Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Rieke Diah Pitaloka: Pancasila itu Bukan Dikotomi Antara yang Nasionalis dengan yang Tidak Nasionalis

        Rieke Diah Pitaloka: Pancasila itu Bukan Dikotomi Antara yang Nasionalis dengan yang Tidak Nasionalis Kredit Foto: Ist
        Warta Ekonomi, Jember -

        Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka memberikan kuliah umum di Universitas Jember (Unej), Kamis (8/12/2022).

        Kuliah umum mengangkat tema 'Pancasila: Ilmu Amaliah, Ilmu Ilmiah dalam Kebijakan Pembangunan'.

        Rieke menyampaikan, Pancasila adalah ilmu amaliah, ilmu untuk mengamalkan ilmu pengetahuan. Sehingga hal pertama dan utama yang dilakukan para pendiri bangsa adalah memperjuangkan ilmu pengetahuan sebagai hak warga negara anak bangsa Indonesia.

        "Pancasila itu bukan dikotomi antara yang nasionalis dengan yang tidak nasionalis. Pancasila itu bukan memecah belah rakyat bukan mendikotomi mana kelompok radikal dan mana yang bukan radikal. Pancasila itu adalah ilmu amaliah ilmu untuk mengamalkan ilmu pengetahuan buktinya kita semua berada di Universitas Jember ini," ujar Rieke.

        "Ini adalah perjalanan tauhid bagi saya mengingatkan bagaimana para pendiri bangsa kita memperjuangkan ilmu pengetahuan itu sebagai hak warga negara anak bangsa Indonesia menuju Indonesia sebagai negara industri. Maka SDM itu penting sekali," papar Rieke.

        Rieke mengatakan, untuk membangun Indonesia, tentu sangat dibutuhkan angka ataupun statistik yang akurat. Untuk itu, ia mengajak seluruh elemen memperjuangkan hadirnya peraturan pemerintah tentang penyelenggaraan pemerintah berbasis data desa dan kelurahan presisi.

        "Menjadi kebijakan khususnya untuk kebijakan pembangunan. Itu baru namanya berdaulat, percaya pada kemampuan anak bangsa sendiri. Kita akan berjuang bersama di balik angka dalam data negara sekali lagi ada nasib dan nyawa jutaan rakyat yang dipertaruhkan," ungkap Rieke.

        "Angka-angka yang ada tidak akurat, menurut pendiri bangsa, bukan menurut kami. Digunakan untuk mengalihkan pikiran namanya manipulasi angka negara, namanya rekayasa statistik, kami tidak menuduh siapa-siapa, tapi kami menawarkan solusi bangsa ini.

        "Tidak mungkin lagi Indonesia kebijakan pembangunannya tidak berbasis pada data akurat dan data aktual yang menggambarkan kebutuhan real rakyat, kondisi real rakyat di pelosok tanah air di desa-desa dan kelurahan. Kami tidak akan menyerah untuk memperjuangkan bersama," papar Rieke.

        Founder Data Desa Presisi (DDP) Dr Sofyan Sjaf mengapresiasi keteguhan dan perjuangan Rieke yang selalu menyorot persoalan angka-angka dan data pemerintah yang tidak akurat mulai dari tingkat desa. Sehingga membuat upaya pembangunan yang seyogyanya dimulai dari desa tidak berjalan dengan semestinya.

        "Hari ini saya tidak mungkin ada di Jember, kalau tidak ada komitmen perjuangan dan ideologis dari Bu Rieke. Saya diberi satu buku berjudul 'Pembangunan Semesta Berencana' yang di dalam buku itu dengan tegas dikatakan oleh The Founding Fathers kita bahwa untuk mewujudkan pembangunan nasional yang mencerdaskan kehidupan masyarakat hanya bisa dilakukan dengan memotret lima aspek kesra, dengan dua pendekatan demokratik roller development dan data akurat," kata Dr Sofyan Sjaf yang juga menjabat Wakil Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Intitut Pertanian Bogor (IPB) ini.

        Dr Sofyan mengatakan, ternyata setelah 77 tahun Indonesia merdeka, Indonesia masih dipertontonkan bagaimana kevalidasian data masih diragukan. "Bayangkan setelah 77 tahun Indonesia merdeka, data kita masih invalid," katanya.

        "Kemudian saya melakukan penelitian di tahun 2017, ditemukan 47,13 persen data yang digunakan pemerintah hari ini untuk melakukan pengukuran pembangunan, apakah itu indesk pembangunan manusia, indeks pembangunan pemuda danlainnya dipakailah data yang berasal dari desa, yang bersumber dari profil desa ternyata tingkat erornya 47,13 persen,"

        "Tidak sesuai dengan kondisi aktual desa. Lalu pertanyaannya, bagaimana dengan perencanaannya, bagaimana dengan implementasinya, dan monitoring evaluasinya," ujarnya.

        Dr. Sofyan menyebut, persoaln tersebut terbukti saat pandemi Covid-19 melanda. Pemerintah mengalami kesulitan dalam penyaluran bantuan karena tidak menemukan data masyarakat yang valid.

        "Itu terbukti saat Covid-19, memberikan ruang bahwa informasi tentang orang miskinpun tidak diketahui," ujarnya. 

        Rektor Universitas Jember Dr. Iwan Taruna mengatakan, tentu peraturan-peraturan yang disusun harus bercerminkan nilai-nilai Pancasila. Dia berharap materi Rieke dengan pengalamannya mampu mewujudkan perjuangan terkait angka presisi tersebut.

        "Karena itu saya atas nama civitas akademi benar-benar mengucapkan terima kasih kepada ibu Rieke atas kehadirannya di Jember, kemudian juga Pak Syam dalam memberikan kuliah umumnya," ungkapnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: