Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        DPR Jelaskan Salah Satu Hal Positif yang Tercantum dalam KUHP Baru: Kasus seperti Habib Rizieq Tak Bisa Dipenjara

        DPR Jelaskan Salah Satu Hal Positif yang Tercantum dalam KUHP Baru: Kasus seperti Habib Rizieq Tak Bisa Dipenjara Kredit Foto: DPR
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru disahkan legislatif bersama pemerintah pada 6 Desember 2022 disebut memuat hal positif. Salah satunya terkait pasal 263 RKUHP yang mengatur tentang pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.

        Aturan itu, jelas Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman, dengan otomatis menggantikan ketentuan Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Penyebaran Berita Bohong yang acapkali dipakai menjerat aktivis.

        Baca Juga: Jawab Keresahan Pengacara Kondang Hotman Paris, DPR Jelaskan Pasal dalam KUHP: Maksudnya...

        "Contohnya kasus Habib Rizieq Shihab, kasus Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat," kata Habiburokhman melalui keterangan persnya, Kamis (8/12).

        Legislator Fraksi Gerindra itu mengatakan Pasal 263 di dalam RKUHP tidak bisa dipakai memidanakan aktivis yang menyebarkan pemberitahuan bohong. Habiburokhman menyebut ada indikator terjadinya kerusuhan fisik menjerat aktivis yang teridentifikasi memuat pemberitahuan bohong.

        "Jadi, seperti kasus-kasus yang disebutkan tadi, kalau tidak terjadi kerusuhan secara fisik, tidak bisa dipidana," kata Wakil Ketua MKD DPR RI itu.

        Dia kemudian menyambut positif pengesahan RKUHP oleh DPR bersama pemerintah. Toh, aturan pemidanaan tentang harkat dan martabat Presiden RI dan negara dibuat secara ketat.

        "Kedua pasal tersebut sudah direformulasi," kata Habiburokhman.

        Dia mengatakan seseorang tidak bisa dipidana dengan Pasal 218 tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden jika pernyataan untuk kepentingan umum.

        "Jika dilakukan untuk pembelaan diri dan kepentingan umum, seperti menyampaikan kritik dan perbedaan pendapat dengan pemerintah atau penguasa," katanya.

        Baca Juga: Dubes AS Ikutan Bergejolak Gegara Pengesahan KUHP Baru, DPR: Kami Akan Bentuk Task Force!

        Habiburokhman pun mempertanyakan masih ada pihak yang keberatan dengan pengesahan RKUHP oleh pemerintah dan DPR pada Selasa (6/12). "Jadi, ditanyakan saja kepada mereka yang menolak pengesahan RKUHP baru ini, apakah mereka lebih menginginkan KUHP yang lama dan UU Pasal 14 Tahun 1946 tetap berlaku dan terus menakan korban, hari demi hari," ungkap dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: