Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ada Pesan untuk Bupati Meranti: 'Jangan Kayak Preman Pasar!'

        Ada Pesan untuk Bupati Meranti: 'Jangan Kayak Preman Pasar!' Kredit Foto: ANTARA FOTO
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas menyayangkan pernyataan Bupati Meranti Muhamad Adil yang dinilai sangat tidak tepat hingga mengancam akan angkat senjata dan bergabung dengan Malaysia.

        "Sangat tidak tepat pernyataan Bupati Meranti," kata Fernando Emas kepada Warta Ekonomi.

        Ia pun meminta agar Kementerian Dalam Negeri dan Polisi segera memanggil Adil untuk dimintai keterangan perihal pernyataan tersebut karena sudah mengeluarkan ancaman.

        "Pihak Kementerian Dalam Negeri dan pihak Kepolisian harus memanggil M Adil untuk meminta keterangan terhadap pernyataannya tersebut karena sudah ada niatan makar karena ingin angkat senjata dan bergabung dengan Malaysia," tegasnya.

        Tak hanya itu, ia juga meminta Kemendagri untuk memberikan sanksi atas pernyataan Bupati Meranti tersebut.

        "Pihak Kementerian Keuangan juga dapat mengambil langkah hukum terhadap pernyataan M Adil yang mengatakan bahwa Kementerian Keuangan isinya iblis atau setan," jelasnya.

        Ia memahami kemarahan Adil terkaitĀ statement-nya soal Dana Bagi Hasil (DBH) yang dinilai tak adil.

        "Tentunya ada proses yang dapat ditempuh oleh M Adil apabila merasa Dana Bagi Hasil yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya bukan mengeluarkan pernyataan seperti preman pasar, apalagi sampai mengancam akan melepaskan diri dari Indonesia," jelasnya.

        Sebelumnya, Bupati Meranti M Adil marah dengan skema pembagian dana bagi hasil (DBH) di wilayahnya. Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah se-Indonesia pada Kamis (8/12) lalu.

        Berikut pernyataan lengkapnya:

        Saya tadi memprotes sedikit pidato Pak Gubernur bahwa ada penurunan Dana Bagi Hasil (DBH) di Provinsi Riau. Mungkin secara umum ada, tapi di daerah saya DBH-nya bukan malah menurun.

        Minyak kami malah tambah banyak, bahkan hampir 8.000 barel per hari. Saya sudah melakukan berulang kali, sampai 3 kali menyurati Bu Menteri Keuangan untuk audiensi. Tapi alasannya Kementerian Keuangan mintanya malah online, online, online.

        Kalau dituntut pendapatannya bertambah, untuk kami sudah bertambah cukup besar. Kami ngadu ke Kemendagri kok bisa offline. Terima kasih ke Pak Mendagri karena menerima kami.

        Tapi kalau di Kemenkeu susahnya tidak ketulungan. Saya di 2022 dapat dana bagi hasil Rp114 miliar.

        Waktu itu hitungannya US$60 per barel di perencanaan pembahasan APBD 2022. Tahun 2023, pembahasan APBD kami dapat... Mengikuti nota pidato Pak Presiden Agustus lalu, 1 barel USS100.

        Kemarin waktu lewat zoom dengan Kemenkeu, (mereka) tidak bisa menyampaikan dengan terang. Setelah didesak-desak baru menyampaikan dengan terang soal US$100 ribu per barel.

        Sampai ke Bandung saya kejar orang Kemenkeu juga tidak dihadiri yang kompeten. Yang hadir waktu itu staf tidak tahu lah.

        Sampai waktu itu saya ngomong, 'Ini orang keuangan isinya setan atau iblis'. Hari ini saya kejar bapak saya mau tahu kejelasannya apakah penyusunan APBD 2023 pakai asumsi US$60, US$80 seperti yang bapak sampaikan atau US$100 seperti di pidato bapak Jokowi.

        Yang benar mana. Ini ada 3 saya cermati tadi. Perlu diketahui, minyak di Meranti naik besar sekali. Minyak tahun ini 13 sumur dibor, untuk 2023 tambahannya 19 sumur. Berarti Meranti targetnya 2023, 9.000 barel per hari.

        Jadi kalau seandainya kami naik, tapi penghasilannya besar turun, saya mengharap bapak keluarkan surat penghentian pengeboran minyak di Meranti. Jangan diambil lagi minyak di Meranti. Tidak apa-apa, kami masih bisa makan daripada uang kami dihisap.

        Pak Luky perlu Anda ketahui, kami di Riau 25,68 persen masyarakatnya miskin plus ekstrim. Yang termiskin terbanyak di Riau itu ada di Meranti. Tapi kok teganya minyak, duit kami tidak diberikan.

        Bagaimana cara perhitungannya ya tidak pas. Hampir 8.000 barel per hari. Mulai bulan 6 semenjak konflik Rusia-Ukraina, harga minyak naik tapi kok DBH turun.

        Untuk bapak ketahui. Kami tahun ini hanya menerima Rp115 miliar, naik hanya Rp700 juta saja. Liftingnya naik, asumsi US$100 barel.

        Tapi naiknya kok Rp700 juta. Jadi selanjutnya DAU tahun ini 2022, gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja Meranti seharusnya tanggung jawab pusat tapi jadi tanggung jawab kabupaten. Itu hebatnya. Ini perlu diselidiki.

        Saya kemarin dipanggil ketemu Pak Tito Karnavian (Menteri Dalam Negeri) minta petunjuk selaku pembina saya. Saya mau gugat Pak Jokowi. Daerah miskin, penghasil minyak.

        Kami hasilkan minyak dari 1973. Minyak kami ada 222 sumur sekarang, tambahan 13 plus besok 2023 ada 19.

        Bapak mau tahu. Saya tambahkan informasi. Ada 103 sumur minyak di Meranti sudah kering diambil pemerintah pusat, tidak tahu saya dipakai untuk mana. Sekarang tinggal beberapa lagi kira- kira.

        Pertanyaannya, minyaknya banyak duitnya besar, kok dapatnya malah berkurang. Ini kenapa? Apakah uang saya dibagi di seluruh Indonesia? Makanya maksud saya, kalau bapak nggak mau ngurus kami, pusat tidak mau mengurus Meranti, kasih kan kami ke negeri sebelah [Malaysia].

        Apa perlu Meranti angkat senjata, kan tak mungkin.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: