Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bamsoet Soroti Permasalahan Koperasi di Indonesia

        Bamsoet Soroti Permasalahan Koperasi di Indonesia Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) kembali menyoroti banyaknya tata kelola koperasi yang tidak sesuai dengan semangat koperasi, karena dalam praktiknya banyak yang disalahgunakan dengan berkedok investasi, pengumpulan dana, dan sebagainya. Masalah lain adanya gugatan pailit yang terjadi sehingga kondisi koperasi seperti terpinggirkan. 

        "Dua hal ini yang harus dicari solusinya," tegas Bamsoet saat menjadi keynote speaker secara daring dalam seminar "Kebangkitan Koperasi Indonesia: Transformasi Koperasi Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045", Jumat (16/12/2022).

        Seminar ini juga menghadirkan pembicara dari berbagai kalangan ahli dan pakar. Selain Keynote Speaker, Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI; ada Ahmad Zabadi, Deputi Bidang Perkoperasian, Kementerian Koperasi dan UMKM; Rizal Ramli, pakar ekonomi; Prof. Dr. Susi Dwi Harijanti, SH,MH; Dr. Indra Prawira; Dr. Dewi Tenty, SH,Mkn; Prof Dr. Isis Ikhwansyah; Imran Nating SH, MH; Ir Deddy Irja Pratama; Dr Defian Cori; Drs. Kusmana Hartadi; Untung Tri Basuki; dan H. Aun Gunawan SE.

        Baca Juga: Implementasi Solusi Koperasi, Aviana Dorong Digitalisasi Koperasi Bersama KopKar Gobel – Panasonic

        Seminar ini memotret persoalan koperasi secara komprehensif, mulai dari regulasi, pengawasan, praktik koperasi, dan testimoni para pelaku koperasi yang sudah berhasil mengembangkan bisnis dengan skala besar. 

        Seminar yang diinisiasi oleh Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) bekerja sama dengan Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran (Unpad), Lembaga Bantuan Hukum Pusat Studi Bumi Alumni (PSBA), Club Discussion Notaris Kelompencapir, dan Kelompok Studi Hukum FH Unpad ini juga dihadiri juga oleh para pemerhati koperasi, kalangan akademisi, serta para undangan. Seminar di selenggarakan di Kampus Universitas Padjajaran, Jalan Dipati Ukur, Kota Bandung.

        Berkenaan dengan kondisi koperasi di Indonesia, Bamsoet juga melihat masih adanya persepsi bahwa koperasi adalah entitas ekonomi yang kuno dan ketinggalan zaman. Namun, ia menampik bahwa persepsi tersebut tidak sepenuhnya benar karena eksistensi koperasi justru berkembang di negara kapitalis. 

        "Dari data diketahui 100 koperasi terbaik di dunia ada di Amerika Serikat, yang merupakan pusat kapitalisme dunia," katanya.

        Meski demikian, Bamsoet optimis jika koperasi dikelola dengan benar dan pemerintah memberikan dukungan.

        "Koperasi di Indonesia bisa bangkit kembali dan menjadi tulang punggung perekonomian nasional," ungkapnya.

        Adapun, Deputi Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UMKM, Ahmad Zabadi, mengatakan di tengah permasalahan yang terjadi, koperasi di Indonesia terus berkembang. 

        Jumlah total koperasi saat ini 127.846 unit dengan jumlah anggota mencapai 27.100.372 orang. Zabadi tidak menampik jika muncul berbagai permasalahan terkait Koperasi Simpan Pinjam yang digugat pailit oleh anggotanya serta praktek yang tidak benar.

        "Kami saat ini sudah membentuk satgas untuk membantu dan menangani koperasi yang bermasalah," imbuhnya.

        Hal lain yang sedang dilakukan adalah melakukan revisi UU Perkoperasian, untuk membentuk ekosistem perkoperasian di Indonesia. Revisi UU Perkoperasian tak lepas dari adanya Omnibus Law UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang hampir mendegradasi peran Kementerian Koperasi dan UKM dalam hal pengawasan koperasi. 

        "Koperasi di Indonesia harus diawasi oleh lembaga yang memiliki otoritas, seperti halnya sektor keuangan dan perbankan yang diawasi oleh OJK, dan simpanan uangnya dijamin oleh LPS, ekosistemnya berlapis-lapis, nah inilah yang ingin kita kembangkan di perkoperasian," jelasnya. 

        Baca Juga: Kolaborasi VIDA dan OpenBank+ Dukung BPR dan Koperasi Go Digital

        OJK dan KemenKopUKM saat ini berbagi peran. KSP yang memiliki modal mayoritas dari luar anggota dan melayani simpan pinjam di luar anggota di awasi oleh OJK, sedangkan KSP yang hanya melayani anggota pengawasan ada di KemenKopUKM. Pihaknya juga mendorong agar koperasi yang berkembang adalah koperasi yang bergerak di sektor produksi, sektor riil, bukan hanya koperasi simpan pinjam. 

        Dalam seminar tersebut, pakar ekonomi, Rizal Ramli mengingatkan permasalahan koperasi saat ini bukan semata-mata soal aturan. Ia memberikan saran agar KemenKopUKM meminta koperasi-koperasi memperbaiki manajemen, salah satunya adalah dengan menerbitkan laporan keuangan secara terbuka dan periodik. Selain itu juga harus ada preferensi dalam membuat kebijakan. KemenKopUKM harus menetapkan target secara terukur mengenai perkembangan koperasi. 

        "Alokasi kredit untuk pelaku bisnis UMKM harus ditingkatkan, dari 14 persen menjadi 35 persen dan yang terakhir adalah koperasi harus melakukan transformasi melakukan digitalisasi," ungkapnya.

        Sementara itu, Pakar Ekonomi, Prof Susi Dwi Harijanti SH, MH, menyebut metode omnibus dalam menyusun UU sering kurang tepat karena masing-masing UU ada yang memiliki relevansi dan tidak. Ia mempertanyakan pengawasan koperasi simpan pinjam dalam ranah OJK.

        "Bagaimana dengan koperasi yang bergerak di luar simpan pinjam? Pengaturan harus sesuai dengan hukum koperasi yang terdapat dalam pasal 33 ayat (1) UUD 45," katanya.

        Prof. Dr. Isis Ikhwansyah menyoroti pengawasan terhadap koperasi dalam UU yang sangat lemah. Salah satu bentuk koperasi, yaitu Koperasi Simpan Pinjam, bukan digolongkan sebagai lembaga keuangan karena tidak di bawah pengawasan OJK. Secara sistem hukumnya ada di bawah KemenKopUKM dan termasuk dalam kategori usaha bersama ekonomi kerakyatan.  

        Baca Juga: Koperasi Batal Diawasi OJK, Menkeu: Ini Perkuat Jati Diri Mereka!

        "Pengawasan koperasi diserahkan kepada anggota dan RAT menjadi sarana keterbukaan antara pengurus dan anggota. Dengan pemahaman bahwa koperasi berbeda dengan lembaga keuangan seperti bank, maka tidak tepat jika pengawasan koperasi diserahkan kepada OJK," jelasnya.

        Hal lain yang menjadi atensi adalah adanya permasalahan pailit yang dialami oleh koperasi. Sesuai dengan UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, antara lain mengatur tentang penyelesaian hukum antara kreditor dengan debitor dalam hal jika ada sengketa, khususnya terkait kewajiban utang-piutang. Nampaknya, banyak dari anggota koperasi yang tidak mengedepankan rasa memiliki terhadap koperasi masing-masing.

        "Namun anggota koperasi yang seolah merasa seperti nasabah yang mempunyai rekening simpanan bank, karena itu saya mendorong agar ada pengawasan khusus dari adanya koperasi ini," katanya.

        Sementara Dr. Dewi Tenty, penggiat yang juga notaris, mengingatkan banyaknya penyalahgunaan yang dilakukan oleh oknum yang memanfaatkan lembaga koperasi. Bentuknya sangat beragam, ada rentenir berkedok KSP, Bank Gelap berkedok KSP, Fintech berkedok KSP, Koperasi sebagai cangkang, dan pinjam meminjam lembaga koperasi untuk suatu kegiatan. 

        Terkait dengan banyaknya jumlah koperasi membutuhkan pengawasan khusus guna memastikan tata kelola koperasi sebagaimana tujuan awal yang diatur dalam UU No 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. 

        "Sebagaimana disyaratkan dalam ILO, yakni koperasi adalah organisasi bisnis yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis dan mandiri," jelas Dewi Tenty, yang juga menjadi Kepala Bidang Hubungan AntarLembaga, PBA. 

        Dewi Tenty memberikan saran sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No 9/1995 tentang Perkoperasian, bahwa pembinaan dan pengawasan KSP diakukan oleh KemenKopUKM. KSP wajib memberikan laporan secara berkala dan tahunan kepada Menteri Koperasi dan UKM. 

        "Idealnya pembinaan dan pengawasan adalah seiring dan sejalan apa yang dibina itu yang diawasi," ujarnya.

        Adapun, Ketua Umum PBA, Dr. Ary Zulfikar, menyampaikan dalam waktu terakhir ini permasalahan yang dihadapi koperasi antara lain salah tata kelola, gulung tikar atau bahkan digugat pailit. 

        "Kemudian ada praktik pseudo banking, yang melakukan praktik penghimpunan, investasi dan simpan pinjam, memanfaatkan tidak adanya pengawasan yang ketat dari otoritas," jelasnya. 

        Menurut pria yang akrab dipanggil Azoo ini, permasalahan tersebut yang mendorong adanya seminar untuk mendiskusikan dan membuat evaluasi bersama agar koperasi di Indonesia dapat berjalan sebagaimana mestinya, dan tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

        Baca Juga: Nusantara Festival Koperasi dan UMKM 2022, Pertemukan Startup dan Investor

        "Mudah-mudahan dari seminar ini bisa memberikan rekomendasi kepada pemegang kebijakan," katanya.

        Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Dr. Idris, SH, MH, menyambut baik adanya seminar tentang koperasi yang diselenggarakan PBA bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, mengingat peran koperasi yang sangat penting bagi perekonomian, namun dalam implementasinya masih belum seperti yang diharapkan. 

        "Kondisi koperasi seperti mati suri, antara ada dan tiada, nah tema seminar ini sangat menantang, mudah-mudahan dari diskusi  ini bisa memberikan rekomendasi dan masukan, untuk memperbaiki perkoperasian di Indonesia," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Saepulloh
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: