Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kalau Benjamin Netanyahu Jadi PM Israel Lagi, Yahudi Amerika Khawatir karena...

        Kalau Benjamin Netanyahu Jadi PM Israel Lagi, Yahudi Amerika Khawatir karena... Kredit Foto: Instagram/Benjamin Netanyahu
        Warta Ekonomi, Washington -

        Sejumlah organisasi besar Yahudi Amerika, yang secara tradisional merupakan landasan dukungan bagi Israel, telah menyatakan kekhawatiran atas karakter pemerintahan sayap kanan yang akan dipimpim oleh Perdana Menteri konservatif Benjamin Netanyahu.

        Mengingat pandangan politik liberal yang didominasi orang Yahudi Amerika dan kedekatannya dengan Partai Demokrat, keraguan ini dapat menimbulkan riak di Washington dan semakin memperluas perpecahan partisan atas dukungan untuk Israel.

        Baca Juga: Sinyal Keras Amerika buat Politikus Sayap Kanan Israel, Sosok Ini Langsung Ketar-Ketir

        “Ini adalah persimpangan jalan yang sangat signifikan. Ini adalah saat-saat ketika hubungan antara sebagian besar orang Yahudi Amerika dan Israel mulai benar-benar retak. Jadi saya sangat takut," kata Jeremy Ben-Ami, presiden J Street, sebuah kelompok liberal pro-Israel di Washington. 

        Para pemimpin Yahudi-Amerika tampak sangat khawatir tentang peran yang dimainkan oleh trio anggota parlemen garis keras.

        Ketiganya telah membuat pernyataan rasis anti-Arab, merendahkan komunitas LGBTQ, menyerang sistem hukum Israel dan menjelekkan aliran Yudaisme liberal dan non-Ortodoks yang populer di AS. Semuanya dengan keras menentang kemerdekaan Palestina.

        “Ini adalah salah satu suara paling ekstrem dalam politik Israel. Peran kepemimpinan adalah perhatian yang mendalam," ujar Presiden Persatuan Yudaisme Reformasi, atau gerakan Yahudi terbesar di AS, Rabbi Rick Jacobs.

        Sebagian besar organisasi sentris, seperti Anti-Defamation League, yang memerangi antisemitisme dan bentuk kebencian lainnya, serta Federasi Yahudi Amerika Utara, sebuah kelompok payung yang mendukung ratusan komunitas Yahudi, ikut angkat bicara mengenai kekhawatiran mereka terhadap pemerintahan sayap kanan Israel.

        Anti-Defamation League mengatakan, memasukkan tiga anggota parlemen sayap kanan dalam pemerintahan berlawanan dengan prinsip-prinsip pendirian Israel. Sementara Federasi Yahudi menyerukan kebijakan inklusif dan pluralistik.

        Selama beberapa dekade, orang Yahudi Amerika telah memainkan peran kunci dalam mempromosikan hubungan dekat antara AS dan Israel.  Mereka telah mengumpulkan jutaan dolar untuk kepentingan Israel, berbicara membela Israel dan memperkuat dukungan bipartisan yang kuat untuk Israel di Washington.

        Tetapi hubungan jangka panjang ini telah mengalami ketegangan dalam beberapa tahun terakhir, terutama selama pemerintahan Netanyahu pada periode 2009-2021.

        Kebijakan garis keras Netanyahu terhadap Palestina, pertengkaran publiknya dengan Barack Obama atas upaya perdamaian dan masalah nuklir Iran serta kedekatannya dengan Donald Trump membuatnya berselisih dengan banyak komunitas Yahudi Amerika.

        Jajak pendapat menunjukkan, sekitar tiga perempat orang Yahudi Amerika condong ke Partai Demokrat. Mereka cenderung lebih kritis terhadap pemerintah Israel dan lebih bersimpati kepada orang-orang Palestina daripada rekan-rekan mereka dari Partai Republik. Perpecahan ini bahkan lebih luas di kalangan pemuda Yahudi berusia 20-an.

        Tren ini tampaknya akan menjadi hyper-drive ketika Netanyahu bersiap untuk kembali berkuasa setelah satu setengah tahun sebagai pemimpin oposisi. Kali ini Netanyahu akan diapit oleh beberapa politisi paling ekstremis di Israel.

        Setelah memenangkan pemilu bulan lalu, Netanyahu dan sekutunya masih membentuk koalisi.  Tapi dia sudah mencapai sejumlah kesepakatan yang memicu peringatan di luar negeri.

        Itamar Ben-Gvir, seorang anggota parlemen yang terkenal dengan aksi-aksi provokatif dan anti-Arab, telah mendapatkan tawaran sebagai menteri keamanan nasional.

        Posisi ini akan menempatkannya sebagai penanggung jawab kepolisian nasional Israel. Termasuk polisi perbatasan paramiliter, sebuah unit di garis depan dalam pertempuran dengan warga Palestina di Yerusalem timur dan wilayah pendudukan Tepi Barat.

        Ben-Gvir menyebut anggota parlemen Arab sebagai "teroris" dan menyerukan untuk mendeportasi mereka.  Dia ingin menjatuhkan hukuman mati pada penyerang Palestina dan memberikan kekebalan kepada tentara Israel dari penuntutan.

        Netanyahu juga telah setuju untuk menunjuk anggota parlemen Avi Maoz sebagai wakil menteri yang mengawasi otoritas baru yang bertanggung jawab atas “identitas Yahudi”. Termasuk memberinya tanggung jawab atas sistem pendidikan Israel. Maoz dikenal karena lantang menyuarakan anti-LGBTQ. Dia juga menentang gerakan Reformasi dan orang Yahudi non-Ortodoks lainnya.

        Maoz menginginkan larangan parade LBGTQ yang dikenal sebagai Parade Pride. Dia juga membandingkan gay dengan pedofil dan ingin mengizinkan beberapa bentuk terapi yang mencoba mengubah orientasi seksual atau identitas gender anak-anak LGBTQ.

        Maoz berharap untuk mengubah "Hukum Kepulangan" Israel, yang memberikan kemudahan bagi siapa pun yang mempunyai garis keturunan kakek nenek Yahudi untuk berimigrasi ke Israel. Dia juga menentang konversi non-Ortodoks ke Yudaisme.

        Netanyahu juga menunjuk Bezalel Smotrich, untuk menjalankan otoritas pembangunan pemukiman dan kehidupan sipil Palestina di wilayah pendudukan Tepi Barat. Smotrich merupakan seorang pemimpin pemukim Yahudi yang menyuarakan anti-LGBTQ dan anti-Palestina.

        Netanyahu telah bermurah hati terhadap serutunya, karena mereka mendukung reformasi hukum besar yang dapat membekukan atau membatalkan persidangan korupsinya.  Kritikus mengatakan, langkah seperti itu akan membahayakan pondasi demokrasi Israel.

        Kepala Eksekutif Dewan Demokratik Yahudi Amerika, Hailey Soifer, menyatakan, masih terlalu dini untuk menilai pemerintahan yang belum menjabat secara resmi.  Namun dia mengakui kekhawatiran tentang sejumlah isu, seperti hak LGBTQ, hak Palestina, dan penghormatan terhadap demokrasi.

        “Banyak dari kekhawatiran itu didasarkan pada pengalaman kami sendiri dengan pemerintahan yang tidak berbagi nilai-nilai kami,” kata Soifer.

        Penulis buku “We Are Not One,” sebuah buku baru tentang hubungan antara Israel dan Yahudi Amerika, Eric Alterman, mengatakan, kedua belah pihak bergerak ke arah yang berlawanan. Demokrat Progresif telah mendorong pendekatan yang lebih keras ke Israel karena perlakuannya terhadap Palestina.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: