Minta Jokowi Segera Reshuffle NasDem, Hasto PDIP Beber Alasannya: Takut 'Rahasia' Kabinet Dicuri Anies Baswedan
Meski reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo (Jokowi), PDIP punya saran dan masukan. Presiden disarankan lekas melakukan reshuffle agar tidak ada rahasia kabinet yang bocor ke luar dan dipakai untuk mengerek elektoral capres yang disebut sebagai antitesa Jokowi.
Demikian intisari dari wawancara eksklusif Rakyat Merdeka dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta, Rabu (4/1).
Baca Juga: Pengamat Blak-blakan Sebut PDIP Partai Modern, Alasannya...
Sebagai partai pengusung utama Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019, PDIP tidak mau mencampuri urusan bongkar pasang menteri. Namun, kata Hasto, yang menjadi kebiasaan, sebelum reshuffle, Presiden berkomunikasi dengan para pimpinan parpol koalisi pendukung pemerintah. Saat ini, ungkap Hasto, Jokowi belum mengajak Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, bertemu membahas soal itu.
"Saat ini Pak Jokowi sedang melakukan tahap kajian. Sedang melakukan kalkulasi politik. Bagaimana efektivitas kerja kabinet di akhir pemerintahan bisa dimaksimalkan," jelasnya, dikutip Jumat (6/1/2023).
Hasto memaparkan, anggota DPR PDIP, Djarot Saiful Hidayat, telah melakukan evaluasi dan menemukan data-data yang kontraproduktif terkait kinerja kementerian. "Misalnya, di Kementerian Pertanian. Sebelumnya disebutkan pada bulan Agustus 2022, Indonesia akan mengekspor dua ribu ton beras ke China. Namun faktanya, justru kita impor," ungkap Hasto.
Faktor lain yang bisa dijadikan momentum perlunya reshuffle kabinet adalah ada anggota partai koalisi yang menetapkan capres. Bahkan, oleh sebagian elitenya, capres yang diusung itu disebut sebagai antitesa Jokowi.
Menurut Hasto, ini tentu akan mengganggu jalannya roda pemerintahan. Misalnya, ada rapat kabinet yang bersifat rahasia, bisa bocor pada capres yang antitesa Jokowi itu. "Padahal maksudnya informasi di dalam rapat itu harus dicarikan solusi. Tapi karena bocor, itu akan dijadikan sebagai sebuah problem dari pemerintahan saat ini dan bisa dipakai untuk mengerek elektoral capres yang bersangkutan," ulasnya.
Dengan kalkulasi dan kondisi tersebut, Hasto menganggap bahwa reshuffle menjadi kebutuhan dan urgen untuk dilakukan. "Sebaiknya cepat, tapi sekali lagi, semua keputusan kembali pada Pak Jokowi. Kami pun tidak pernah main paksa," ujarnya.
Kemudian Hasto menyinggung soal etika dan prinsip dalam berpolitik. Sebaiknya, anggota koalisi yang sudah menetapkan capres antitesa Jokowi itu mundur dari pemerintahan. Tidak etis bertahan dan menampilkan dua wajah kepada rakyat.
"Seharusnya terbangun suatu kesadaran untuk tidak menampilkan diri di dalam pemerintahan. Karena ketika sudah menetapkan capres, ada fungsi-fungsi elektoral yang harus dijalankan," katanya.
Lagian, kata Hasto, sejak ada deklarasi capres, sepak terjang NasDem sebagai anggota koalisi pemerintah di parlemen cenderung berubah. "Kami menerima laporan-laporan juga dari DPR bahwa pasca pengumuman Anies Baswedan sebagai capres, memang ada beberapa perubahan-perubahan sikap politik partai tersebut di DPR," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum