Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Minta Maaf Atas Perbudakan di Masa Lalu, Guru Besar UI Sebut Masih Ada Satu Utang Belanda ke Indonesia

        Minta Maaf Atas Perbudakan di Masa Lalu, Guru Besar UI Sebut Masih Ada Satu Utang Belanda ke Indonesia Kredit Foto: Reuters/Kai Loyens
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyoroti permintaan maaf pihak Belanda atas perbudakan yang terjadi di masa lalu kepada Indonesia yang diketahui berlangsung sekitar 250 tahun.

        "Indonesia termasuk negara yang menerima permohonan maaf tersebut," kata Hikmahanto kepada Republika, Selasa (20/12/2022).

        Baca Juga: Pemerintah Belanda Minta Maaf Pernah Memperbudak Bangsa Lain, Dimaafkan?

        Sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte meminta maaf secara resmi atas peran Belanda dalam perbudakan. Sementara itu, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI masih mempelajari ketika ditanyakan mengenai permohonan maaf Rutte. 

        Hikmahanto mengatakan, perihal permohonan maaf resmi tidak akan berdampak pada hubungan diplomatik kedua negara.

        "Tinggal yang tersisa apakah Belanda akan akui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus atau 27 Desember 1949," katanya.

        Baca Juga: Akhirnya Belanda Ngaku Bersalah Soal Perbudakan 250 Tahun di Masa Lalu

        Pada kunjungan ke Indonesia Raja dan Ratu Belanda, Raja Willem Alexander dan Ratu Maxima Zorreguite Cerruti pada 2020, permintaan maaf telah dilayangkan terhadap penjajahan dan penyiksaan rakyat Indonesia.

        "Sejalan dengan pernyataan pemerintahan saya sebelumnya, saya ingin menyampaikan rasa penyesalan dan permintaan maaf saya atas kekerasan saat penjajahan pada masa pemerintahan Belanda dahulu," ujar Raja Willem saat itu.

        Permintaan maaf Belanda Senin (19/12/2022) muncul di tengah pertimbangan ulang yang lebih luas tentang masa lalu kolonial negara itu. Itu termasuk upaya untuk mengembalikan karya seni yang dijarah, dan perjuangannya melawan rasisme saat ini.

        "Benar bahwa tidak seorang pun yang hidup hari ini menanggung kesalahan pribadi atas perbudakan, namun Belanda memikul tanggung jawab atas penderitaan luar biasa yang telah dilakukan terhadap mereka yang diperbudak dan keturunan mereka," kata Rutte dalam pidatonya di Arsip Nasional Den Haag.

        Baca Juga: Geger! Rocky Gerung 'Dukung' Heru Berantas Jejak Anies Baswedan: Nggak Usah Tanggung-tanggung, Jadikan Seperti Zaman Hindia Belanda!

        Rutte mengakui bahwa menjelang pengumuman pemerintah Belanda mengirimkan perwakilan ke Suriname, serta pulau-pulau Karibia yang tetap menjadi bagian dari Kerajaan Belanda dengan berbagai tingkat otonomi, seperti Curacao, Sint Maarten, Aruba, Bonaire, Saba dan Sint Eustatius.

        Permintaan maaf Belanda juga menyusul kesimpulan dari panel penasehat nasional yang dibentuk setelah pembunuhan George Floyd di Amerika Serikat (AS) pada 2020. Panel tersebut mengatakan partisipasi Belanda dalam perbudakan adalah kejahatan terhadap kemanusiaan yang pantas mendapatkan permintaan maaf resmi dan reparasi keuangan.

        Baca Juga: Singkirkan Belanda, Argentina Jumpa Kroasia di Semifinal

        Sejauh ini, Belanda masih menolak untuk mengeluarkan biaya reparasi atas tindakannya di masa lalu itu. Namun, Amsterdam telah menyiapkan hingga 200 juta euro (Rp3,1 triliun) untuk biaya pendidikan.

        Sejarawan memperkirakan bahwa pada puncak kerajaan abad ke-16 hingga ke-17, pedagang Belanda mengirim hingga 600 ribu orang Afrika yang diperbudak ke koloni Amerika Selatan dan Karibia seperti Suriname dan Curacao. Beberapa juga disebut dikirimkan ke Afrika Selatan (Afsel) dan Indonesia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ayu Almas

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: