnya

        "Kami mengamati perilaku investor. Jadi sepertinya investor kita ini belum benar-benar berdedikasi untuk menghidupkan kesyariahannya, masih ada kecondongan untuk follow the money," pungkas Djustini dalam Workshop Media Gathering Pasar Modal 2022 di Bandung, 25 November 2022.

        Djustini menyebutkan ada dua hal yang membuktikan bahwa investor pasar modal syariah masih cenderung follow the money. Pertama, perihal penjaminan. Ia menegaskan, menurut syariat, pasar modal syariah tidak memerlukan penjaminan karena seharusnya memiliki kepercayaan yang lebih tinggi daripada konvensional.

        "Syariah itu sebetulnya kan tidak perlu adanya penjaminan. Harusnya kepercayaan (di pasar modal syariah) lebih tinggi dibandingkan dengan konvensional. Tetapi faktanya justru harus ada penjaminan dan itu termasuk cost," tegasnya lagi.

        Penjaminan tersebut, lanjut Djustini, dapat berupa sertifkat atau pendapat ahli. Nantinya, penjaminan akan otomatis berdampak ke penawaran karena nilai cost lebih tinggi.

        "Itu termasuk cost yang otomoatis ketika nanti dilakukan penawaran, ini akan menyebabkan nilai cost lebih tinggi," katanya.

        Baca Juga: OJK Sebut Ada 6 Tantangan dalam Pengembangan Pasar Modal di Indonesia, Apa Saja?

        Bukti kedua, ungkap Djustini, dapat dilihat dari sisi permintaan, yakni return. Ia mengatakan bahwa dibandingkan dengan bunga di pasar konvensional, return yang diberikan di pasar syariah selalu lebih tinggi.

        "Kita bisa lihat dan bandingkan kalau bicara return. Dibandingkan dengan bunga di konvensional, return itu selalu lebih tinggi. Itulah mengapa kita masih melihat bahwa investor sekarang masih follow the money," lanjutnya.

        Hal tersebut dinilai Djustini masih menjadi PR bagi semua pihak untuk membalikkan pemahaman masyarakat bahwa pasar modal syariah itu tidak sekadar mencari uang dan menghasilkan uang lebih banyak, tetapi melihat keberkahan yang ada. 

        "Syariah itu tidak sekadar mencari uang, memutar uang, menghasilkan uang lebih banyak, tetapi lebih melihat keberkahan dan kebesihannya," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lestari Ningsih
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: