Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        CENTRIS Menilai Partai Komunis China tidak Terlalu Peduli Protes Masyarakat

        CENTRIS Menilai Partai Komunis China tidak Terlalu Peduli Protes Masyarakat Kredit Foto: Reuters/Paul Yeung
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Partai Komunis China (PKC) yang menguasai jalannya pemerintah dan arah negara, menyatakan akan menindak tegas semua kegiatan infiltrasi hingga sabotase oleh pasukan musuh, menyusul demonstrasi jalanan terbesar dalam beberapa dekade oleh warga yang marah dengan kebijakan lockdown gegara Covid-19 kembali merebak di Tiongkok.

        Pernyataan dari Komisi Urusan Politik dan Hukum Pusat Partai Komunis China yang dirilis, paska protes dan aksi unjuk rasa rakyat China yang semakin meluas di Beijing, Guangzhou dan beberapa kota lainnya.

        Unjuk kekuatan besar-besaran oleh dinas keamanan Tiongkok, bertujuan untuk mencegah protes lebih lanjut dan menjalar ke wilayah-wilayah lainnya.

        Meskipun tidak secara langsung menangani protes, pernyataan itu mengingatkan tekad Partai Komunis China untuk menegakkan keinginan mereka yang dibalut dengan aturan pemerintah.

        Ratusan SUV dan van milik pemerintah serta kendaraan lapis baja terlihat diparkir di jalan-jalan kota, sementara polisi dan pasukan paramiliter melakukan pemeriksaan ID secara acak dan menggeledah ponsel orang untuk mencari foto, aplikasi yang dilarang atau bukti potensial lainnya bahwa mereka telah mengambil bagian dalam demonstrasi.

        Belum diketahui jelas jumlah orang yang ditahan saat hingga paska demonstrasi besar-besaran menuntut pencabutan kebijakan nol persen Covid-19 dengan cara me-lockdown total rakyat China.

        Menanggapi hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) menilai, meski telah mengeluarkan pernyataan yang terkesan keras dan menunjukkan simbol-simbol stabilitas negara ditengah masyarakat, Partai Komunis China sebenarnya tidak terlalu memandang aksi protes masyarakat.

        Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa mengatakan, Xi Jinping sebagai petinggi Partai Komunis China belum secara langsung menangani kerusuhan yang menyebar ke sejumlah wilayah di Tiongkok. Dikatakan, kurang dari sebulan setelah memastikan masa depan politik dan dominasinya yang tak tertandingi, Xi Jinping mengisyaratkan bahwa saat ini dia lebih menyukai menjaga stabilitas rezim dalam menghadapi tantangan publik. 

        Akan tetapi, lanjut AB Solissa, ‘cueknya’ Xi Jinping dan Partai Komunis China ini justru membangkitkan keberanian rakyat Tiongkok yang semula hanya protes kebijakan lockdown, berubah menjadi penggulingan Partai Komunis China dan Presiden Xi Jinping.

        Demo di Xinjiang pecah pekan lalu setelah massa marah dengan kebijakan nol Covid-19 China dengan lockdown ketat 100 hari. Aturan itu dianggap menghambat warga melarikan diri dari tragedi kebakaran di apartemen yang menewaskan 10 orang.

        Kematian tersebut telah memicu kemarahan publik yang meluas karena banyak pengguna internet menduga bahwa penghuni gedung bertingkat tinggi tersebut tidak dapat melarikan diri tepat waktu karena sebagian gedung tersebut dikunci. Anehnya, para pejabat terkait di wilayah maupun di pusat, membantah fakta kematian 10 warga tersebut, namun mereka menolak untuk memberikan pernyataan resmi ke publik.

        “Awalnya, massa pengunjuk rasa di Shanghai hanya menyuarakan keinginannya agar pemerintah mencabut lockdown untuk Urumqi, cabut lockdown untuk Xinjiang, cabut lockdown untuk seluruh China!” ucap AB Solissa,” kata AB Solissa kepada wartawan, Jum’at (9/12/2022).

        Seiring perjalanan waktu, massa mulai berteriak gulingkan Partai Komunis China, dan gulingkan Xi Jinping, bebaskan Urumqi yang videonya banyak beredar di media sosial.

        Sebagian besar pengunjuk rasa memusatkan kemarahan mereka pada kebijakan "nol-COVID" yang telah membuat jutaan orang terkunci dan dikarantina, membatasi akses mereka ke makanan dan obat-obatan sambil merusak ekonomi dan sangat membatasi perjalanan. 

        Banyak yang mencemooh garis penalaran pemerintah yang selalu berubah, serta klaim bahwa ada kekuatan asing yang telah memicu gelombang kemarahan.

        Namun suara yang lebih berani menyerukan kebebasan dan demokrasi yang lebih besar dan agar Xi, pemimpin paling kuat China dalam beberapa dekade, serta partai yang dipimpinnya, untuk mundur.

        Sementara itu, Duta Besar Amerika Serikat untuk China, Nicholas Burns, mengatakan pembatasan ketat yang dilakukan Beijing banyak merugikan negara-negara dunia, khususnya yang memiliki perwakilan di Tiongkok.

        Salah satunya, kata Nicholas Burns, lockdown ini membuat diplomat Amerika Setikat tidak dapat bertemu dengan warga megaranya yang menjadi tahanan atau ditahan di China, seperti yang diamanatkan oleh perjanjian internasional. 

        Lockdown juga menyebabkan kurangnya rute penerbangan komersial ke dalam negeri, Kedutaan Besar Amerika Serikat harus menggunakan penerbangan charter bulanan, untuk memindahkan personelnya masuk atau keluar China.

        "Covid dan lockdown benar-benar mendominasi setiap aspek kehidupan di China,” kata Nocholas Burns dalam diskusi online dengan Chicago Council on Global Affairs.

        Burns juga mengaku negaranya terus mengamati protes besar-besaran yang dilakukan rakyat China, dimana Amerika Serikat meyakini bahwa rakyat China seharusnya memiliki hak untuk melakukan protes secara damai.

        Burns juga merujuk kasus polisi China yang melecehkan dan menahan wartawan asing yang meliput protes, dan dengan lugas Duta Besar Amerika tersebut menyatakan mendukung kebebasan pers serta kebebasan berbicara.

        "Mereka memiliki hak untuk membuat pandangan mereka diketahui. Mereka memiliki hak untuk didengar. Itu adalah hak fundamental di seluruh dunia. Seharusnya begitu. Dan hak itu tidak boleh dihalangi, dan tidak boleh diganggu,” jelas Nocholas Burns.

        Bykan hanya di Chinna, unjuk rasa menentang kebijkan nol persen Covid-19 dengan me-lockdown total rakyat China juga terjadi di sejumlah negara dunia.

        Di Tokyo, Ibukota Nagara Jepang, sejumlah pengunjuk rasa turun ke jalan untuk mendukung demonstrasi yang dilakukan rakyat China. 

        “Ini membuktikan langkah Partai Komunis China khususnya Xi Jinping salah dan berdampak juga ke negara-negara dunia lainnya. Dari berita yang kami lihat, sebagian besar pengunjuk rasa di Tokyo juga menggunakan narasi Xi Jinping mundur dan hancurkan Partai Komunis China,” pungkas AB Solissa.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: