Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tak Ingin Gunakan Bursa Malaysia, Zulhas Optimis Indonesia Bisa Miliki Harga Acuan Komoditi Sawit Sendiri!

        Tak Ingin Gunakan Bursa Malaysia, Zulhas Optimis Indonesia Bisa Miliki Harga Acuan Komoditi Sawit Sendiri! Kredit Foto: Rena Laila Wuri
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) akan meluncurkan harga acuan komoditi tertentu pada Juni 2023, seperti harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO). Diketahui, saat ini Indonesia menggunakan harga acuan dari Malaysia dan Rotterdam di Belanda.

        "Beberapa kali di sidang kabinet disinggung masa kita ikut dengan Malaysia. Padahal yang punya sawit kita tetapi kita ikut Malaysia. Yang jelek siapa? Ya Bappebti. Punya Bappebti tapi kok ikuti Malaysia. Bappebti ngapain aja," ucap Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, dalam Pembukaan Rapat Kerja Bappebti, Kamis (19/1/2023).

        Baca Juga: Potensi Indonesia Jadi Global Trendsetter Bidang Sustainability Lewat Minyak Sawit

        Pria yang akrab disapa Zulhas ini berharap, dengan adanya harga acuan komoditas seperti CPO, kopi hingga karet yang dimiliki Indonesia menjadi referensi negara lain.

        "Jadi kalau memungkinkan Juni sudah terpampang di layar (harga acuan). Bahwa kita punya patokan harga jadi Malaysia balik melihat harga acuan dari Indonesia, bergantian," kata Zulhas.

        Baca Juga: Kasus Lahan Sawit Inhu Riau, Saksi dari KLHK Sebut Duta Palma Tak Bisa Diproses Hukum

        Menurutnya, pihaknya akan fokus kepada komunitas sawit terlebih dahulu sebelum merambah ke komuditas lain.

        "Sawit (akan diprioritaskan), pasar kita saat kni patokannya ke negara tetangga, dengan segala kewenangan yang dimiliki Bappebti paling kita usahakan sebelum juni ini kita sudah punya," tegasnya.

        Sementara itu, Plt Kepala Bappebti, Didid Noordiatmoko, mengatakan harga acuan komoditas tertentu ini dibuat berdasarkan mandat UU nomor 32 tahun 1997 tentang perdagangan berjangka komoditi.

        "Selama ini kita mengetahui Indonesia tidak atau belum memiliki harga acuan komoditi tertentu. Padahal Indonesia merupakan salah satu negara terbesar beberapa jenis komoditi, sebutlah misalnya CPO, kopi, karet dsb. Di mana Indonesia penghasil terbesar dunia namun harga acuan yang kita gunakan masih mengambil harga acuan yang dihasilkan beberapa bursa di luar negeri seperti dari Malaysia dan Roterdam," kata Didid.

        Baca Juga: Banggakan Surplus Neraca Perdagangan 2022, Mendag Zulhas: Alhamdulillah, Cetak Rekor Tertinggi!

        Didi menyebut CPO, kopi hingga karet harus masuk ke dalam bursa untuk dapat dijadikan harga acuan.

        "Untuk dapat menjadikan harga acuan maka komoditi tersebut harus masuk ke dalam bursa. Perdagangan di dalam bursa dapat menghasilkan tata kelola perdagangan yang fair dan transparan," jelasnya.

        Baca Juga: Banggakan Surplus Neraca Perdagangan 2022, Mendag Zulhas: Alhamdulillah, Cetak Rekor Tertinggi!

        Dorongan Indonesia untuk membuat harga acuan CPO juga disuarakan pelaku usaha industri sawit.  Direktur PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) mengatakan Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia, namun harga acuan saat ini pelaku industri sawit dunia merujuk ke dua bursa utama MDEX di Malaysia dan Rotterdam di Belanda.

        "Membuat Indonesia ikut mewarnai dinamika pembentukan harga CPO dunia melalui bursa komoditas yang ada di KPBN adalah tekad dan inisiatif kami," kata Rahmanto dalam keterangannya, 3 November 2022.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rena Laila Wuri
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: