Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut bahwa kinerja konsolidasi perusahaan pelat merah meningkat cukup signifikan di tengah kondisi perekonomian yang menantang.
Hal ini tercermin pada laba konsolidasian BUMN dari Rp61 triliun pada kuartal III tahun 2021 menjadi Rp155 triliun pada sembilan bulan pertama 2022, dengan kata lain meningkat 154,1 persen secara tahunan (yoy).
“Perlu dicatat bahwa laba itu sudah termasuk restrukturisasi Garuda Indonesia, Rp59 triliun. Itu non-cash. Selebihnya, dalam bentuk tunai," ujar Erick dalam Konferensi Pers Awal Tahun, Senin (2/1/2023).
Baca Juga: Erick Thohir Berencana Pangkas BUMN hingga Tersisa 30
Erick mengatakan bahwa pertumbuhan laba tersebut terjadi karena peningkatan Pendapatan Usaha BUMN dari Rp1.613 triliun pada kuartal III tahun 2021 menjadi Rp2.091 triliun pada periode sama tahun ini, atau tumbuh 29,6 persen yoy.
Pertumbuhan pendapatan tersebut yang disertai oleh pengelolaan BUMN yang semakin efisien telah membawa perusahaan negara mampu mempertebal permodalan. Kemudian, untuk ekuitas seluruh BUMN juga bertumbuh hingga mencapai Rp3.211 triliun.
Mayoritas BUMN juga sudah jauh meninggalkan zona dominasi utang dalam pengelolaan keuangannya, atau sehat. BUMN telah menurunkan tingkat utang dibanding modal dari 38% pada tahun 2020, menjadi 34% pada kuartal III tahun 2022.
Menurut Erick, sebuah usaha akan baik-baik saja jika mampu menggunakan utangnya untuk investasi yang produktif.
"Yang salah adalah jika utang itu dikorupsi. Intinya adalah disiplin," ujarnya.
Lanjutnya, seiring dengan peningkatan laba tersebut, kontribusi BUMN terhadap negara pun meningkat Rp68 triliun dalam tiga tahun terakhir, yaitu dari Rp1.130 triliun pada sebelum Covid-19 menjadi Rp1.198 triliun pada kuartal III tahun 2022.
Erick menekankan bahwa kontribusi itu meningkat pada saat BUMN juga sedang terimbas krisis akibat pandemi Covid-19. Selama pandemi, tidak ada BUMN yang menutup operasionalnya, padahal semua sedang tertekan.
Lanjutnya pada saat itu, BUMN memutuskan untuk melakukan konsolidasi, bukan pasrah menerima tekanan Covid-19 tanpa usaha.
"Kontribusi BUMN naik Rp68 triliun, padahal kondisinya sedang krisis. Saat pandemi BUMN memilih tidak terjebak oleh krisis yang membelenggu. Saat pandemi, BUMN justru bekerja maksimal karena saat pandemi adalah saatnya konsolidasi, bukan pasrah. Itu salah besar," ungkapnya.
Menurutnya, usaha bersama dalam menghapus paradigma BUMN itu sarang korupsi atau perusahaan dengan utang besar terus berjalan. Seluruh BUMN diminta berusaha membuktikan bahwa paradigma itu keliru.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti