Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Terima Nasib! Peluang Jokowi Kalau Nyapres Lagi Kecil Dapat Pemilih, Publik Lebih Lirik Anies Baswedan

        Terima Nasib! Peluang Jokowi Kalau Nyapres Lagi Kecil Dapat Pemilih, Publik Lebih Lirik Anies Baswedan Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Peluang Presiden Joko Widodo (Jokowi) jika kembali mengikuti pemilihan presiden (Pilpres) sebagai calon presiden (capres) disebut bakal dapat pemilih sedikit, yakni hanya sekitar 15,5 persen. Hal ini terungkap berdasarkan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).

        Pendiri SMRC, Prof. Saiful Mujani, menyebut orang yang punya pikiran agar Jokowi kembali maju dalam pemilihan presiden di 2024 setelah dua kali jadi presiden, di benaknya ada keyakinan bahwa dia akan terpilih kembali karena tingkat kepuasan pada Jokowi cukup tinggi, sekitar 74,2 persen pada survei Desember 2022.

        Baca Juga: Terbitnya Perppu Cipta Kerja Jelang Lengsernya Presiden Jokowi, Disebut Sebagai Bentuk Pembangkangan Terhadap Konstitusi

        Hal ini diungkapnya dalam program 'Bedah Politik bersama Saiful Mujani' bertajuk "Peluang Jokowi Kalau Jadi Presiden lagi" yang disiarkan melalui kanal YouTube SMRC TV pada Kamis, 5 Januari 2023.

        Menurut Saiful, SMRC memiliki serangkaian survei tentang preferensi publik mengenai calon-calon presiden. Dalam pertanyaan top of mind atau jawaban terbuka dan spontan, pada Mei 2021, ada 27,6 persen publik yang menyebutkan nama Joko Widodo.

        Saiful melihat angka 27,6 persen tersebut terlalu rendah untuk seorang petahana yang sudah dua kali menjabat. Pada survei-survei berikutnya dukungan publik pada Jokowi secara konsisten mengalami penurunan.

        Pada survei Desember 2022, hanya 15,5 persen yang menyebut nama Jokowi dalam pertanyaan top of mind mengenai calon presiden.

        Saiful melihat, dari data mengenai pilihan presiden top of mind, suara Jokowi tidak meyakinkan. Jokowi, kata dia, seharusnya unggul mendekati 50 persen sebagai orang yang sudah dua kali menjadi presiden dan memiliki tingkat kepuasan publik di atas 70 persen.

        "Terlalu jauh gap antara sekitar 74,2 persen yang puas (dengan kinerja Jokowi) dengan yang memilih hanya sekitar 15,5 persen," kata Saiful.

        Baca Juga: Tingkat Kepuasan Terhadap Jokowi, Dongkrak Elektabilitas Ganjar-EricK

        Dalam simulasi semi terbuka dengan daftar nama dan responden diberi kesempatan menyebut nama lain di luar daftar nama tersebut, hanya 14,7 persen yang memilih Jokowi, turun dari 28 persen di Mei 2021.

        Elektabilitas Jokowi jauh di bawah Ganjar yang pada simulasi ini mendapatkan suara 23,1 persen, sedikit di bawah suara Anies 17,2 persen, dan sama dengan Prabowo yang mendapatkan suara 14,6 persen.

        Baik dalam pertanyaan top of mind maupun semi terbuka, dukungan pada Jokowi tidak banyak mengalami perbedaan.

        "Karena itu, kalau menginginkan Pak Jokowi maju lagi untuk ketiga kalinya dalam pilpres dengan asumsi bahwa dia pasti akan dipilih, datanya tidak ada, datanya tidak menunjukkan itu," kata Saiful.

        Baca Juga: Fotonya Diunggah Gibran Jadi Bahan Balasan ke Haters Jokowi, Anies Langsung Bereaksi: Tiba-tiba Mata Kedutan

        Lemahnya dukungan ini, kata Saiful, mungkin disebabkan oleh pikiran publik yang memang menganggap Jokowi tidak akan maju dalam Pilpres.

        Publik sudah berpikir tentang tokoh lain seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto.

        "Sudah ada orang lain yang diharapkan bisa menggantikan Pak Jokowi," lanjut Saiful.

        Menurut Saiful, pemikiran untuk melanjutkan kekuasaan Jokowi karena dia dinilai bagus adalah normal. Namun hal ini akan membuat tidak ada suksesi kepemimpinan. Pemimpin yang dinilai bagus akan terus-menerus dipertahankan.

        Saiful mencontohkan beberapa presiden Amerika Serikat yang populer dan mendapatkan tingkat kepuasan publik yang tinggi seperti Bill Clinton, Obama, dan Ronald Reagen, juga diminta untuk menambah periode kepemimpinan.

        Baca Juga: Disebut ‘Efek Samping’ Jadi Antitesis Presiden Jokowi, Elektabilitas Anies Baswedan Alami Penurunan

        Namun, kata Saiful, mereka menolak penambahan periode tersebut karena alasan konstitusi dan pemikiran normatif pembatasan kekuasaan sebagai dasar mereka bernegara.

        Saiful menyatakan bahwa ketika para pendukung terdekat Jokowi mendorong untuk maju kembali dalam pemilihan presiden untuk ketiga kalinya, seharusnya Jokowi meniru Barack Obama, Ronald Reagan, atau Bill Clinton yang menyatakan "tidak bisa, saya tidak akan melakukan itu, jangan sekali-sekali anda berpikir demikian".

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: